Berdasarkan surat dari fraksi, Badan Legislasi DPR menyelenggarakan rapat dengan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia mencari solusi untuk menghentikan pembahasan. Priyo menilai, sebaiknya proses revisi dihentikan, karena sudah diskusi sudah tidak sehat dalam pembahasan RUU KPK ini.
Pernyataan Priyo ini menyusul pidato Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada Senin 8 Oktober 2012 malam yang menegaskan tidak setuju dan menolak setiap langkah yang ingin melemahkan Komisi Pemberantasan Korupsi. Meski, kata SBY, rencana revisi UU KPK bukan untuk melemahkan komisi antirasuah itu, namun tidak tepat membahasnya sekarang.
SBY menilai untuk saat ini lebih baik meningkatkan upaya pemberantasan korupsi. "Daripada merevisi UU KPK," ujarnya.
SBY menegaskan, pemerintah masih berharap pada KPK yang menjadi motor pemberantasan korupsi. "Tapi di sisi lain kita harus beri kepercayaan institusi lain polisi dan kejaksaan untuk membantu menegakkan pemberantasan korupsi. Soal ketidakpercayaan pada Polri, saya mendukung peningkatan reformasi birokrasi," ujarnya.
SBY juga berharap KPK dan para penegak hukum dapat meningkatkan sinergi dan bersaing secara sehat. "Bukan saling menghambat dan menutupinya," ujarnya.
Menanggapi hal tersebut, Wakil Ketua KPK, Bambang Widjojanto, menyatakan isu revisi KPK sudah tidak layak dilanjutkan lagi. "Apa yang dikemukakan SBY sudah clear betul," kata Bambang di Kantor KPK, Jakarta, Senin 8 Oktober 2012.
Bambang melanjutkan mengenai masa tugas penyidik di KPK, telah disepakati adalah empat tahun. Setelah itu, akan ada pendidikan dan bisa dikembalikan ke KPK lagi. "Opsi mengenai penyidik KPK juga dalam bagian keputusan dan itu akan diatur kembali dalam peraturan pemerintah," ujarnya. Lebih jauh soal materi yang direvisi, baca di sini.
Sikap DPR
Ketua Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat, Gede Pasek Suardika, mendukung penilaian Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang menyebut revisi Undang-undang Komisi Pemberantasan Korupsi saat ini kurang tepat. Rencana revisi itu, sangat mungkin untuk dibatalkan.
"Bisa saja itu dibatalkan kalau memang dinilai justru melemahkan KPK," kata politikus Demokrat itu saat berbincang dengan VIVAnews, Senin malam, 8 Oktober 2012.
Menurut dia, dalam proses pembahasan UU KPK ini, ada dua poin penting yaitu masalah teknis dan substansi. Dari segi teknis, rancangan UU KPK telah dimasukkan ke Prolegnas sejak 2010. Bahkan, sudah jalan di Badan Legislasi. Meski demikian, kata dia, pembahasan UU KPK itu bisa ditinjau ulang. "Ini prosesnya masih awal, masih jauh," tutur dia.
Selain itu, Pasek menambahkan, secara substansi isi revisi UU KPK ini belum menjadi kesepakatan antar fraksi di DPR. "Masih berupa draf, sehingga mudah saja kalau memang ingin dibatalkan," katanya.
Pembatalan pembahasan revisi UU KPK ini akan semakin mudah. Karena, menurut Pasek, sejumlah fraksi telah berkirim surat kepada pemerintah yang pada intinya ingin pembahasan revisi UU KPK ini dihentikan.
Ketua Panitia Kerja Rancangan Undang-undang Komisi Pemberantasan Korupsi, Aziz Syamsuddin, menegaskan bahwa yang bisa menarik RUU itu adalah Badan Legislasi dan pemerintah. Penarikan RUU KPK dari program legislasi nasional dapat dilakukan di Rapat Paripurna DPR.
"Komisi III dalam posisi menjalankan konstitusi. Masalah menarik atau tidak itu, silakan. Kalau pemerintah mau tarik, silakan tarik dari prolegnas. Tariknya bukan dengan menarik di Komisi III, nanti di rapat paripurna dan Badan Musyawarah," ujar Aziz di Gedung DPR, Jakarta, Selasa, 9 Oktober 2012.
Aziz menegaskan bahwa RUU KPK yang saat ini berada di Baleg masih pada tahapan mekanisme saja. "Dalam proses sekarang ini kita belum membahas substansi. Substansi ini nanti setelah proses di Paripurna dan Bamus. Jadi jangan kita lompat terlalu jauh. Ini tahapannya masih tahapan mekanisme, belum tahapan substansi," kata dia. (viva)