Pencabutan harus dilakukan mengingat kegiatan eksplorasi pertambangan telah menimbulkan kerusuhan yang menelan korban jiwa dan terjadi penolakan keras dari warga setempat.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Jero Wacik, di Jakarta, Kamis (26/1/2012), telah menghubungi Bupati Bima Ferry Zulkarnaen terkait pencabutan Surat Keputusan (SK) Nomor 188 Tahun 2010 kepada PT Sumber Mineral Nusantara untuk melakukan eksplorasi di Kecamatan Sape, Lambu, dan Langgudu.
Izin diberikan untuk areal seluas 24.980 hektar. ”Saya sudah merekomendasikan kepada Bupati Bima untuk mencabut SK itu,” kata Jero Wacik.
”Sudah diteken, katanya, hari ini seharusnya sudah mencabut surat keputusan itu,” tambah Jero Wacik dalam jumpa pers 100 hari Kinerja Menteri ESDM, di kantor Kementerian ESDM, Jakarta.
Saat terjadi kasus kerusuhan dan pembakaran kantor Bupati Bima, baru kepala daerah setempat mau menandatangani pencabutan surat keputusan itu.
Jero Wacik menjelaskan, pihaknya menginginkan agar energi dan sumber daya mineral untuk kesejahteraan rakyat. Jika ada potensi pertambangan di sekitar lokasi, pemerintah daerah setempat semestinya mengajak masyarakat sekitar untuk berunding terlebih dulu.
”Jika warga setuju, baru daerah itu diubah menjadi tambang. Itu pun rakyat harus jelas mata pencahariannya. Saya minta izin-izin berikutnya harus begitu,” ujarnya.
Kewenangan penerbitan dan pencabutan izin tambang berada di tangan kepala daerah sesuai dengan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara.
Menteri ESDM tidak bisa memerintahkan kepada pimpinan daerah untuk mencabut secara langsung. Karena itu, pihaknya sedang mencari celah hukum agar dapat mengawasi penerbitan perizinan pertambangan.
Sebelumnya, Bupati Bima Ferry Zulkarnain menyatakan siap mencabut izin eksplorasi emas PT Sumber Mineral Nusantara. Namun, itu baru dilakukan setelah adanya jaminan tertulis dari pemerintah pusat. Hal itu untuk menghindari implikasi hukum.
Kapolri Siap Usut Pembakaran Kantor Bupati di Bima
Kapolri Jenderal Pol Timur Pradopo mengatakan, pihaknya siap mengusut dan menindak pihak-pihak yang melanggar hukum dalam pembakaran kantor bupati Bima, Nusa Tenggara Barat, Kamis (26/1/2012) siang.
"Kalau ada tindakan pelanggaran hukum, ya diproses dengan ketentuan hukum," katanya ketika ditemui di kantor kepresidenan, Jakarta.
Kapolri menjelaskan, aparat kepolisian tetap siaga untuk mengamankan setiap aksi unjuk rasa. Namun, pihak kepolisian juga akan mengambil tindakan tegas jika ada pelanggaran hukum dalam aksi tersebut.
Menurut dia, aksi unjuk rasa memang diperbolehkan sebagai salah satu hak untuk menyatakan pendapat. Namun, dia mengimbau semua pengunjuk rasa harus menaati aturan dan hukum.
Sebelumnya, puluhan ribu warga yang berunjuk rasa di kantor bupati Bima terkait penanganan insiden di Pelabuhan Sape, 24 Desember 2011, mengamuk dan membakar kantor pemerintah daerah itu, Kamis siang. Selain bangunan, sepeda motor dan kendaraan lainnya di kompleks kantor bupati Bima itu juga dibakar massa. Massa mengamuk karena dihadang oleh aparat kepolisian ketika hendak masuk kompleks kantor bupati itu.
Aksi unjuk rasa yang berujung pembakaran kantor bupati Bima itu terkait tuntutan pembebasan 56 warga Lambu dan Sape yang dulu berunjuk rasa di Pelabuhan Sape, dan saat ini ditahan aparat kepolisian untuk diproses hukum.
Tuntutan lainnya yakni pencabutan izin usaha pertambangan (IUP) yang dikantongi PT Sumber Mineral Nusantara (SMN), sebagaimana tuntutan dalam aksi sebelumnya. IUP bernomor 188/45/357/004/2010 itu diterbitkan Bupati Bima Ferry Zulkarnaen, pada areal tambang seluas 24.980 hektare, yang mencakup wilayah Kecamatan Lambu, Sape, dan Langgudu. (kcm/ant)