Menurut dia, pemberian grasi bagi Ola mengundang banyak pertanyaan. Di antaranya, Mahkamah Agung (MA) sebagai pemegang kekuasaan kehakiman tertinggi ternyata tidak termasuk pihak yang ikut merekomendasikan pemberian grasi tersebut. Karena itu, patut diduga ada kekuatan yang turut berperan memengaruhi pemberian grasi itu.
"Kerja mafia itu tidak terlihat. Namun, mereka bisa masuk ke mana-mana. Ke Istana Negara, ke lembaga kepolisian, pengadilan, kehakiman, dan lainnya," kata Mahfud seusai menjadi pembicara dalam diskusi Penegakan Hukum dan Moralitas Bangsa di Kantor PB NU, Jakarta, Jumat (9/11) lalu.
Mahfud bahkan tidak segan-segan untuk menilai pemberian grasi untuk Ola merupakan sebuah kecerobohan. Presiden Yudhoyono dinilainya telah kecolongan karena ternyata grasi dari hukuman mati menjadi seumur hidup tidak membuat Ola kapok dan lebih baik.
Ola bahkan diketahui mengotaki upaya penyelundupan narkoba besar-besaran. Hal itu terungkap setelah Aisah, kurir narkoba yang ditangkap di Bandara Husein Sastranegara, Bandung, menyebut ia hanya diperintah Ola.
Alih-alih meminta maaf dan segera mengoreksi grasi yang salah, para pejabat di istana bahkan berebut berteriak sekencang-kencangnya mengepung Mahfud MD.
Menteri Sekretaris Negara Sudi Silalahi mengingatkan Mahfud agar tidak mencari popularitas dengan cara seperti itu. Sudi membalas dengan mengatakan, "Kita juga pernah tahu MK melanggar UU, tapi kita enggak pernah umbar, kok. Kita baik-baik beri tahu dia."
Sekretaris Kabinet Dipo Alam tak kalah berang. Dipo menilai pernyataan Mahfud berlebihan. Dipo meminta Mahfud tidak mencampuri urusan yang bukan kewenangannya. Ia juga mendesak Mahfud membuktikan tudingannya bahwa ada mafia narkoba di istana. "Saya bilang serius, buktikan. Jadi kalau dia bilang produk analisis, nanti semua orang akan begitu. Setelah menuduh seenaknya, bilang produk analisis," kata Dipo.
Begitulah kondisinya kini. Istana seperti hendak menggeser substansi persoalan, dari urusan grasi yang keliru ke soal Mahfud yang kurang kerjaan.
Istana mestinya paham betul bahwa keputusan salah soal grasi itu bukan hanya preseden buruk, melainkan juga telah melukai rasa keadilan masyarakat yang ingin narkoba diberantas tuntas dengan memberi efek jera kepada para pelakunya.
Karena itu, daripada sibuk menyerang dengan berbagai jurus kepada para kritikus, alangkah lebih baik bila istana fokus menyelesaikan kekeliruan grasi itu. Menyerang balik dengan cara kekanak-kanakan pertanda sikap panik, yang dapat ditafsirkan sebagai sikap menutup-nutupi kesalahan.
Dengan sikap berang istana tersebut, publik justru akan menduga-duga jangan-jangan apa yang dikatakan Mahfud benar. (micom)