Agus meyakini, ada pihak yang mensponsori pembelian cek perjalanan senilai Rp 24 miliar itu. "Ini merupakan pintu untuk memburu rente yang mensponsori suap, keterangan Miranda itu pasti akan berbeda dari saksi," kata Agus saat dihubungi wartawan, Kamis (26/1/2012).
Miranda ditetapkan sebagai tersangka atas dugaan turut serta atau membantu Nunun Nurbaeti memberikan sejumlah cek perjalanan ke anggota DPR 1999-2004, termasuk kepada Agus Condro. Pemberian ini diduga untuk meloloskan Miranda sebagai Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (DGSBI) 2004.
Menurut Agus, Miranda dan Nunun tidak mungkin membeli 480 lembar cek perjalanan senilai Rp 24 miliar itu dari uangnya sendiri. Gaji Miranda sebagai Deputi Gubernur Bank Indonesia selama lima tahun, katanya, tidak cukup untuk membeli cek-cek itu.
"Kalau dari penghasilan, kan, tidak mungkin, pasti nombok, kan suapnya yang ketahuan saja Rp 24 miliar, kalau dari penghasilan dia, kan sekitar Rp 15 miliar. Masak nombok?" tuturnya.
Agus meyakini, kasus ini bukan sekadar perkara gratifikasi. Ada pemburu rente yang bermain di lingkungan pejabat Bank Indonesia. Ke depannya, Agus berharap KPK dapat mengorek informasi dari Miranda sehingga sponsor di balik pemberian cek perjalanan ini terungkap. "Terbuka lebar bagi penyidik KPK untuk mengorek informasi dari Miranda yang sudah tersangka," kata Agus.
BI Tidak Bantu Miranda Goeltom
Kepala Biro Humas Bank Indonesia (BI) Difi Ahmad Johansyah menyatakan, BI tidak memberi bantuan hukum bagi Miranda S Goeltom, yang telah ditetapkan sebagai tersangka.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan mantan Deputi Gubernur Senior BI itu sebagai tersangka korupsi. Ia disangka korupsi dengan memberikan cek perjalanan kepada anggota DPR dalam pemilihan Deputi Gubernur Senior BI tahun 2004.
"Saat peristiwa itu, yang bersangkutan belum bertugas di BI," ujar Difi, menjelaskan sikap BI tersebut, Kamis (26/1/2012) di Jakarta.
Miranda, menurut KPK, disangka membantu Nunun Nurbaeti memberi suap berupa cek perjalanan kepada anggota DPR tekait pemilihan Deputi Gubernur Senior BI itu. Perbuatan tersebut diduga melanggar pasal 5 ayat 1 huruf b dan pasal 13 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. (kcm)