Menurut dia, apabila polisi bertindak di luar kerangka hukum, mungkin akan terjadi perlawanan dari mereka. Bukan hanya itu, ia melanjutkan, organisasi massa bisa jadi menggunakan koridor hukum untuk melawan balik. Seperti diberitakan, Kepolisian Daerah Metro Jaya menggelar Operasi Kilat Jaya selama sebulan, sejak 24 Maret lalu.
Imparsial juga menilai kasus premanisme merupakan tanggung jawab instansi kenegaraan lain.
"Tidak hanya Polda Metro Jaya, tapi juga Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Pemuda dan Olahraga, serta Kementerian Daerah," kata dia. Antara lain untuk pembinaan orang-orang yang telah diringkus polisi.
"Negara harus menunjukkan kekuatannya untuk menindak tegas," kata Ghufron Mabruri, peneliti Imparsial.
Imparsial telah menemukan 99 kasus kekerasan oleh preman atau ormas pasca-reformasi sampai 2012. Menurut peneliti Imparsial, Ardimanto, pada 2010-2011 sudah terjadi 51 kasus kekerasan. Semua kasus kebanyakan terkait dengan masalah pemilu kepala daerah dan sengketa lahan.
Direktur Operasional Imparsial, Batara Ibnu Reza, mengatakan keberadaan organisasi masyarakat juga harus ditinjau ulang oleh pemerintah. Fungsi organisasi masyarakat harus diperjelas.
"Kalau ormas berideologi Pancasila tapi melakukan kekerasan, ya, harus diproses secara hukum," ujarnya.
Kepala Kepolisian RI Jenderal Timur Pradopo memerintahkan setiap kepolisian daerah untuk meningkatkan kinerja dan mengantisipasi aksi-aksi premanisme.
"Perintah dikirim melalui telegram rahasia kemarin," kata Kepala Biro Penerangan Masyarakat Brigjen Polisi Muhammad Taufik ketika ditemui di kantornya.
Operasi Kilat Jaya di Kepolisian Resor Jakarta Selatan berhasil meringkus 29 tersangka. "Mereka pelaku kejahatan dan pengganggu keamanan," kata Kepala Bagian Operasional Polres Jakarta Selatan Yossie Paulus Brihambodo. Polres
Kota Depok berhasil menjaring 78 orang dalam operasi memberantas premanisme.
Pendukung John Kei Dikabarkan ke Jakarta, Priok Diperketat
Polisi memperketat penjagaan di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara, sejak Kamis, 1 Maret 2012. Penjagaan ini diduga terkait dengan isu kedatangan sekelompok orang asal Ambon yang akan tiba di pelabuhan tersebut menggunakan kapal motor Ciremai. Kedatangan kelompok itu disebut-sebut berhubungan dengan proses hukum yang tengah dijalani John Refra alias John Kei di Jakarta.
Kepala Kepolisian Resor Pelabuhan Tanjung Priok Ajun Komisaris Besar Asep Safrudin tidak membantah isu itu. "Tapi kami belum bisa memastikan benar atau tidaknya," kata Asep.
Polres Tanjung Priok mengerahkan puluhan anggota Brimob bersenjata lengkap untuk mengamankan pelabuhan. Semua penumpang KM Ciremai yang baru turun diperiksa. Polisi berhasil menyita 28 senjata tajam. Namun, tidak ada penumpang yang ditangkap. "Kami tidak bisa menahan karena belum menemukan indikasi untuk tindak kekerasan," kata Asep. "Tapi kami tetap mencatat data mereka."
Kasim, 68 tahun, penumpang KM Ciremai yang terjaring razia, mengatakan dirinya memang membawa 20 parang dari kampung halamannya, Buton, Sulawesi Tenggara. Rencananya, alat-alat itu akan ia gunakan untuk bercocok tanam. "Saya tidak tahu kalau tidak boleh bawa senjata tajam," katanya.
Alasan serupa disampaikan Andre, 22 tahun. Dia membawa senjata khas Sulawesi dari Bone. "Ini oleh-oleh, pemberian kakek saya," katanya.
Tito Refra, adik John Kei, mengatakan belum mendengar isu kedatangan sekelompok orang dari Ambon. Dia memang sering berkomunikasi dengan keluarga dan kerabat di kampung halaman untuk mengabarkan kondisi kesehatan sang kakak. Namun, dia tidak pernah mendengar ada rencana pemberangkatan serombongan orang dari sana. "Kami belum tahu itu," kata Tito.
Juru bicara Kepolisian Daerah Metro Jaya, Komisaris Besar Rikwanto, memastikan kabar yang beredar itu hanya isu. Kendati demikian, polisi akan tetap waspada. "Kami selidiki apakah itu benar atau tidak." (tempo.co)