Sementara perilaku kejahatan kesebelas orang terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar ketentuan Pasal 9 UU No. 45 Tahun 2009 Tentang Perikanan yang diuraikan lebih lanjut pada pasal 85 sebagaimana undang-undang dimaksud.
Dimana, setiap orang yang dengan sengaja memiliki, menguasai, membawa, dan/atau menggunakan alat penangkap ikan dan/atau alat bantu penangkapan ikan yang mengganggu dan merusak keberlanjutan sumber daya ikan di kapal penangkap ikan di wilayah pengelolaan perikanan Negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).
Ironisnya lagi karena para terdakwa hanya dijatuhi vonis lima bulan pidana penjara dengan tidak memperhatikan dampak negatif tindakan kejatahan para terdakwa yang telah mengakibatkan terjadinya kerusakan fatal terhadap keberlangsungan pelestarian terumbu karang laut di sekitar perairan Taka Bajangan Tiga, Pulau Gusung, Desa Bontolebang, Kecamatan Bontoharu.
Yang lebih mengejutkan, vonis hukuman bagi para terdakwa jauh lebih ringan dari tuntutan jaksa yang semula mengancam para terdakwa dengan tuntutan tujuh bulan penjara.
Sampai-sampai tuntutan tujuh bulan penjara yang diancamkan jaksa penuntut umum dinilai sejumlah kalangan masih sangat ringan bila dibandingkan dengan ketetapan undang-undang No. 45 Tahun 2009 tentang perikanan yang secara tegas mengancam para pelaku illegal fishing dengan hukuman paling lama 5 (lima) tahun tahun dan denda paling banyak Rp. 2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).
Lebih jauh, tuntutan hukuman tujuh bulan penjara yang diancamkan jaksa penuntut umum dianggap menyimpang dari ketentuan pasal 8 UU No. 31 Tahun 2004 Tentang Perikanan.
Pasal tersebut sangat jelas menekankan bahwa setiap orang dilarang melakukan penangkapan ikan dan/atau pembudidayaan ikan dengan menggunakan bahan kimia, bahan biologis, bahan peledak, alat dan/atau cara, dan/atau bangunan yang dapat merugikan dan/atau membahayakan kelestarian sumber daya ikan dan/atau lingkungannya di wilayah pengelolaan perikanan Republik Indonesia.
Adapun ketentuan pidana atas pelanggaran pasal 8 diuraikan lebih lanjut pada Pasal 84 yang berbunyi “setiap orang yang dengan sengaja di wilayah pengelolaan perikanan Republik Indonesia melakukan penangkapan ikan dan/atau pembudidayaan ikan dengan menggunakan bahan kimia, bahan biologis, bahan peledak, alat dan/atau cara, dan/atau bangunan yang dapat merugikan dan/atau membahayakan kelestarian sumber daya ikan dan/ atau lingkungannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling banyak Rpl.200.000.000,00 (satu miliar dua ratus juta rupiah)”.
Keprihatinan mendalam dirasakan warga nelayan pesisisir Kabupaten Kepulauan Selayar yang menyayangkan betapa tidak adil dan tidak tegasnya lembaga peradilan negeri ini di dalam menuntaskan perkara pidana.
Padahal perbuatan para terdakwa telah nyata-nyata mengakibatkan luluh lantaknya 4.900 kilometer persegi kawasan terumbu karang laut di sekitar lokasi peledakan bom ikan yang secara administratif terletak di Pulau Gusung.
Dampak perbuatan para terdakwa dibuktikan dari hasil penyelaman dan pengangkutan barang bukti yang dilakukan tim gabungan terpadu Polres Kepulauan Selayar bersama unsur Dinas Kelautan & Perikanan, instruktur penyelam senior dari Balai Taman Nasional Takabonerate dan Selayar Island Resort yang masing-masing diwakili oleh Ronald Yusuf dan Mustaning.
Penyelaman yang berlangsung pada tanggal, 8 Juli 2013 tersebut dipimpin langsung Kapolres Kepulauan Selayar, AKBP. Moh. Hidayat B, SH.SIK.MH dengan melibatkan perwakilan aktivis lingkungan hidup dari lembaga Sileya Scuba Divers (SSD) yang diwakili oleh Patta Saleh
Dalam kegiatan penyelaman tersebut polisi berhasil mengangkat sejumlah barang bukti alat bantu kejahatan milik para pelaku diantaranya, botol berisi bom, ikan mati dan patahan terumbu karang yang rusak akibat ledakan bom ikan.
Berdasarkan hasil penyelaman hampir dapat dipastikan bahwa jumlah terumbu karang laut yang rusak akibat perbuatan para terdakwa mencapai luasan lima ribu kilometer persegi dengan luas lingkaran terumbu karang yang rusak mencapai 1540 meter.
Dengan sendirinya, ledakan bom ikan yang terjadi pada medio bulan Juni 2013 silam ini telah mengakibatkan hancurnya kurang lebih satu koma lima kilo meter persegi kawasan terumbu karang sehat.
Dari hasil perhitungan sementara, ikan mati akibat perbuatan para terdakwa mencapai kisaran empat puluh lima ton dengan rata-rata harga ikan empat puluh lima ribu rupiah perkilogram dikalikan harga ikan tertinggi dipasaran sebesar dua ratus ribu rupiah perkilogram.
Merujuk pada hasil perhitungan di atas, maka dapat dipastikan bahwa nilai kerugian negara yang diakibatkan oleh hancurnya karang tersebut mencapai sembilan milyar rupiah, belum termasuk nilai nominal karang yang hancur seluas seribu lima ratus empat puluh meter persegi.
Perhitungan ini didasarkan pada jumlah ikan mati yang mendiami satu kilo meter persegi terumbu karang laut di sekitar areal tempat kejadian peristiwa dengan rata-rata perkiraan mencapai tiga puluh ton ikan sehat dikalikan lima ribu kilo meter persegi, dikali harga ikan tertinggi dipasaran senilai dua ratus ribu rupiah perkilogramnya.
Sebagai akibat dari luluh lantaknya lima ribu kilometer persegi kawasan terumbu karang sehat di perairan Taka Bajangan Tiga. Maka dapat disimpulkan, bahwa ikan yang mati di lokasi ini mencapai taksiran seratus lima puluh ribu ton dikalikan rata-rata harga ikan dua ratus ribu rupiah perkilogram.
Perhitungan ini belum termasuk harga perkilogram terumbu karang yang rusak akibat perbuatan melanggar hukum yang dilakukan oleh para terdakwa. Seyogianya, terumbu karang merupakan tempat tumbuh dan berkembangnya ribuan jenis biota laut dengan keanekaragaman sumber daya alam hayati di sekitarnya.
Namun faktanya, para terdakwa cuma divonis lima bulan penjara. Sementara undang-undang darurat menyatakan pelaku penyalahgunaan bahan peledak diancam dengan hukuman pidana penjara seumur hidup atau hukuman penjara sementara setinggi-tingginya dua puluh tahun. (fadly syarif)