Kondisi ini mengulang perdebatan pembahasan RUU Pemilu Legislatif yang belum lama ini disahkan. Pada ahirnya isu krusial dalam RUU Pemilu itu dapat diselesaikan di internal koalisi seperti besaran Parliamentary Threshold (PT), cara penghitungan suara, termasuk besaran daerah pemilihan.
Kali ini, koalisi akan dihadapkan persoalan yang tak kalah pelik. Salah satunya terkait besaran batas ambang syarat pencalonan presiden di kursi di parlemen (presidential threshold). Partai menengah ke bawah menginginkan penurunan batas ambang dari 20 persen dalam Pemilu Presiden 2009. Namun, partai besar cenderung di angka 15-20 persen.
Ketua Umum DPP Partai Demokrat Anas Urbaningrum mengatakan persyaratan pengajuan capres oleh partai politik atau penggabungan partai politik dalam Pemilu 2009 lalu dinilai terlalu berat. Menurut dia, syarat pencalonan presiden dalam Pemilu 2014 mendatang di kisaran 15 persen kursi DPR dan 15 persen suara sah nasional.
"Angkanya seperti Pemilukada, tidak gampangan, tapi tidak menutup kesempatan. Cukup serius untuk modal awal," ujar Anas di Jakarta, Jumat (18/5/2012).
Begitu juga dengan Partai Golkar, partai ini mengusulkan agar presidential threshold tidak mengalami perubahan alias tetap di angka 20 persen.
"Kita tetap 20 persen, karena semua itu sudah berjalan sebaik-baiknya. Ya tentunya capres yang kita harapkan bisa 4-5 capres yang bisa masuk untuk meramaikan pilpres 2014," kata Ketua Fraksi Golkar DPR, Setya Novanto
Hal senada juga disampaikan Partai Amanat Nasional (PAN). Partai pimpinan Hatta Rajasa ini mengusulkan jalan tengah besaran presidential threshold di angka 15 persen kursi DPR RI. "Idealnya 15 persen, tapi PAN siap membahas, kalau 15 itu saya kira 4 calon, saya kira itu bisa menyederhanakan," ujar Ketua DPP PAN Tjatur Sapto Edy.
Yang mengejutkan usulan dari Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Partai pimpinan Abdul Muhaimin Iskandar ini mengusulkan besaran presidential threshold di angka 25 persen kursi DPR. "PKB ingin menaikkan presidential threshold menjadi 25 persen," ujar fungsionaris DPP PKB Abdul Malik Haramain.
Namun, empat suara di partai koalisi itu tak sejalan dengan partai koalisi lainnya. Seperti Partai Persatuan Pembangunan (PPP) yang mengusulkan agar presidential threshold di angka 3,5 persen alias sama dengan parliamentary threshold (PT) dalam pemilu legislatif.
"PPP mengusulkan presidential threshold di angka 3,5 persen," ujar Sekretaris Jenderal DPP PPP Muhammad Romahurmuziy.
Dia menegaskan dengan langkah ini, partai yang lolos PT dapat mengajukan calonnya dalam Pemilu Presiden. Dia menampik anggapan bila besaran presidential threshold kecil maka akan memunculkan banyak calon presiden. "Itu terbukti di Pemilu Presiden 2004 lalu, meski persyaratan presidential threshold rendah namun yang maju hanya lima pasang calon," tutur Romi.
Begitu pula dengan PKS yang sejalan dengan PPP agar presidential threshold disamakan dengan angka parliamentary threshold sebesar 3,5 persen.
"Kami akan mendorong supaya ambang batas itu disamakan dengan parliamentary threshold. Menurut saya ambang batas calon presiden disamakan dengan PT, setiap partai lolos PT berhak mencalonkan," ujar Sekjen DPP PKS Anis Matta.
Peta sementara partai-partai koalisi ini jelas sedikit banyak akan memantik pergolakan di internal koalisi. Polemik yang mencuat di internal koalisi saat pembahasan RUU Pemilu beberapa waktu lalu diprediksikan akan kembali mencuat dalam pembahasan RUU Pemilu Presiden.
Kendati demikian, resonansi politik dalam pembahasan RUU Pemilu Presiden ini tak sedramatis pembahasan RUU Pemilu legislatif. Karena bagaimanapun, partai politik akan cukup realistis dalam mengajukan kadernya sebagai kandidat presiden atau wakil presiden. Meski, pembahasan RUU Pilpres ini bakal menjadi peta awal kemana arah koalisi dalam Pemilu 2014 mendatang. [inilah]