Redaksi Iklan Pemasaran : Komplek Ruko Stadion Brawijaya  Jl. Ahmad Yani D-6  Kediri
Telp.(0354)-7000500 Fax. 0354 – 692543  E-mail : redaksi@majalahbuser.com
copyright . 2011 @ majalahbuser.com
Welcome to Our Website   www.majalahbuser.com
Redaksi Iklan Pemasaran : Komplek Ruko Stadion Brawijaya  Jl. Ahmad Yani D-6  Kediri
Telp.(0354)-7000500 Fax. 0354 – 692543  E-mail : redaksi@majalahbuser.com
copyright . 2012 @ majalahbuser.com
Jakarta - Ketua Dewan Perwakilan Rakyat, Marzuki Ali ikut geram atas hasil otopsi salah satu jenazah TKI asal NTB, Herman. Marzuki menilai hilangnya beberapa organ tubuh ini merupakan kejahatan luar biasa dan melanggar Hak Asasi Manusia.

"Ini kejahatan HAM yang luar biasa keji. Saya pikir perlu diberi pelajaran," kata Marzuki Alie yang juga Wakil Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat ini, Kamis 26 April 2012.

Marzuki juga meminta kepada Komisi Nasional Hak Asasi Manusia untuk ikut mendorong keluarga korban agar mau menyelesaikan masalah ini. Sementara DPR, kata dia, akan menunggu komisi yang menangani TKI menindak lanjuti masalah ini.
Jum'at, 27 April 2012

Organ TKI Hilang, Malaysia Harus Diberi Pelajaran
DPR akan menunggu komisi yang menangani TKI menindak lanjuti masalah ini
"Meski diberi pelajaran tapi tanpa kekerasan. Namun dengan memanfaatkan hukum Internasional," kata Marzuki lagi.

Berdasarkan hasil otopsi, beberapa organ di tubuh Herman diketahui hilang. Informasi ini disampaikan Analis Politik Migrant Care, Wahyu Susilo.

"Kedua mata hilang, kepala terbelah-belah. Ada ditemukan plastik di kepala, dan beberapa alat operasi tertinggal dalam tubuh. Jika benar seperti itu, maka kecurigaan keluarga terbukti," kata Wahyu.

Sementara, Mabes Polri mengaku belum menerima laporan hasil otopsi terhadap jasad Herman yang mati ditembak kepolisian Malaysia. Polri berjanji akan terbuka menyampaikan hasil itu. Tidak akan ditutup-tutupi.


BNP2TKI: 5 Polisi Malaysia Tembaki 3 TKI

Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) di Negeri Jiran menemukan keterangan yang mengarah pada fakta bahwa tiga TKI asal Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat, tewas akibat berondongan peluru yang dimuntahkan lima polisi Malaysia. Mereka ditembak karena dicurigai akan merampok.

Pernyataan itu disampaikan Direktur Pengamanan Kedeputian Perlindungan BNP2TKI, Brigjen Pol Bambang Purwanto, dalam keterangan tertulis di Jakarta, Kamis, 26 April 2012. Bambang sempat berada di Malaysia pada 24-25 April 2012.

Untuk menelusuri prosedur penembakan tiga TKI yang tidak wajar itu, Bambang mengaku sempat mendatangi kepolisian di Malaysia. Kepolisian Negeri Jiran itu akan segera mengumumkan peristiwa tersebut.
“Mereka hanya menegaskan secepatnya dan soal persis waktunya tidak disampaikan,” tegas Bambang.

Menurut Bambang, penembakan pada tiga TKI terjadi di area Port Dickson (pelabuhan), Negeri Sembilan, Malaysia pada 24 Maret 2012 sekitar pukul 05.00 waktu setempat. Penembakan terjadi karena tiga TKI diduga akan merampok di kawasan Kampung Tampin Kanan Tinggi, Port Dickson, Negeri Sembilan. Bambang mengungkapkan, ketika diberondong tembakan, ketiga TKI diketahui polisi menggunakan masker wajah. Mereka juga membawa parang dan menggunakan sarung tangan.

Keterangan yang diperolehnya juga menyebutkan, para TKI berusaha melawan hingga polisi melepaskan tembakan berkali-kali ke bagian wajah dan tubuh atau dada, yang kemudian membuat ketiganya meninggal dengan cara mengenaskan.

Ia menambahkan, jasad para TKI lantas dibawa ke Rumahsakit Port Dickson, namun tidak langsung dilakukan tindakan otopsi langsung karena ketiadaan data diri. Otopsi baru dilakukan pada 26 dan 27 Maret 2012, setelah dinyatakan oleh Wildan selaku keluarga dekat para korban serta penegasan seorang majikan (pengguna) bernama Lim Kok Wee, yang juga mengenal Abdul Kadir sebagai pekerjanya.

Otopsi pertama pada 26 Maret dilakukan terhadap dua jenazah yaitu Abdul Kadir Jaeleni dan Herman. Jasad Abdul Kadir ditangani dokter Mohd Khairul Izzati Omar sedangkan dokter Muhammad Huzaifah Rahim mengotopsi jasad Herman. Selanjutnya pada 27 Maret, giliran jasad Mad Noor yang diotopsi dokter Safooraf.
”Hasil otopsi menyimpulkan mereka tewas oleh tembakan berkali-kali di bagian kepala maupun tubuh korban,” kata Bambang. Adapun sijil (sertifikat kematian) menyangkut ketiga TKI dikeluarkan rumah sakit pada 26 Maret untuk almarhum Abdul Kadir dan Herman, sementara almarhum Mad Noor sijilnya keluar pada 27 Maret.


Malaysia Bantah Organ Tubuh TKI Diambil

Malaysia membantah laporan dari Indonesia mengenai skandal pengambilan organ tubuh dari jenazah tiga TKI yang tewas ditembak dekat Port Dickson bulan lalu. Menurut pihak berwenang Malaysia, mereka adalah penjahat dan otopsi berlangsung dua hari setelah penembakan.

Harian Malaysia berbahasa Inggris, The Star, edisi hari ini mengutip pernyataan seorang pejabat anonim yang membantah ada pengambilan organ tubuh dari ketiga WNI itu. Dia bahkan mempertanyakan mengapa perlu sebulan bagi Indonesia dalam mengangkat masalah ini.

"Sebuah organ harus diambil secepatnya begitu pemiliknya meninggal, kalau tidak maka akan percuma," kata pejabat itu. "Sebagai contoh, kornea mata harus diampil dalam kurun enam jam setelah waktu kematian, kalau tidak maka tidak bisa digunakan," lanjut dia.

Pihak berwenang Malaysia mengungkapkan bahwa otopsi atas ketiga TKI itu dilakukan dua hari setelah insiden. Mereka menanggapi laporan bahwa Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan TKI ditugaskan ke Negeri Jiran untuk menginvestigasi dugaan mafia pencurian dan perdagangan organ tubuh dari TKI yang meninggal.

Ini terkait dengan laporan bahwa tiga TKI dikirim ke kampung halaman dalam kondisi yang tidak wajar. Mereka adalah Herman, Abdul Kadir Jaelani, dan Mat Noon dari Lombok Timur.

Mereka ditembak polisi Malaysia di suatu kompleks perumahan di Linggi pada 24 Maret 2012. Pejabat polisi setempat, SAC Osman, mengatakan bahwa anak buahnya terpaksa melepas tembakan setelah ketiga WNI itu berupaya menyerang petugas dengan pisau saat diperintahkan untuk menyerah. Mereka saat itu dikabarkan tidak membawa dokumen identitas apapun.

Di Indonesia, masalah ini dalam beberapa hari terakhir mendapat sorotan publik dan pemerintah. Duta Besar Malaysia untuk Indonesia, Syed Munshe Afdzaruddin, Selasa kemarin menerima panggilan resmi dari Kementerian Luar Negeri di Jakarta untuk dimintai klarifikasi mengenai kasus itu. Pejabat Malaysia di Wisma Putra pun berkomunikasi dengan Kedutaan Besar Republik Indonesia di Kuala Lumpur. (vivanews)
      Berita Nasional :