Redaksi Iklan Pemasaran : Komplek Ruko Stadion Brawijaya  Jl. Ahmad Yani D-6  Kediri
Telp.(0354)-7000500 Fax. 0354 – 692543  E-mail : redaksi@majalahbuser.com
copyright . 2011 @ majalahbuser.com
Welcome to Our Website   www.majalahbuser.com
Redaksi Iklan Pemasaran : Komplek Ruko Stadion Brawijaya  Jl. Ahmad Yani D-6  Kediri
Telp.(0354)-7000500 Fax. 0354 – 692543  E-mail : redaksi@majalahbuser.com
copyright . 2012 @ majalahbuser.com
Jakarta - Meskipun Komisi Pemberantasan Korupsi terus menangkapi para penilep uang negara, para koruptor tak kunjung jera. 
Tercatat ada 2.000-an ribuan transaksi anggota Dewan disorot oleh Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan.

Menurut Muhammad Yusuf, kepala lembaga itu, baru sekitar seribu transaksi yang selesai dianalisis. Dari situ, muncul sekitar sepuluh nama anggota Dewan yang terindikasi melakukan transaksi mencurigakan. Umumnya mereka adalah anggota Badan Anggaran
Menteri Keuangan Agus Martowardojo bersama Menteri PPN-Kepala Bappenas Armida Alisjahbana (kiri), saat mengikuti rapat kerja dengan Badan Anggaran, di Gedung MPR/DPR, Jakarta, Selasa, 3 Juli 2012
Selasa, 04 September 2012

Ada Pencairan Rp 20 Triliun Cek Mencurigakan 
Menurut Yusuf, daftar itu sudah diserahkan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi bersama nama-nama yang diduga terlibat perkara Wisma Atlet SEA Games Palembang dan kasus lain. Totalnya ada 18 nama. Yusuf menolak memastikan apakah satu dari 18 pemilik rekening itu Mirwan Amir. "Tanyakan saja kepada KPK," katanya. Ia memastikan jumlah itu akan bertambah karena sekitar seribu transaksi lain masih terus disigi.

Transaksi yang membuat alarm Pusat Pelaporan berdering tak cuma transfer antar-rekening, setor, dan tarik tunai. Mereka yang bertransaksi lewat cek pelawat terpantau pula. Pusat Pelaporan, menurut sejumlah sumber, baru selesai menghitung pencairan Mandiri Traveler''s Cheque oleh pejabat negara selama sepuluh tahun terakhir. Akumulasi nilai cek pelawat yang dicairkan sungguh mencengangkan: hampir Rp 20 triliun. Artinya, rata-rata Rp 2 triliun per tahun.

Cek pelawat lebih ringkas. Ketimbang membawa uang satu koper, lebih gampang menenteng satu amplop cek. Toh, atas alasan praktis pula masih banyak yang mengalirkan rasuah atau gratifikasi kepada anggota DPR lewat setor tunai dan transfer. Cara ini dilakukan salah satunya dengan memutar transfer lewat anggota staf atau anggota keluarga atau orang lain untuk menyamarkan transaksi.

Dalam banyak kasus, fulus itu pelicin dalam mengurus anggaran. Kewenangan super DPR dalam penentuan anggaran menyebabkan orang berbondong-bondong ke Senayan. Satu yang telah terungkap adalah kasus alokasi dana pengembangan infrastruktur daerah yang melibatkan anggota Badan Anggaran, Wa Ode Nurhayati.

Nurhayati mengaku memiliki rekening berisi Rp 10 juta dari total kekayaan Rp 5,5 miliar pada 2009. Isi rekeningnya membengkak jadi Rp 50,5 miliar pada September 2011. Sebanyak Rp 6,2 miliar disetor sekitar November 2010. Menurut jaksa di persidangan perkaranya, duit itu merupakan pelicin dari pengusaha agar sejumlah daerah yang "dipesan" menerima kucuran dana infrastruktur. Nurhayati mengatakan duit di rekeningnya hasil usaha dan pindah buku.

Sebagai anggota DPR, Nurhayati semestinya menerima gaji sekurang-kurangnya Rp 51,5 juta tiap bulan. Bila dia ketua komisi, gajinya mencapai Rp 54,9 juta. Dihitung-hitung selama dua tahun dia duduk jadi wakil rakyat, total gajinya jauh di bawah total isi rekeningnya. Di persidangan bahkan terungkap ia mengeluarkan Rp 9 miliar untuk membeli telepon seluler dan pulsa dari satu penjual.

Transaksi Gendut Para Politikus Senayan 

Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan meneliti ribuan transaksi anggota Dewan. Lalu lintas rekening milik belasan anggota Badan Anggaran dicurigai.  Dari sebuah kantor perusahaan penggergajian yang kini sudah mangkrak di tepi Sungai Kapuas, Pontianak, contohnya, mengalir miliaran rupiah ke rekening Mirwan Amir, politikus Partai Demokrat, yang mundur dari posisi Wakil Ketua Badan Anggaran Dewan Perwakilan Rakyat pada Mei lalu.

dikutip dari Sumber Tempo mencatat, pada Maret 2011, seorang perempuan bernama Dina mengirim Rp 150 juta ke rekening itu. Selama April-Mei tahun lalu, pengirim dengan nama yang sama mentransfer sekitar Rp 3 miliar dalam belasan transaksi, masing-masing Rp 214 juta. Belum jelas maksud pengiriman uang tersebut. Transaksi ini, menurut sumber yang sama, dicurigai Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan, yang kemudian melaporkannya ke Komisi Pemberantasan Korupsi.

Lalu lintas dana di rekening Mirwan tak cuma melibatkan Dina. Di rekeningnya tercatat nama seorang pengusaha hotel. Ada juga setoran melalui dua anggota stafnya di DPR. Kemudian ada transaksi dengan koleganya di Badan Anggaran. Pada Juni 2011, seorang pengusaha periklanan juga menyetor Rp 500 juta. Tak cuma menghimpun dana, Mirwan terdeteksi berbelanja tiga mobil mewah. Namun semuanya diatasnamakan orang lain. Pada Januari 2011, ia membeli Range Rover senilai Rp 2,1 miliar secara kredit lewat perusahaan di Jalan Fatmawati, Jakarta. Setelah membayar uang muka, Mirwan langsung melunasi pembelian pada pembayaran kedua atau ketiga. Mobil buatan Inggris itu tercatat atas nama adiknya, Amrinur Okta Jaya.

Kepada wartawan, Senin pekan lalu, Mirwan tak menyangkal telah membeli tiga mobil itu. "Itu memang mobil adik saya. Adik sama abang salahnya apa, sih? Itu adik saya minta tolong," ujarnya. Menurut Mirwan, uang yang dipakai buat membeli mobil pun berasal dari sumber yang halal. Amrinur Okta, seperti dikutip Detik, mengatakan mobil-mobil itu dibeli dengan uangnya.

Soal setoran dari sejumlah pengusaha, wartawan mengirimkan surat permohonan wawancara untuk meminta penjelasan Mirwan. Di rumahnya di kawasan Bintaro, seorang perempuan yang bekerja di situ mengatakan sudah beberapa hari bosnya tak pulang. Ditunggui di rumahnya hingga Sabtu dinihari, ia tak juga nongol. Menurut Sekretaris Fraksi Demokrat Saan Mustopa, Mirwan sudah mengetahui permohonan itu. Ia juga tidak bisa ditemui di kantornya. Seorang anggota staf Fraksi Demokrat mengatakan Mirwan absen sejak Selasa.

Dua ribuan transaksi anggota Dewan disorot Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan. Menurut Muhammad Yusuf, kepala lembaga itu, baru sekitar seribu transaksi yang selesai dianalisis. Dari situ, muncul sekitar sepuluh nama anggota Dewan yang terindikasi melakukan transaksi mencurigakan. Umumnya anggota Badan Anggaran. (tempo)

      Berita Nasional :

      Berita Daerah  :