Redaksi Iklan Pemasaran : Komplek Ruko Stadion Brawijaya  Jl. Ahmad Yani D-6  Kediri
Telp.(0354)-7000500 Fax. 0354 – 692543  E-mail : redaksi@majalahbuser.com
copyright . 2011 @ majalahbuser.com
Welcome to Our Website   www.majalahbuser.com
Redaksi Iklan Pemasaran : Komplek Ruko Stadion Brawijaya  Jl. Ahmad Yani D-6  Kediri
Telp.(0354)-7000500 Fax. 0354 – 692543  E-mail : redaksi@majalahbuser.com
copyright . 2012 @ majalahbuser.com
      Berita Nasional :

Jakarta - Badan Pemeriksa Keuangan menilai program konversi minyak tanah ke elpiji yang diprakarsai pemerintahan SBY-JK cukup efektif dan berhasil menghemat dana subsidi BBM hingga Rp20,99 triliun.

Ketua BPK Hadi Purnomo menjelaskan, instansinya telah memeriksa kinerja program konversi minyak tanah ke elpiji itu dengan memfokuskan audit terhadap dua objek pemeriksaan, yaitu pelaksanaan pengadaan dan pendistribusian paket perdana tabung elpiji 3 kg oleh PT Pertamina (Persero).

"Pelaksanaan dan pendistribusian paket perdana tabung 3 kg oleh Pertamina cukup efektif," katanya dalam rapat Paripurna DPR di Jakarta, Selasa 3 April 2012. Walaupun begitu, BPK memberikan catatan  bahwa pelaksanaan program tersebut belum didukung manajemen yang baik. Salah satunya, soal kurangnya perencanaan yang memadai.
Kamis, 05 April 2012

Konversi Minyak Tanah, Pemerintah Diuntungkan
BPK memberikan catatan pelaksanaan program konversi belum didukung manajemen yang baik
BPK telah merekomendasikan kepada lembaga yang diperiksa agar melakukan langkah-langkah perbaikan, antara lain menetapkan pedoman kerja sesuai ketentuan yang berlaku, meningkatkan pelayanan kepada masyarakat, memperbaiki pengawasan dan pengendalian, serta mempertanggungjawabkan penggunaan anggaran.

Data Kementerian Energi dan Sumber Daya, sejak 2007 hingga 2010, pemerintah telah menarik minyak tanah 6,9 juta kiloliter (kl). Akibatnya, penghematan anggaran subsidi mencapai Rp37,08 triliun.

Dari penghematan tersebut, Rp25,64 triliun diserahkan kembali ke APBN untuk program subsidi lainnya. "Sementara sisanya Rp11 triliun untuk pengadaan paket kompor dan tabung elpiji yang dibagikan gratis pada masyarakat," kata Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Evita Herawati Legowo, beberapa waktu lalu.

Meski demikian, pengamat energi Pri Agung Rakhmanto mengatakan, hakikatnya penghematan ini tidak ada angkanya. Sebab, pemerintah membandingkan dengan kata seandainya. "Seandainya subsidi minyak tanah tetap dilakukan, maka pemerintah bisa hemat sekian triliun," katanya.

Berperang dengan subsidi
Permasalahan yang dihadapi dalam penyediaan energi, khususnya bahan bakar minyak adalah tingginya subsidi yang harus ditanggung pemerintah. Subsidi BBM terdiri atas subsidi untuk premium, solar, dan minyak tanah.  Subsidi BBM meningkat dari Rp59,50 triliun pada 2006 menjadi sekitar Rp61,01 triliun pada 2010 dan sebesar 11,80% - 57,28% dari itu merupakan subsidi minyak tanah.

Untuk mengurangi subsidi minyak tanah yang semakin tinggi, pemerintah menetapkan program konversi minyak tanah ke LPG melalui Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 104 Tahun 2007 tanggal 28 November 2007 tentang Penyediaan, Pendistribusian, dan Penetapan Harga Elpiji Tabung 3 kg.  Melalui program ini, masyarakat pengguna minyak tanah diharapkan akan beralih ke elpiji.

Hal penting yang terkandung dalam Perpres ini adalah penyediaan dan pendistribusian elpiji tabung 3 kg hanya diperuntukkan bagi rumah tangga dan usaha mikro yang menggunakan minyak tanah untuk memasak dan tidak mempunyai kompor gas. Sedangkan pelaksanaan penyediaan dan pendistribusian elpiji 3 kg diawali dengan memberikan secara gratis tabung elpiji 3 kg beserta isi, kompor, selang, dan regulator kepada rumah tangga dan usaha mikro.

Berikut hasil pemeriksaan BPK atas program konversi minyak tanah ke elpiji:

Hasil pemeriksaan kinerja atas Program Konversi Mitan ke elpiji masih  menunjukkan kelemahan-kelemahan yang berdampak kepada efektivitas  dan kehematan, di antaranya sebagai berikut.

• Pelaksanaan Program Konversi Minyak Tanah ke elpiji 3 kg kurang didasarkan pada perencanaan yang memadai. Hal tersebut antara lain terjadi karena pembagian tugas yang dibebankan oleh Wakil Presiden tidak ditindaklanjuti dengan perencanaan kegiatan yang lebih komprehensif dan resmi, serta tidak didukung penyediaan anggaran oleh  masing-masing instansi terkait.

• Revisi target Program Konversi Minyak Tanah ke elpiji 3 kg tanpa dukungan  anggaran yang memadai. Hal tersebut terjadi karena kebijakan Wakil  Presiden yang merevisi target konversi tidak ditindaklanjuti dengan  penetapan melalui surat keputusan Menteri ESDM dan Menteri  Keuangan.

• Duplikasi pendataan calon penerima paket perdana Tahun 2008  mengakibatkan ketidakhematan senilai Rp3,82 miliar. Hal tersebut terjadi karena PT Pertamina (Persero) tidak memberitahukan data pendistribusian paket perdana kepada Ditjen Migas sesuai ketentuan  dalam SOP.

• Pendistribusian paket perdana elpiji 3 kg kurang tepat sasaran. Hal tersebut terjadi karena konsultan pencacahan/pendataan dan pendistribusian lalai dalam melaksanakan tugasnya dan tidak adanya pengawasan lebih  lanjut atas penggunaan elpiji 3 kg bersubsidi.

• Sebanyak 163 paket perdana elpiji tabung 3 kg di Provinsi Kalimantan Selatan terlambat diterima masyarakat. Hal tersebut terjadi karena  PT Pertamina (Persero) kurang cermat dalam membuat kontrak/surat 86 perjanjian borongan distribusi yang di dalamnya terdapat ketidaksesuaian  klausul metode pelaksanaan pendistribusian antara kontrak, SOP  Pedoman Pelaksanaan Kegiatan Pengalihan Minyak Tanah ke elpiji Tahun  2010, dan kick of meeting.

Terhadap kelemahan-kelemahan tersebut, BPK telah merekomendasikan kepada:

• Pemerintah agar menetapkan secara jelas tugas pokok dan fungsi tiap-tiap instansi dalam pelaksanaan Program Konversi Mitan ke elpiji 3 kg, serta menetapkan perencanaan yang sesuai dengan tugas pokok  dan fungsi tiap-tiap instansi dan mengalokasikan anggarannya secara  memadai;

• Menteri ESDM agar
A.  Meningkatkan koordinasi dengan Menteri Keuangan untuk  menuntaskan pembayaran kepada PT Pertamina (Persero) sesuai  peraturan perundang-undangan yang berlaku;

B.  Menegur PT Pertamina (Persero) atas kelalaiannya tidak memberikan  data dan informasi kepada Ditjen Migas;

C.  Menginstruksikan Dirjen Migas agar melakukan evaluasi lebih  mendalam atas ketepatan sasaran dan keberlanjutan penggunaan  elpiji 3 kg serta meningkatkan pengawasan terhadap konsultan  pencacahan dan distribusi; dan

D.  Melakukan pengawasan secara intensif atas pelaksanaan subsidi di  lapangan:
• Dirjen Migas untuk memerintahkan Direksi PT Pertamina (Persero)  menegur pembuat kebijakan dalam  kick off meeting yang melanggar  ketentuan dalam kontrak; dan
• PT Pertamina (Persero) agar meningkatkan pengawasan terhadap  konsultan pencacahan dan distribusi serta meningkatkan penyediaan  infrastruktur elpiji 3 kg. (VIVAnews)
ilustrasi