"SHM telah ditetapkan tersangka karena diduga sebagai orang yang memberikan suap Rp 3 miliar ke penyelenggara negara yaitu Bupati Buol," kata Ketua KPK, Abraham Samad dalam jumpa pers di kantornya, Rabu 8 Agustus.
Abraham mengatakan KPK memiliki fakta dan alat bukti yang menguatkan bahwa Hartati memberikan suap pada Bupati Amran. Penyuapan itu diduga berkaitan dengan pengurusan hak guna lahan sawit milik perusahaannya di Kecamatan Bukal, Kabupaten Buol.
"Pemberian dalam dua tahap yakni pada 18 Juni lalu sebesar Rp 1 miliar, kemudian pada 26 Juni Rp 2 miliar," katanya.
Kasus suap ini terungkap setelah KPK mencokok General Manager PT Hardaya Inti Plantation, Yani Anshori, di, 26 Juni lalu. Ia diduga mengantar duit suap untuk Bupati Amran. Sehari kemudian, KPK menangkap Direktur Operasional PT Hardaya Gondo Sudjono di Bandara Soerkano Hatta. Keduanya ditetapkan sebagai tersangka. Kemudian, Amran juga ditetapkan menjadi tersangka.
"Kesimpulan kami ini berdasarkan alat bukti," ujar Abraham. Penahanan Hartati akan dilakukan setelah penyelidikan rampung. Ia berharap Hartati bersikap kooperatif dengan penetapan tersangkanya yang diteken sejak Senin 6 Agustus 2012.
Sebelum KPK menetapkannya menjadi tersangka, Hartati ternyata sudah menyiapkan tim pengacaranya yang terdiri dari Denny Kailimang, Tumbur Simanjuntak, Bambang Hartono, Patra M. Zen, dan M Yanti Nurdin. Lewat kuasa hukumnya, Hartati menegaskan bahwa dia tak layak ditetapkan menjadi tersangka.
Tim pengacara Hartati mengungkapkan bahwa keterangan saksi yang sudah diperiksa KPK, antara lain Totok Listiyo, Arim, Bambang AS, dan Kirana, terdapat fakta-fakta hukum yang perlu dicermati. Ada lebih dari tiga alasan yang diungkapkan tim pengacara Hartati.
Pertama, perusahaan milik Hartati tak pernah berupaya menyuap Bupati Amran terkait dengan keberadaaan perusahaan di kabupaten Buol. Faktanya, lanjut mereka, terjadi ganguan keamanan berulang terkait dengan operasi perusahaan, dan gangguan terhadap lahan perkebunan milik perusahaan.
Kedua, menjelang Pemilukada, bulan Juli 2012, "Amran Batalipu yang juga mencalonkan kembali menjadi calon bupati Kabupaten Buol memaksa dan berulangkali meminta PT HIP melalui direksi dan staf PT HIP memberikan uang untuk kepentingan pribadinya," tulis tim pengacara dalam siaran pers yang diterima Tempo, Rabu, 8 Agustus 2012.
Ketiga, terkait adanya keterangan dari Amran Batalipu yang mencoba mengkaitkan Hartati Murdaya dengan kasus ini, tim pengacara menyatakan "Tidak benar ada perintah dari Hartati Murdaya kepada direksi danatau karyawan PT HIP untuk menyuap Amran Batalipu," katanya.
Hartati juga menegaskan tidak pernah mengundang Amran ke Jakarta."Sebaliknya Amran Batalipu yang justru memaksa dan meminta-minta dapat bertemu Hartati Murdaya agar permintaan uang untuk kepentingan pribadinya dipenuhi," ujar pengacara. Kemudian, staf PT HIP tidak pernah menjemput dan membiayai kedatangan Arman Batalipu ke Jakarta.
"Atas dasar fakta-fakta tersebut, amat tidak relevan dan tidak valid jika ada seruan atau permintaan pihak-pihak yang meminta KPK untuk menetapkan Hartati Murdaya sebagai tersangka, karena di satu sisi, yang bersangkutan tidak tahu dan tidak terlibat sama sekali dalam kasus ini dan di sisi lain, PT HIP adalah korban pemerasan," tegas mereka.
Tim pengacara Bupati Amran membantah tudingan kubu Hartati yang menyebutkan kliennya memeras. "Bagaima memeras, dia kasih uang. Mereka yang kejar-kejar kita, mereka kasih uang," ujar salah satu pengacara, Amat Y Antedaim pada Tempo, Rabu, 8 Agustus 2012.
Buktinya, kata Amat, ada beberapa kali sesi pembicaraan antara Amran dan Hartati. "Dalam artian, ada survei (kelayakan) dulu dari LSI, baru dikasih uang. Ini laah fakta klien saya tidak memeras," ujar Amat.
Apalagi, tambah Amat, penyerahan duit sumbangan itu disaksikan oleh Hartati dan Direktur LSI. "Sekedar informasi saja, Untuk bantuan Pilkada, banyak saksi mendukung. Termasuk saat menyerahkan uang," katanya. (tempo)