"Sniper itu untuk apa? Nggak ada itu. Itu cuma mengada-ada saja," kata Usman melalui pesan singkatnya kepada wartawan, Kamis 29 Desember 2011 malam.
Saud mengatakan pihaknya tidak akan menyembunyikan fakta-fakta di lapangan. Dia menegaskan, jika memang ada anggotanya yang bersalah akan diproses secara adil. "Silahkan saja,kami minta data dan buktinya untuk kami cek (kebenarannya) di lapangan," ujarnya.
Sebelumnya, salah satu aktivis yang mendampingi warga, Delian Lubis mengatakan, saat membubarkan massa yang menduduki pelabuhan, Sabtu 24 Desember 2011, polisi sudah melakukan persiapan. "Di Sape itu bukan bentrok, tapi pembantaian dan ada persiapan sniper," kata dia, Kamis siang. Warga juga membawa video yang mengungkap dugaan keberadaan sniper.
Meski mengakui membawa senjata dan tombak saat berdemo, warga membantah itu digunakan untuk melawan polisi.
Kenapa parang? Karena petani di Bima identik dengan parang. Kenapa harus tombak? Karena di sana banyak babi. Jangan dikira tombak ini untuk melawan, kalau untuk melawan pasti polisi ada yang luka juga," kata salah satu warga, Arif Kurniawan.
Menanggapi pengaduan warga, politisi PDIP, TB Hasanuddin mengatakan, pihaknya akan memperhatikan masalah ini. Ia juga menyoroti keberadaan sniper dalam pembubaran massa di Bima.
"Soal sniper saya kira kok ini masyarakat seperti musuh. Polisi seperti sedang menghadapi tempur dan masyarakat adalah target yang mesti dibunuh," kata TB Hasanuddin.
Seharusnya, dalam menghadapi masyarakat, polisi mengerahkan satuan pengendali massa, atau dalmas. "Alat pemukul pun yang diperbolehkan dari karet agar tidak terjadi luka, harus ada tim medis," kata dia. (VIVAnews)