Menurut Hasyim, hal aneh juga ada pada pihak yang mengatasnamakan lintas agama. Beberapa waktu lalu, mereka minta supaya pemerintah RI jangan sampai melakukan kekerasan di Papua agar tidak ada darah tercecer. Padahal yang melakukan kekerasan adalah gerakan sparatis sendiri.
“Para penggiat HAM getol mengatakan bahwa pemerintah salah karena mengabaikan kemakmuran dan keadilan papua, padahal eksponen Papua sendiri menyatakan di media paling bergengsi di Indonesia, bahwa masalah Papua bukan keadilan dan kemakmuran tapi tidak diakuinya RI oleh PBB membawahi Papua sebagai bagian dari NKRI,” katanya.
Hasyim menilai, saat ini sebagian kelompok telah mengambil posisi sebagai gerakan transnasional politis meniru kelompok garis keras fondamentalis. Media pun tampak belum seimbang dalam gerakan mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
“Apa sesungguhnya yang terjadi di negeri ini ? Mengapa Papua mau lepas, para pemimpin seperti minum valium ? NKRI diujung tanduk karena sparatisme Papua sebenarnya bukan mainan rakyat Papua, tapi mainan asing dengan konspirasi sangat rapi,” katanya.
Lebih lanjut, Hasyim mengungkapkan, konon saat ini Amerika telah menempatkan konsultannya beberapa posisi strategis di pemerintahan, yaitu Dephan, Polkam dan Kemenlu. “Apa artinya itu ? Tentu untuk mengendalikan kebijakan pemerintah tentang Papua,” kata Presiden Konferensi Dunia Agama untuk Perdamaian (World Conference on Religions for Peace-WCRP) ini.
Selain itu, menurut Hasyim, di Darwin Australia yang hanya berjarak 825 KM dari Papua telah ditempatkan 2500 marinir Amerika. “Kata pemerintah itu tidak apa-apa. Sedangkan berita Amerika menghibahkan F-16 juga tidak dilengkapi sparepartnya. Apa bisa digunakan setahun dua tahun lagi ?,” ungkapnya.
Dikatakannya, rezim SBY bisa dikatakan hampir tidak mungkin menjaga NKRI manakala berhadapan dengan kekuatan asing, karena sejak lama SBY telah ada ketergantungan dengan pihak luar.
“Apalagi Indonesia dimasukkn oleh barat sebagai negara Islam terbesar. Pola barat terhadap dunia Islam adalah membiayai pemberontakan, setelah itu kalau pemerintah yabg sah menumpas dikenai HAM, bahkan diserbu atas nama HAM pula. Aset penguasa yg digulingkan disita untuk menutup krisis barat,” katanya.
Dalam situasi seperti ini, International Confrence of Islamic Scholars (ICIS) menyayangkan sikap media-media kurang melakukan gerakan mempertahankan Papua sebagai bagian dari NKRI. “Media di indonesia sibuk urusan tetek bengek , seakan NKRI tidak penting. Dulu , zaman proklamasi, tokoh seperti Kiai Wahid Hasyim mau menerima Pancasila karena mementingkan NKRI,” tuturnya.
Lebih lanjut, Hasyim mengatakan, kalau dibiarkan oleh pemerintah SBY, pemberontakan, sparatisme berhasil membawa Papua merdeka. “Satu-nya jalan untuk menangkal konspirasi internasional adalah gerakan civil society,” tegasnya. [inilah]