"Semua sudah diplot. Tak ada satu pun daerah yang tak diplot (guna mendapatkan jatah)," katanya di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta.
Nurhayati menjelaskan, pembagian itu tergambar dalam dokumen pembahasan penggunaan DPID untuk 126 daerah pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2011. Dokumen tersebut terdapat dalam komputer jinjing Nando, Kepala Subbagian Rapat Sekretariat Badan Anggaran, yang disita Komisi Pemberantasan Korupsi sejak 10 Februari lalu.
Di situ, penerima jatah diberi tanda dengan huruf, angka, dan warna. Simbol warna untuk partai-partai: huruf P1-P4 untuk empat pemimpin Badan Anggaran, sedangkan K sandi lima pemimpin DPR.
Dalam dokumen tertulis, K1 mendapat jatah proyek senilai Rp 300 miliar, sedangkan K2, K3, K4, dan K5 masing-masing Rp 250 miliar. "Itu bukan saya yang bilang, tapi dari berita acara pemeriksaan Nando," ucap Nurhayati.
Juru bicara KPK, Johan Budi S.P., memastikan lembaganya terus mengembangkan pengusutan kasus DPID. Salah satu bahannya digali dari fakta persidangan Nurhayati.
"Akan dilihat sejauh mana proses persidangan, apakah muncul fakta-fakta baru atau keterangan, baik dari terdakwa maupun saksi yang dihadirkan," ucapnya.
Ketua DPR Marzuki Alie, yang disebut bersimbol K1 dan mendapat jatah proyek senilai Rp 300 miliar, dengan tegas membantah. Ia balik meminta Nurhayati membuktikan hal itu.
Para pemimpin Badan Anggaran juga membantah tudingan itu. Kepada penyidik, mayoritas mereka mengakui usulan daerah penerima plus besaran anggaran datang dari fraksi.
"Fraksi menyampaikan nama daerah penerima DPID beserta besaran dananya," kata Tamsil Linrung. Mirwan Amir dan Olly Dondokambey memberi penjelasan senada. "Penentuan alokasi sesuai rapat fraksi dan kesepakatan tentang pembagian tersebut," kata Olly
Adapun Melchias Marcus Mekeng memberikan penjelasan berbeda. Kata dia, penyusun draf DPID disesuaikan dengan proposal yang tak harus diajukan anggota dan pimpinan Badan Anggaran. "Tapi bisa langsung dikirim ke DPR atau pemerintah." (tempo.co)