Redaksi Iklan Pemasaran : Komplek Ruko Stadion Brawijaya  Jl. Ahmad Yani D-6  Kediri
Telp.(0354)-7000500 Fax. 0354 – 692543  E-mail : redaksi@majalahbuser.com
copyright . 2011 @ majalahbuser.com
Welcome to Our Website   www.majalahbuser.com
Redaksi Iklan Pemasaran : Komplek Ruko Stadion Brawijaya  Jl. Ahmad Yani D-6  Kediri
Telp.(0354)-7000500 Fax. 0354 – 692543  E-mail : redaksi@majalahbuser.com
copyright . 2012 @ majalahbuser.com
Kediri - majalahbuser.com, Pasangan suami-istri, Slamet Pamuji (41) dan Kristina (36) hidup dalam keadaan yang mengenaskan. Mereka berdua penyandang cacat tuna netra yang hidup miskin. Tetapi ironisnya, bantuan pemerintah, justru luput dari mereka.

Tinggal di rumah kecil, areal Pasar Pesantren, Kota Kediri, Slamet Pamuji dan Kristina tampak tegar. Ketika wartawan datang, keduanya tengah bersama Sulastri (57), ibu Kristin. Pamuji dan istrinya duduk berdua di kursi panjang. Sedangkan bu Sulastri berada diatas tempat tidur tanpa kasur, yang juga sebagai ruang tamu.
Jum'at, 20 April 2012

Kisah Mengharukan dari Kediri
Pasutri Buta Luput dari Bantuan
pamuji dan kristina

"Silahkan duduk. Maaf, ruangnya berantakan. Masih dalam keadaan berkabung dan belum sempat bersih-bersih. Ayah Kristin baru saja meninggal dunia, genap tujuh harinya," kata Pamuji, begitu sapaannya, mempersilahkan wartawan duduk, Kamis (19/04/2012).

Pamuji menempati rumah mertuanya itu sejak menikah, pada tahun 2005 silam. Semula mereka tinggal berempat bersama almarhum ayah Kristin yaitu, pak Suryanto. Tetapi setelah mantan pegawai pabrik rokok PT. Gudang Garam Tbk Kediri itu meninggal dunia, rumah berukuran 5X6 meter tersebut hanya ditempati mereka bertiga.

Sehari-hari Pamuji hidup sebagai pemain musik. Hampir semua alat musik mampu kuasai. Mulai dari, gitar, orgen hingga seruling. Diantara alat musik tersebut, orgenlah yang paling digamari. Kemampuannya memainkan alat musik ia dapat dari bangku sekolah. Pamuji masuk SDLB, pada tahun 1975. Kemudian meneruskan ke SPMLB di Desa Bulupasar, Kecamatan Pagu, Kabupaten Kediri, selama dua 2,5 tahun.

Ketika duduk di bangku SMPLB ini, Pamuji kenal dengan Kristin. Mereka satu sekolahan. Lulus SMPLB pun, Pamuji tidak berhenti sekolah. Dia meneruskan pendidikannya ke Panti Sosial Bina Mitra (PSBM) Janti yang ada di Malang. Kurang lebih dua tahun dia menjalani masa penggemblengan. Disana, kreativitas Pamuji diasah.

Pamuji mengembangkan kemampuannya dengan ikut dalam sebuah kelompok orkes. Kemudian memberanikan diri untuk tampil ke beberapa tempat hajatan. "Awal-awalnya hanya ikut main di tempat-tempat hajatan. Tidak ada bayarannya. Hanya diberikan makan. Tetapi sudah sangat senang sekali," kenang Pamuji.

Setelah berulang kali tampil, Pamuji semakin terkenal. Dia kerap memperoleh order baik, bermain musik maupun bernyayi. Lalu ia memberanikan diri untuk mempersunting Kristina. Acara pernikahan mereka dilangsungkan secara sederhana. Mereka menjadi rekan kerja yang kompak. Pamuji bermain musik. Sementara istrinya bernyanyi. Seperti halnya Pamuji, kemampuan Kristina juga didapat dari sekolah. Tidak kalah dengan penyanyi normal lainnya, suara Kristina sangat merdu dan enak didengar

Tarif bermain musik Pamuji setiap tampil sebesar Rp 200 ribu. Tetapi, biaya itu sudah beserta alat musik elekton. Maklum, sampai saat ini, ia belum memiliki alat. Sehingga harus bermain musik dengan kelompok elektone. Katanya, pemakai jasa elektone, biasanya mengikuti momen. Hanya pada saat tertentu misalnya, tahun baru atau musim pernikahan, biasa memesan.

"Sebulan, paling banyak main empat kali. Tetapi bulan ini sepi. Sampai hari ini belum ada order. Tanggal 22 April mendatang baru ada pemesan dari Blitar sana. Namanya rejeki, harus disyukuri seberapapun besar-kecilnya," ucapnya. Kata Pamuji, saat ini banyak sekali pesaing. Dia mengakui kalah bersaing dengan para pemain baru yang lebih menarik.

Pamuji berharap suatu saat nanti memiliki alat musik elektone sendiri. Sehingga mereka bisa mandiri. Tidak seperti saat ini. Mereka masih menggantungkan jasa orang lain. Tetapi sayangnya, tidak pernah ada bantuan dari pemerintah. Dia mengaku, akan sangat senang sekali jika Pemerintah Kota (Pemkot) Kediri bisa mengabulkan keinginannya.

"Jangankan bantuan alat musik, bantuan beras pun kami sering dilewati," sahut Kristin, sambil tersenyum. Sudah semestinya keluarga Pamuji dan Kristin mendapatkan itu. Apalagi, pemerintah pusat sering mengultimatum supaya program-program bantuan sosial bisa meringankan beban masyarakat miskin seperti Pamuji.

Sebenarnya, selain bermain musik elektone, Pamuji juga menjadi tukang pijat. Tetapi hasil dari jasa memijatnya tidak terlalu membantu perekonomiannya yang miskin. Katanya, dalam satu bulan, tidak mesti dapat order pijat seorang pun. Apalagi, di sekitar rumahnya, banyak sekali tukang pijat. Sehingga dia harus bersaing dengan mereka.

"Semestinya mereka memperoleh bantuan. Tetapi, tidak pernah dapat. Seperti bantuan beras, memang diperuntukkan bagi keluarga miskin. Coba saja, besok waktu pembagian, kami akan datang kesana," kata Ny Sulastri. (beritajatim)
      Berita Daerah  :

      Berita Nasional :