"Larangan menghidupkan televisi selama dua jam tersebut sesuai dengan Perdes Nomor 145/05/2010 tentang Jadwal Mematikan dan Menghidupkan Siaran Radio dan Tayangan Televisi mulai pukul 18.00- 20.00 WIB," kata Sekretaris Desa Karangjongkeng, Sunarto, di Brebes, Rabu.
Ia mengatakan, penerapan aturan tersebut merupakan gagasan dari warga dan tokoh masyarakat dengan tujuan agar warga mengalokasikan waktu selama dua jam untuk kegiatan belajar dan mengaji, sehingga para pelajar di daerah tersebut menjadi tertib belajar dengan tidak terganggu oleh siaran televisi dan radio.
Menurut dia, sejak puluhan tahun silam Desa Karangjongkeng dikenal sebagai desa santri, yang hampir setiap usai magrib warga rutin dan mengaji dan belajar ilmu pengetahuan umum.
Tetapi seiring perkembangan zaman dan arus modernisasi, katanya, kebiasaan warga bergeser akibat semakin maraknya saranan hiburan antara lain siaran televisi dan radio, sehingga mengurangi minat mengaji dan belajar .
Ia mengatakan, untuk mengembalikan kebiasaan warga tertib belajar dan mengaji maka pada Februari 2010 munculah gagasan Perdes larangan menonton siaran televisi pada jam-jam tertentu.
"Setelah selama setahun kami sosialisasikan, sekitar Februari 2011 Perdes tersebut mulai diterapkan dan hingga kini berjalan lancar dan efektif untuk menggiatkan dan meningkatkan minat belajar dan mengaji," katanya.
Ia mengatakan, kendala pelaksanaan Perdes tersebut hanya pada sejumlah keluarga yang tidak memiliki anggota keluarga berstatus pelajar, karena mereka kerap lupa menghidupkan televisi pada jam larangan.
Ia menjelaskan, bagi pelanggar aturan tersebut akan dikenai tiga tahapan sansi yakni sanksi pertama hanya mendapat teguran secara lisan, kemudian peringatan tertulis, dan jika warga yang bersangkutan melakukan pelanggaran ketiga kali maka akan dikenai denda Rp5.000.
"Selama pelaksanaan Perdes larangan menghidupkan televisi tersebut hanya terdapat beberapa warga yang melakukan pelanggaran dengan sanksi teguran lisan, belum sampai dikenai peringatan tertulis apalagi denda," ujarnya.
Menurut dia, untuk mengefektifkan peraturan tersebut pihak kelurahan membentuk beberapa kelompok yang bertugas memonitoring atau mengontrol setiap rumah warga secara bergiliran pada jam belajar.
Ia menyebutkan, Desa Karangjongkeng tersebut berpenduduk 4.329 warga atau 124 kepala keluarga dengan jumlah warga berstatus pelajar tercatat 1.200, yang terbagi atas 652 pelajar sekolah dasar (SD), 670 sekolah menengah pertama (SMP), dan 471 sekolah menengah umum/kejuruan (SMU/SMK).
"Selain bersekolah di lembaga pendidikan formal, tidak sedikit warga yang menuntut ilmu di dua pondok pesantren yang ada di Desa Karangjongkeng, sehingga waktu dua jam larangan menonton siaran televisi diharapkan mampu menciptakan ketertiban serta meningkatkan prestasi belajar warga," ujarnya.
Sementara itu, salah seorang warga Desa Karangjongkeng, Nurul Huda (48), mendukung penerapan Perdes tentang jadwal menghidupkan dan mematikan televisi dan radio untuk jam belajar dan mengaji.
"Saya sekeluarga tidak merasa keberatan dengan adanya peraturan tersebut, karena Perdes itu bertujuan untuk kebaikan semua masyarakat, bahkan dengan adanya Perdes larangan menghidupkan dan menonton siaran televisi selama dua jam dapat meningkatkan prestasi belajar anak saya," katanya.
Menurut dia, dengan adanya Perdes tersebut para pelajar di Desa karangjongkeng dapat melaksanakan kegiatan belajar dan mengaji secara tertib dan tenang karena tidak terganggu dengan siaran televisi pada jam tersebut. (sumarni/ant)