Aksi teror terhadap polisi itu bukan pertama kalinya. Dalam tiga bulan terakhir, selama kurun waktu Juli - September 2013, sudah lima polisi terkapar, menjadi korban penembakan misterius. Bripka Sukardi merupakan korban kelima. Empat kasus sebelumnya terjadi di Tangerang. Baru kali ini lokasinya di Jakarta, dan terjadi tepat di depan kantor KPK.
Untuk mencegah aksi serupa terulang, Menko Polhukam berencana mempersenjatai seluruh polisi di Indonesia. Itu satu opsi. Opsi lainnya adalah mengeluarkan peraturan agar polisi tidak bertugas seorang diri di lapangan. “Ada banyak cara untuk mengantisipasi tindakan kejahatan ini. Misalnya, polisi minimal harus berdua ketika bertugas dan dipersenjatai,” kata Djoko di kantor Kementerian Polhukam, Jakarta.
Menko Polhukam telah berkoodinasi dengan Kepala Kepolisian RI Jenderal Polisi Timur Pradopo untuk memburu pelaku aksi penembakan aparat ini. “Siapa-siapa yang dicurigai kan sudah ada database-nya di kepolisian. Pengejaran terhadap mereka tidak boleh kendor,” kata Djoko.
Sejauh ini, kepolisian belum bisa memastikan apakah penembakan Bripka Sukardi terkait dengan rangkaian penembakan sebelumnya di Tangerang. Djoko mengatakan masih terlalu dini untuk mengambil kesimpulan, karena proses penyelidikan dan perburuan pelaku masih berlangsung.
Polri telah membentuk dua tim. Yang pertama memburu dua buronan dari empat kasus penembakan polisi beberapa waktu lalu, dan tim kedua mengejar penembak Bripka Sukardi. “Penembakan ini harus kami ungkap secepatnya,” kata Kapolri.
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sendiri telah memberi instruksi khusus kepada Kapolri. “Polisi diminta mengejar dan membongkar motif di balik insiden tersebut,” kata Juru Bicara Presiden Julian Aldrin Pasha di Istana Negara.
Untuk mengungkapnya, Polri bekerja sama dengan kantor Menko Polhukam dan Badan Intelijen Negara. Selain itu, Polri menggelar razia besar-besaran dengan melibatkan TNI di berbagai area yang dianggap rawan, baik di Jakarta maupun luar Jakarta. Razia ini diharapkan mempersempit ruang gerak pelaku.
Kapolri melihat aksi teror terhadap anggotanya ini sudah sampai taraf sangat membahayakan. Namun, ia meminta seluruh polisi untuk tak ciut nyali. “Penembakan ini telah membahayakan petugas kepolisian. Kami tidak boleh mundur sedikitpun. Tidak boleh takut terhadap ancaman apapun,” kata Timur di rumah duka Bripka Sukardi di Asrama Polri, Cipinang, Jakarta Timur.
Bripka Sukardi, anggota Satuan Polisi Air Provost Badan Pemeliharaan dan Keamanan Mabes Polri, ditembak di depan kantor KPK pada pukul 22.15 WIB ketika sedang mengawal enam truk tronton bermuatan material ekskavator dari Tanjung Priok menuju kawasan Rasuna Said, Jakarta.
Almarhum saat kejadian berpakaian dinas dan mengendarai sepeda motor Honda Supra. Dia langsung tewas di tempat, terkapar dengan empat luka tembakan di pundak, lengan, dada, dan perutnya. Penembak Bripka Sukardi diduga merampas senjatanya, sebab senjata miliknya tak ditemukan saat olah tempat kejadian perkara usai penembakan.
Polri menduga pelaku penembakan lebih dari dua orang. Mereka berboncengan menggunakan dua sepeda motor. “Menurut keterangan saksi, mereka berjumlah empat orang, mengendarai sepeda motor Yamaha Vixion berwarna merah,” kata Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Metro Jaya Komisaris Besar Polisi Rikwanto.
Penembak terlatih
Polri menduga penembak Bripka Sukardi merupakan orang terlatih. Hal itu terlihat dari modus operandi pelaku dalam menyerang korban. “Bisa dilihat dari arah tembakan ke tubuh korban. Pelaku menembak ke bagian tubuh yang mematikan,” kata Kepala Divisi Humas Mabes Polri Inspektur Jenderal Polisi Ronny Franky Sompie dalam konferensi pers di Mabes Polri, Jakarta.
Empat luka tembak menunjukkan pelaku sudah terbiasa menggunakan senjata api. “Paling tidak pelaku sudah latihan meggunakan senjata itu,” ujar Ronny.
Bripka Sukardi ditembak dari arah depan, dari jarak dekat, sekitar dua-tiga meter. Ketika penembakan terjadi, sejumlah wartawan yang sedang berada di ruang pers KPK mengiranya suara letusan petasan. Namun, begitu melihat ada orang tergeletak di jalan raya, mereka langsung berlari turun dan menemukan Bripka Sukardi terkapar tewas. Pelaku yang dilihat mengendarai Yamaha Vixion berwarna merah kabur ke arah Mampang.
Kepala Barhakam Mabes Polri Komisaris Jenderal Polisi Badrodin Haiti mengatakan Bripka Sukardi ditembak dengan peluru kaliber 4,5 milimeter jenis FN. Peluru itu berbeda dengan yang digunakan dalam aksi penembakan polisi di Tangerang sebelumnya di mana peluru yang digunakan berkaliber 5 milimeter.
Usai penembakan itu, KPK segera menyerahkan rekaman CCTV mereka kepada Polri untuk membantu polisi melacak pelaku. Polri juga meminta rekaman CCTV di gedung-gedung di sepanjang Jalan HR Rasuna Said untuk mengidentifikasi pelaku.
Sasar polisi di jalan
Kriminolog Universitas Indonesia Muhammad Mustofa menduga penembakan di depan gedung KPK semalam terkait dengan rangkaian aksi penembakan polisi sebelumnya. Menurutnya, teror ini secara tegas dialamatkan untuk anggota Polri, namun dengan sasaran yang mulai bergeser.
“Sebelumnya pelaku mengincar pos polisi. Tapi, karena anggota polisi di pos-pos itu ditambah, kini mereka beralih mengincar anggota polisi yang ada di jalan,” kata Mustofa.
Ia menduga Bripka Sukardi sudah dikuntit sebelum ditembak. Soal lokasinya terjadi di jalan raya di depan gedung KPK, Mustofa berpendapat itu hanya kebetulan. Pelaku lebih mempertimbangkan tingkat keberhasilan eksekusi ketimbang lokasi.
Pelaku juga memilih tempat yang paling memberi mereka kesempatan untuk melarikan diri. “Itu pertimbangannya, bukan berhubungan dengan KPK atau ada siapa di KPK,” kata Mustofa.
Bila ingin menyampaikan pesan khusus kepada KPK, ujar Mustofa, pelaku seharusnya sudah memperhitungkan keberadaan kamera CCTV yang ada di sekitar gedung KPK. Tapi nyatanya, saat eksekusi dilakukan, pelaku justru tidak dapat menghindari kamera CCTV yang dapat mengidentifikasi mereka.
“Jadi kita tidak bisa mengatakan pemilihan tempat di KPK disengaja. Ini lebih kepada kondisi dan waktu yang memungkinkan pelaku untuk beraksi dan kabur,” kata Mustofa. (VIVA)