Redaksi Iklan Pemasaran : Komplek Ruko Stadion Brawijaya  Jl. Ahmad Yani D-6  Kediri
Telp.(0354)-7000500 Fax. 0354 – 692543  E-mail : redaksi@majalahbuser.com
copyright . 2011 @ majalahbuser.com
Welcome to Our Website   www.majalahbuser.com
Redaksi Iklan Pemasaran : Komplek Ruko Stadion Brawijaya  Jl. Ahmad Yani D-6  Kediri
Telp.(0354)-7000500 Fax. 0354 – 692543  E-mail : redaksi@majalahbuser.com
copyright . 2012 @ majalahbuser.com
Jakarta  - Sekitar 60 persen pilot di maskapai swasta Indonesia diduga memakai obat-obatan terlarang atau amphetamin ketika bertugas.

Dugaan ini dilontarkan oleh seorang mantan pramugari, Diva kepada wartawan, 8 Februari 2012. Menurut dia, itu adalah gambaran umum awak maskapai di udara.
Kamis, 09 Pebruari 2012

60 Persen Pilot dan Pramugari Diduga Pakai Narkoba
"Pengalaman saya sebagai pramugari dan informasi teman-teman saat ini, 6-7 orang dari 10 pilot adalah pengguna (narkoba)," kata Diva.

Diva bergabung dengan sebuah maskapai swasta pada 2006. Sekitar Agustus 2008, ia mundur. Namun dia masih bertukar kabar dengan teman-temannya yang masih aktif di dunia penerbangan.

"Dari 2008 sampai 2012, kebiasaan senang-senang dan clubbing mereka tetap sama. Senioritas di maskapai sangat tinggi sehingga para junior mengikuti gaya hidup seniornya," ujarnya.

Diva mengaku pernah melihat seorang pilot yang tiba-tiba tampak segar meski bergadang dan hura-hura di kelab malam. Kala itu, dirinya masih pramugari junior dan sedang bermalam di luar Kota Jakarta, sebelum kembali terbang esok harinya.

Sekitar pukul 03.00 WIB, pilot dan para kru pesawat lainnya baru kembali ke hotel. Tapi mereka harus bersiap kembali terbang dan siap di lobi hotel pukul 04.00.

Nah, ketika itulah Diva melihat kapten pilotnya tampak segar bugar. "Tapi dia bicaranya ngaco dan belepotan, seperti orang menggunakan narkoba," ujarnya.


Pilot Nyabu karena Beban Pekerjaan

Berdasarkan cerita Diva, kelakuan para pilot mengkonsumsi narkoba itu disebabkan tekanan pekerjaan yang menggila.

Dia mencontohkan, dalam standar penerbangan internasional, maksimal jam terbang kru pesawat adalah 30 jam per minggu. Nyatanya, di beberapa maskapai swasta Indonesia, kru pesawat kerap terbang selama 12 jam sehari. Itu artinya dalam satu pekan mereka bisa berada di udara sekitar 70 jam.

"Tekanan itu yang membuat mereka lari ke narkoba. Apalagi uang over time hanya sekitar Rp 17.500 per jam untuk rute luar atau dalam negeri," kata Diva saat berbincang dengan Tempo, Rabu, 8 Februari 2012.

Tidak hanya jam kerja dan sistem pengupahan saja yang menjadi problem. Masalah senioritas dalam kehidupan maskapai juga memberi mereka tekanan kala bekerja. Misalnya saja seorang pramugari senior yang kerap menyiksa juniornya dalam penerbangan. "Ada senior pramugari yang menyiram teh panas ke kepala seorang junior karena dia salah membawa pesanan teh," kata Diva.

Senior pramugari itu, menurut dia, juga pernah menjepit tangan junior yang lain dengan troli rak makanan. Hal itu terjadi karena si junior tidak sigap saat membersihkan rak makanan tersebut. "Padahal troli itu terbuat dari besi. Meski kelakuan si senior diadukan ke manajemen, tapi dia tidak kena hukuman," ujarnya.

Secara kualitas, pilot dan pramugari maskapai swasta masih berada di bawah Garuda Indonesia. Untuk lulus menjadi pramugari, para calon pelamar hanya cukup berasal dari lulusan sekolah menengah atas. Hampir tiap hari Senin, sekitar pukul 09.00 WIB, beberapa maskapai swasta menerima walk interview dari para calon pramugari. Mereka pun cuma diwajibkan menjalani sejumlah tes masuk selama satu pekan saja.

"Asal body oke, mereka bisa lolos. Padahal standar untuk jadi pramugari harus lulusan sarjana dan menjalani sederet tes, seperti di Garuda."

Sedangkan untuk pengemudi pesawat, maskapai swasta banyak yang mengambil pilot muda yang masih berstatus kopilot di penerbangan besar, seperti Garuda. Nah, kala para kopilot itu berpindah maskapai, posisi mereka langsung naik menjadi pilot atau pilot senior. Padahal, untuk mencapai posisi pilot senior, seseorang harus memiliki jam terbang tinggi dan pengalaman nan matang.

"Kalau di maskapai swasta, pilotnya masih muda. Umur 25 tahun sudah jadi pilot senior," kata Diva.

Di sisi lain, pihak manajemen juga melakukan pengetatan pengeluaran. Contohnya saja, untuk buku panduan penerbangan manual atau flight attendant manual yang digunakan para kru pesawat. Buku tersebut bukan khusus dikeluarkan oleh manajemen maskapai terkait, tapi menyalin dari buku panduan milik Garuda Indonesia. "Buku saja mereka mengopi, pelit banget kan," ujarnya.

Melihat seluruh rangkaian itu, Diva pun menyalahkan pihak manajemen yang tidak profesional dalam mengelola maskapai. Menurut dia, jika maskapai merekrut tenaga kerja dengan kualitas bagus dan mengupahnya secara wajar, maka kecil kemungkinan kru penerbang itu melarikan diri ke narkoba. "Tidak bisa pilot saja yang disalahkan, manajemen juga ikut bersalah," kata dia.

(tempo.co)
      Berita Daerah  :

      Berita Nasional :