"Anggaran yang kami siapkan untuk proses ujian nasional ini sekitar Rp 600 miliar dan anggaran itu untuk semua komponen UN," ujarnya di Makassar, Sabtu (7/4/2012).
Ia mengatakan, anggaran sebesar itu bukan hanya untuk kertas ujian dan jawabannya, namun untuk mencetak soal, biaya pengawas, koreksi, dan lainnya. Anggaran tersebut juga untuk membiayai puluhan juta anak sekolah yang akan melaksanakan proses UN. Para anak didik mulai tingkat SD hingga SMA/sederajat akan dibiayai sekitar Rp 50 ribu lebih untuk setiap anak.
"Anggaran sebesar itu bisa dipertanggungjawabkan, karena sudah didiskusikan dengan teman-teman di Komisi X DPR RI. Sudah ada hitung-hitungannya," katanya.
Mantan Rektor ITS itu berharap, semua siswa yang mengikuti UN agar bisa mengerjakan soal dengan baik. Nuh juga mengatakan, para siswa diharapkan tidak berlaku curang untuk bisa lulus, sebab konsekuensi kecurangan dalam UN sangat berat.
"Ini yang paling penting, setiap siswa harus bisa berlaku adil dan tidak curang dalam melaksanakan ujian, karena meskipun lulus, tapi kalau curang akan menjadi beban moril. Terlebih lagi, jika ketahuan, dan itu akan ada sanksinya," ucapnya.
Ia berharap jika pelaksanaan UN setiap tahunnya bisa ditingkatkan dan upaya peningkatan itu bisa dilakukan dengan tiga rumusan, yakni tiga tepat (3-T). Tiga ketepatan yang dimaksud adalah ketepatan dalam distribusi soal agar soalnya tidak tertukar, lalu tepat waktu, dan akhirnya tepat dalam jumlah soal.
"Jika tiga rumusan 3-T ini terpenuhi, maka kualitas pelaksanaan UN pasti akan meningkat, karena biasanya hanya bermasalah pada salah satu dari ketiganya," tuturnya.
Wantimpres Segera Berikan Rekomendasi soal UN
Dewan Pertimbangan Presiden akan segera merekomendasikan kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk mengevaluasi kebijakan ujian nasional (UN). Rekomendasi ini terkait masukan masyarakat yang terus mempersoalkan kebijakan UN yang dinilai merugikan siswa.
"Kami akan membantu untuk mencari penyelesaian yang baik dan akan segera memberi rekomendasi pada Presiden," kata Meutia Hatta, anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) Bidang Pendidikan, seusai menerima Tim Advokasi Korban UN, di Jakarta, Selasa (20/3/2012).
Menurut Meutia, Wantimpres berpandangan sama dengan Tim Advokasi Korban UN soal pelaksanaan UN untuk evaluasi kelulusan siswa yang memang masih merugikan siswa. "Ada permintaan untuk menghentikan UN, itu juga akan kami sampaikan dalam rekomendasi kepada Presiden," kata Meutia.
Dalam pandangan Meutia, persoalan pendidikan di negeri ini masih banyak yang perlu diperhatikan dan diselesaikan oleh pemerintah lewat Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Persoalan layanan dan kualitas pendidikan yang baik masih timpang dan belum dirasakan semua anak bangsa.
Pertemuan kedua dengan Wantimpres tahun ini dihadiri sejumlah ahli pendidikan, orang tua siswa, Ikatan Pelajar Muhammadiyah, dan lembaga swadaya masyarakat peduli pendidikan. (ant)