Solidaritas itu terulang lagi di Filipina ketika pulau-pulau bagian tengah di negeri itu akhir pekan lalu hancur lebur oleh amukan Topan Haiyan. Banyak jiwa terenggut dan mereka yang selamat kehilangan tempat tinggal. Namun, dalam hitungan jam, bencana itu menyebar pesat ke penjuru dunia melalui jejaring sosial seperti Twitter dan Facebook dan berbagai simpati mengalir ke laman-laman sejenis disertai dengan kesiapan bantuan logistik dan darurat.
Perasaan duka yang mendalam tidak hanya dirasakan oleh Presiden Filipina, Benigno Aquino, dan rakyatnya. Kesedihan turut dirasakan oleh para pemimpin dunia dan juga masyarakat internasional atas bencana yang diembuskan Haiyan, yang dinilai kalangan pengamat sebagai topan terdahsyat yang pernah mereka pantau. Seperti pada aksi-aksi kemanusiaan sebelumnya, untuk solidaritas bencana ini, perbedaan budaya dan keyakinan dikesampingkan. Mulai dari negara-negara Arab, Barat, hingga Tahta Suci Vatikan telah memberi simpati dan dukungan bagi para korban topan di Filipina bagian tengah ini.
Laman GMA Network, Senin 11 November 2013 melansir beberapa pernyataan para pemimpin dunia seperti Presiden Amerika Serikat (AS), Barack Obama, hingga Perdana Menteri Australia, Tony Abbott. Obama pada Senin waktu Manila menyampaikan simpati mendalamnya bagi seluruh warga Filipina akibat banyaknya korban jiwa yang berjatuhan setelah diterjang Topan Monster Haiyan atau di Filipina kerap disebut Yolanda. Pernyataan dukanya itu tertulis dalam situs Gedung Putih.
Gema duka yang dirasakan oleh warga Filipina, turut terasa hingga di Uni Emirat Arab. Presiden UAE, Shaikh Khalifa Bin Zayed Al Nahyan, mengirimkan pesan kepada Aquino dan berisi rasa dukanya yang mendalam bagi korban Topan Yolanda. Selain ucapan duka, Pemerintah UAE turut mengucurkan dana senilai US$10 juta atau Rp114 miliar bagi warga Filipina. Indonesia pun secara cepat juga langsung mengerahkan bantuan bagi Filipina, tetangganya di sebelah utara.
Presiden, RI Susilo Bambang Yudhoyono, Minggu 10 November 2013, memerintahkan jajarannya untuk mempersiapkan bantuan kemanusiaan bagi Filipina yang dilanda bencana. “Presiden RI telah memerintahkan Kepala BNPB Syamsul Maarif agar mempersiapkan bantuan untuk korban siklon di Filipina,” kata Kepala Pusat Data Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana, Sutopo Purwo Nugroho.
Menindaklanjuti instruksi Presiden itu, Kepala BNPB menghubungi Duta Besar RI di Filipina dan berkoordinasi dengan Kementerian Luar Negeri, Kementerian Kesehatan, Badan SAR Nasional, Polri, serta ASEAN. BNPB juga berkoordinasi dengan TNI terkait penggunaan pesawat Hercules C-130 untuk mengangkut logistik. BNPB pun mempersiapkan logistik dan personel yang hendak dikirim ke Filipina.
Sementara itu, Sekretaris Jenderal ASEAN, Le Luong Minh, mengatakan telah mengontak Menteri Luar Negeri Filipina, Albert Del Rosario dan menyampaikan bahwa organisasi ASEAN siap membantu melalui Badan Pusat Penanganan Koordinasi Bantuan Kemanusiaan (AHA Centre). "ASEAN bahu-membahu membantu Filipina melalui masa sulit ini dan kami siap menunjukkan semangat ASEAN menunjukkan rasa kepedulian terhadap warga mana pun di kawasan ini," ungkap Le.
Pemimpin Umat Katolik sedunia, Paus Fransiskus pun turut berdoa bagi warga Filipina dari Vatikan. Dilansir laman Inquirer, Fransiskus meminta Umat Katolik lainnya pada Minggu kemarin untuk memberikan bantuan nyata kepada ratusan ribu warga Filipina yang terpaksa menjadi tuna wisma akibat tersapu Topan Haiyan. Lebih dari 60 ribu orang turut bergabung bersama Paus untuk mendoakan korban Topan Haiyan di alun-alun St Peter.
Organisasi Dokter Tanpa Batas (MSF) juga sudah mengirimkan bantuan berupa dua pesawat kargo berisi obat-obatan dan barang bantuan ke Filipina. Tim pertama dilaporkan telah tiba di kota Cebu sejak hari Sabtu, 9 November lalu. Hal itu disampaikan perwakilan MSF, dalam siaran pers yang diterima VIVAnews, Senin 11 November 2013. Selain itu mereka turut mengirim 30 personil tambahan termasuk personil medis, logistik dan psikolog yang akan tiba dalam beberapa hari ke depan.
Sayang, distribusi bantuan ini akan terhambat karena akses menuju ke lokasi bencana di kota Tacloban sangat sulit. Hal itu diakui oleh perwakilan UNICEF Filipina, Tomoo Hozumi. "Masalahnya akses ke daerah bencana masih terbatas, karena banyaknya infrastruktur dan alat komunikasi yang putus akibat dilanda topan," ujarnya. Hal serupa juga dialami oleh organisasi MSF. Mereka mengaku belum dapat mengkaji kebutuhan menyeluruh pengungsi lantaran akses mencapai wilayah bencana sangat sulit.
Masalah lain
Sementara itu, Pemerintah Filipina sendiri masih tidak percaya akan malapetaka yang disebabkan Topan Haiyan. Menteri Dalam Negeri Filipina, Manuel Roxas, bahkan benar-benar kehabisan kata-kata menggambarkan situasi di ibukota Tacloban, Provinsi Leyte, wilayah yang paling parah dihantam Haiyan.
"Dari atas helikopter, Anda dapat melihat dampak kehancuran yang diakibatkan Topan Haiyan. Dari tepi pantai hingga daratan, tidak ada satu pun bangunan yang masih berdiri kokoh. Ini benar-benar mirip dengan bencana Tsunami," ujarnya, merujuk gelombang maut Tsunami yang melumat wilayah-wilayah pesisir Samudera Hindia akhir 2004 silam
"Saya tidak tahu lagi bagaimana menjelaskan keadaan di sana. Benar-benar mengerikan," lanjut dia, seperti dikutip kantor berita Reuters. Sebanyak 70 sampai 80 persen area di Provinsi Leyte yang menjadi daerah terparah diterjang topan, hancur. Hingga kini tim penyelamat masih berjuang keras untuk menjangkau kota dan desa di bagian tengah Filipina yang tersapu topan yang di sana disebut Yolanda. Mereka berusaha mendistribusikan bantuan kepada para pengungsi yang masih bertahan hidup.
Menurut data dari PBB, sebagian besar pengungsi tidak memiliki persediaan makanan, air bersih atau obat-obatan. Beberapa pengungsi terlihat mengantri sebagian bantuan logistik berupa nasi dan air yang sudah berhasil didistribusikan. Sebagian lagi duduk dan hanya memandangi rumah mereka yang rata dengan tanah akibat tersapu topan. Sementara lainnya berjalan menyusuri jalan-jalan di kota Tacloban sambil menutup hidung.
Pasalnya bau mayat sangat menusuk indera penciuman usai kota tersebut dilanda Topan Haiyan. Operasi evakuasi pun terhambat karena jalan-jalan, bandara dan jembatan hancur terkena terjangan topan atau tertutup puing-puing bangunan. Sementara jumlah korban tewas yang sebelumnya telah mencapai 10 ribu jiwa, diprediksi bisa bertambah. Hal itu lantaran, petugas penyelamat belum mampu menjangkau daerah-daerah di pelosok di sekitar tepi pantai.
Tugas pihak berwenang di daerah bencana kini makin berat karena muncul masalah lain, yaitu penjarahan. Ketua Organisasi Palang Merah Filipina, Richard Gordon mengatakan massa menyerang truk organisasinya di Jembatan Tanauan, Provinsi Leyte yang membawa makanan, tenda, dan air bersih. "Ada beberapa pencuri yang beroperasi di sini," ujar Gordon.
Menurut sebuah laporan yang diturunkan harian Sun Star, truk itu membawa makanan dan air yang cukup bagi 25 ribu keluarga. Gordon lantas mencoba menghubungi polisi lokal untuk meminta tolong, tapi tidak ada satu pun orang yang menjawab teleponnya. Pengakuan adanya aksi penjarahan juga dibenarkan oleh Walikota Tacloban. Tecson John Lim. Menurutnya aksi penjarahan tidak bisa dicegah.
"Ada penjarahan di mal dan supermarket besar. Mereka mengambil semuanya, bahkan peralatan elektronik seperti televisi. Barang-barang itu akan diperdagangkan lalu uangnya digunakan untuk membeli makanan," ujar Lim. Namun, salah satu pelaku aksi penjarahan, Edward Gualberto, mengaku tidak dapat berbuat hal lain selain menjarah, karena perut dia dan keluarganya perlu diisi setelah tiga hari tak makan. "Saya sebenarnya orang yang baik. Tapi apabila Anda belum makan selama tiga hari, maka hal paling memalukan sekali pun akan dilakukan demi bertahan hidup," ujar Gualberto seperti dilansir laman GMA Network. (viva)