"KGPH Hadiwinoto selaku Kawedanan Hageng Panitikismo (harap) untuk menyelesaikan masalah tersebut dan perkara tersebut dilaporkan ke Polres Sleman karena kejadiannya di Sleman," kata Sultan, Senin, 5 Maret 2012.
Menurut Sultan, dalam pemungutan biaya untuk mengurus surat kekancingan, RM Triyanto menggunakan kop surat mereka sendiri bukannya kop surat dari Kawedanan Hageng Panitikismo yang berhak mengeluarkan surat kekancingan. "Meski dahulu saksinya tujuh dan sekarang tinggal 1 orang hal tersebut tidak masalah," kata Sultan.
Soal ada tuntutan dari kerabat HB I sampai VI yang merasa tidak menikmati warisan keraton, Sultan menjawab, "Itu kan milik Keraton, bukan milik pribadi. Kok menuntut warisan? Kalau mereka tidak setuju, mengapa mereka tidak ke pengadilan?"
Sultan menerangkan, dulu pernah ada yang menuntut DPRD dan pengelola Ambarukmo sebagai warisan mereka, tetapi mereka kalah di pengadilan.
RM Triyanto Menyilakan
Sementara itu secara terpisah, RM Triyanto mengatakan tak masalah bila kemudian Keraton melaporkan dirinya ke polisi. Karena sebagai warga negara dia dilindungi UU.
''Itukan karepe (maunya) Sultan. Sebagai warga negara saya dijamin undang-undang, karena eyang saya itu anak Hamengku Buwono VII,'' tuturnya.
Da juga menegaskan kembali tak melakukan penekanan terhadap lurah-lurah dalam proses pengurusan Sultan Ground (SG). Dia mengatakan pihaknya telah menyiapkan berkas gugatan perdata mengenai SG ke pengadilan. Gugatan ini juga melibatkan kerabat Keraton yang ada di Jakarta yakni RM Rosharwanto Aji.
Gugatan tersebut akan dilakukan 35 ahli waris Sultan Ground. Inti gugatannya mempersoalkan Peraturan Daerah No1954 yang mengakui SG sebagai tanah milik pemerintah.
''Perda itu zamannya HB IX. Padahal pada zaman HB VII sudah jelas ada Rijksblaad (lembar kerajaan) yang menyatakan bumi ningsun (tanahku adalah milikku)," kata Triyanto.
(vivanews)