Redaksi Iklan Pemasaran : Komplek Ruko Stadion Brawijaya  Jl. Ahmad Yani D-6  Kediri
Telp.(0354)-7000500 Fax. 0354 – 692543  E-mail : redaksi@majalahbuser.com
copyright . 2011 @ majalahbuser.com
Welcome to Our Website   www.majalahbuser.com
Redaksi Iklan Pemasaran : Komplek Ruko Stadion Brawijaya  Jl. Ahmad Yani D-6  Kediri
Telp.(0354)-7000500 Fax. 0354 – 692543  E-mail : redaksi@majalahbuser.com
copyright . 2012 @ majalahbuser.com
      Berita Nasional :

      Berita Daerah  :

Jakarta – Komitmen pemerintah untuk menggunakan produk dalam negeri diragukan. Terbukti presiden justru memutuskan membeli pesawat kepresidenan Indonesia tipe 737-800 Boeing Business Jet 2, buatan Amerika Serikat.

Sebaliknya, pemimpin negara-negara tetangga, seperti Malaysia dan Brunei malah menggunakan pesawat buatan PT Dirgantara Indonesia, tipe CN 235 jenis VVIP.
Senin, 13 Februari 2012

Pesawat Kepresidenan RI
Malaysia dan Brunei Saja Gunakan CN 235 Produksi Indonesia
Selain digunakan di dua negara itu, menurut pengamat penerbangan Dudi Sudibyo, ada sekitar 500 unit pesawat CN 235 yang kini terbang di angkasa berbagai negara di seluruh dunia. Dan hal membanggakan lagi, sekitar 60% komponen yang digunakan 500 pesawat itu merupakan buatan PT Dirgantara Indonesia di Bandung.

Pemerintah terlanjur menyetujui tender pembelian untuk pesawat kepresidenan Indonesia senilai pesawat seharga 91.209.560,61 dolar AS atau setara Rp 825 miliar.

Dudi mengaku sangat miris mengomentari pembelian pesawat kepresidenan Boeing mewah buatan Amerika Serikat. "Negara lainnya saja menghargai produk Indonesia, Indonesia sendiri tidak menghargai produknya," ujar Dudi, wartawan senior dalam perbincangan dengan wartawan, Jumat (10/2/2012).


Ini Jawaban Mengapa Presiden Butuh Pesawat Terbang

Pihak Istana Kepresidenan RI melalui Sekretariat Negara (Setneg) menjelaskan alasan pembelian pesawat ketimbang carter pesawat seperti yang dilakukan Presiden SBY selama ini ketika bepergian melakukan kunjungan kerja ke daerah atau ke luar negeri.

Sekretaris Kementerian Sekretariat Negara Lambok Nahattands di kompleks Istana Presiden Jakarta Kamis (9/2/2012)  mengatakan keputusan menggunakan pesawat Boeing Bussiness Jet 2 Green Aircraft ini atas tiga aspek alasan efisiensi dan efektivitas:

- Aspek Keamanan (safety dan security)
- Aspek  Operasional
- Aspek  Ekonomi

Menurut Lambok pesawat carter memiliki risiko keamanan (safety dan security) yang lebih tinggi karena selain digunakan untuk mendukung penumpang VVIP, pesawat itu juga digunakan untuk penerbangan komersil.

"Pesawat carter tidak dilengkapi peralatan navigasi, komunikasi, cabin, infligh entertainment," ujarnya.

Dari sisi operasional pesawat pelayanan, kenyamanan dan kesiapan pesawat carter tidak optimal. "Rekonfigurasi pesawat certer menjadi VVIP membutuhkan waktu yang cukup lama sehingga kesiapan pesawat tidak bisa 24 jam penuh," ujarnya.

Dikatakan konfigurasi pesawat carter menjadi VVIP tidak maksimal dan senyaman layaknya pesawat khusus kepresidenan. "Pesawat carter yang bisa terbang jauh hanya pesawat-pesawat berbadan besar sehingga tidak bisa mendarat di bandara kecil," ujarnya.

Padahal penerbangan VVIP membutuhkan pesawat yang mempu terbang jauh dan mendarat di bandara kecil. "Untuk penerbangan jarak jauh pesawat yang dicerter harus menggunakan pesawat berbadan besar dengan kapasitas penumpang yang banyak agar penerbangan tidak terlalu sering berhenti untuk mengiisi bahan bakar," ujarnya.

Hal ini menyebabkan kapasitas pesawat carter tidak sesuai (terlalu besar) untuk rombongan presiden. Dikatakan operasional pesawat khusus Kepresidenan lebih optimal karena pelaksanaan koordinasi operasional lebih efektif karena berada pda jalur koordinasi sekretariat militer.

"Pasukan pengamanan Presiden, TNI AU dan sekretariat negara secara langsung dimana dukungan kesiapan pesawat dapat dilakukan 24 jam nonstop. Dukungan terhadap kegiatan VVIP menjadi optimal karena perlengkapan dan system komunikasi telah disesuaikan dengan kebutuhan VVIP," ujarnya. (Tribunnews)
CN235 (IndonesianSky)