Redaksi Iklan Pemasaran : Komplek Ruko Stadion Brawijaya  Jl. Ahmad Yani D-6  Kediri
Telp.(0354)-7000500 Fax. 0354 – 692543  E-mail : redaksi@majalahbuser.com
copyright . 2011 @ majalahbuser.com
Welcome to Our Website   www.majalahbuser.com
Redaksi Iklan Pemasaran : Komplek Ruko Stadion Brawijaya  Jl. Ahmad Yani D-6  Kediri
Telp.(0354)-7000500 Fax. 0354 – 692543  E-mail : redaksi@majalahbuser.com
copyright . 2012 @ majalahbuser.com
Jakarta - Keterangan pers Presiden yang menyatakan bahwa menaikkan harga BBM bersubsidi adalah langkah terakhir, tidaklah menyurutkan langkah Yusril Ihza Mahendra untuk melakukan uji formil dan materil UU APBN Perubahan yang baru disahkan tanggal 31 Maret dinihari kemarin.
Karena besarnya penolakan masyarakat dan juga penolakan sebagian anggota DPR, Pemerintah akhirnya tidak menaikkan harga BBM bersubsidi tanggal 1 April sebagaimana direncanakan semula.
Minggu, 01 April 2012

Dinilai Tabrak UUD 1945, Yusril Siap Gugat Pasal 7 ayat 6a RUU APBN-P
"Walaupun tidak jadi naik tanggal 1 April, namun Pasal 7 ayat 6a UU APBN Perubahan telah memberikan kewenangan kepada Pemerintah untuk menaikkan atau menurunkan harga eceren BBM bersubsidi kapan saja dalam kurun waktu enam bulan, kalau kenaikan rata-rata harga produksi minyak Indonesia mencapai angka 15 persen," kata Yusril, Sabtu (31/3/2012).

Pasal 7 ayat 6a UU APBN Perubahan ini dinilainya tidak mengandung kepastian hukum sebagaimana diatur dalam Pasal 28D ayat (1) UUD 1945. Lagipula, pasal itu memberikan kewenangan kepada Pemerintah untuk menaikkan harga BBM tanpa memerlukan persetujuan DPR lagi.

"Ini juga menabrak Pasal 33 UUD 1945 seperti ditafsirkan Mahkamah Konstitusi (MK)," tegas mantan menteri kehakiman ini.

Sebagaimana diketahui di tahun 2003, MK pernah membatalkan salah satu pasal UU No 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi menyerahkan harga jual BBM kepada mekanisme pasar, sehingga harganya naik-turun mengikuti fluktuasi harga minyak dunia. MK menganggap pasal itu bertentangan dengan Pasal 33 UUD 1945, mengingat minyak dan gas adalah kekayaan alam yang menyangkut hajat hidup orang banyak dan berada dalam penguasaan negara.

"Jadi harga jualnya harus berada di bawah kendali Pemerintah dengan persetujuan DPR sebagai wakil rakyat," paparnya.

Selain menabrak UUD 1945, Yusril juga mengatakan bahwa Pasal 7 ayat 6 dan 6a setelah perubahan, tidaklah memenuhi syarat-syarat formil pembentukan sebuah undang-undang sebagaimana diatur dalam UU No 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan. Prosedur perubahan UU APBN tersebut, menurut Yusril, juga melanggar ketentuan, sehingga secara formil maupun materil dapat dibatalkan oleh MK.

"Kedua ayat itu saling bertabrakan satu sama lain," tutupnya.


'Drama' Paripurna DPR Soal BBM Cuma Jadi Ajang Partai Raih Simpati

Paripurna DPR soal BBM dituding cuma jadi pencitraan politik partai-partai di mata publik. Paripurna yang ditonton jutaan rakyat Indonesia itu dinilai penuh drama. Bila berniat menolak kenaikan BBM harusnya dari awal penyusunan APBN.

"Jika mereka politisi serius untuk menolak kebijakan kenaikan APBN, harusnya dari awal penyusunan APBN. Sejak awal penyusunan parpol harus tegas menolak kenaikan BBM," kata aktivis Indonesia Corruption Watch (ICW) bidang korupsi politik, Abdullah Dahlan saat berbincang, Sabtu (31/3/2012).

Proses politik yang terjadi di DPR, lanjut Abdullah, dinilai hanya upaya dari partai politik untuk mencobamengkapitalisasi isu publik untuk mendongkrak posisi parpol.

"Jika melihat proses yang terjadi di parlemen, tergambar bahwa para politisi menjadikan kebijakan BBM sebagai komoditas politik untuk pencitraan," jelasnya.

Keputusan politik yang disepakati DPR soal BBM, sepenuhnya belum menggambarkan keberpihakan pada rakyat. "Patut diapresiasi jaringan masyarakat yang konsisten menolak kenaikan BBM," tuturnya.

Rapat paripurna pembahasan usulan pemerintah menaikan harga BBM yang berlangsung maraton sejak Jumat (30/3/2012) siang akhirnya dilakukan dengan voting. Hasil voting tersebut 356 anggota DPR menyetujui opsi kedua, yaitu menerima penambahan pasal 7 ayat 6a yang isinya adalah memperbolehkan pemerintah mengubah harga BBM jika harga minyak mentah (Indonesia Crude Price/ICP) mengalami kenaikan atau penurunan rata-rata 15% dalam waktu 6 bulan.

Opsi ini dipilih partai-partai koalisi, yaitu Partai Demokrat, Partai Golkar, PPP, PAN, dan PKB.

Sementara 82 anggota DPR menyetujui opsi pertama, yaitu tidak ada perubahan apa pun dalam pasal 7 ayat 6 UU APBN 2012 yang isinya tidak memperbolehkan pemerintah menaikkan harga BBM pada tahun ini.

Opsi ini dipilih PDIP, Hanura,dan Gerindra. PDIP dan Hanura melakukan aksi walk out ketika voting sedang berlangsung. Mengejutkan, PKS yang merupakan mitra koalisi dengan tegas menyatakan memilih opsi ini. (detik)

Mantan Menteri Hukum dan HAM, Yusril Ihza Mahendra
      Berita Nasional :

      Berita Daerah  :