Redaksi Iklan Pemasaran : Komplek Ruko Stadion Brawijaya  Jl. Ahmad Yani D-6  Kediri
Telp.(0354)-7000500 Fax. 0354 – 692543  E-mail : redaksi@majalahbuser.com
copyright . 2011 @ majalahbuser.com
Welcome to Our Website   www.majalahbuser.com
Redaksi Iklan Pemasaran : Komplek Ruko Stadion Brawijaya  Jl. Ahmad Yani D-6  Kediri
Telp.(0354)-7000500 Fax. 0354 – 692543  E-mail : redaksi@majalahbuser.com
copyright . 2012 @ majalahbuser.com
Kediri - Sebanyak 134 pelajar di Kota Kediri dan Kabupaten Kediri, Jawa Timur, langsung dinyatakan tidak lulus pada hari pertama pelaksanaan ujian nasional (UN) tingkat sekolah menengah pertama (SMP) sederajat, Senin (23/4/2012).

Hal tersebut diputuskan setelah para siswa tersebut tidak mengikuti ujian tanpa keterangan apa pun.
Selasa, 24 April 2012

Hari Pertama, 134 Pelajar SMP Kediri Tidak Lulus UN
Di Kota Kediri, total jumlah peserta UN terdata hingga mencapai 6.843 siswa yang berasal dari 38 lembaga sekolah. Dari jumlah tersebut, 6 siswa tidak mengikuti ujian tanpa disertai keterangan apa pun, sementara 2 siswa lainnya tidak masuk karena sakit. "Dua siswa yang sakit itu akan ikut ujian susulan pada 30 April hingga 4 Mei nanti, sementara yang tidak ada izinnya enggak bisa ikut (ujian) susulan," kata Kepala Bagian Humas Pemerintah Kota Kediri Hariyadi kepada wartawan.

Sementara itu di Kabupaten Kediri, jumlah siswa yang tidak ikut ujian tanpa pemberitahuan mencapai 128 siswa dari total 19.985 peserta UN. "Selain itu ada empat pelajar lainnya tidak masuk dengan izin sakit," kata Edy Purwanto, Plt Kepala Bagian Humas Pemerintah Kabupaten Kediri.

Baik di Kota maupun Kabupaten Kediri, pelaksanaan UN hari pertama masih relatif aman dan lancar tanpa kendala berarti. Hanya, empat pelajar di Kabupaten Kediri harus mengerjakan ujian di Mapolsek Kediri karena tersangkut masalah kriminal. 

UN SMP Diikuti 3,7 Juta Siswa

Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Pendidikan Nasional (Balitbang Kemdiknas) Mansyur Ramly mengatakan, ujian nasional (UN) jenjang SMP/MTs dan SMPLB yang dimulai Senin (25/4/2011) ini diikuti 3.716.596 peserta. Mereka tercatat di 47.369 sekolah dari seluruh Indonesia.

Peserta UN akan diuji pada empat mata pelajaran, yakni Bahasa Indonesia, Matematika, IPA, dan Bahasa Inggris. Peserta yang berhalangan hadir dengan keterangan resmi dapat mengikuti UN susulan pada 3-6 Mei. Sesuai prosedur operasi standar yang ditetapkan Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP), pengaturan soal pengawasan UN SMP merupakan wewenang pemerintah provinsi dan kota/kabupaten. Di jenjang SMA, hal itu menjadi wewenang perguruan tinggi.

DPR Minta Formula Baru Ujian Nasional

DPR meminta pemerintah membuat formula baru untuk pelaksanaan ujian nasional yang diharapkan bisa diterapkan mulai tahun 2011. Pembahasan tentang ujian nasional tersebut akan dilakukan Komisi X DPR bersama Kementerian Pendidikan Nasional pekan ini. Sejumlah anggota DPR mengusulkan, jika ujian nasional (UN) masih seperti sekarang dan nilai UN mutlak menentukan kelulusan siswa, DPR sebaiknya tak menyetujui anggaran ujian akhir sekolah berstandar nasional dan UN yang diajukan pemerintah senilai Rp 587,87 miliar.

Anggota Panitia Kerja UN Komisi X DPR, Dedi S Gumelar, mengatakan, pemerintah mesti menawarkan formula baru UN 2011 yang lebih adil untuk siswa. ”Hasil UN bisa dipakai sebagai alat kelulusan dengan syarat tidak mematikan atau tidak bersifat mutlak,” ujarnya.

Elin Driana, ahli Penelitian dan Evaluasi Pendidikan di Jakarta, Sabtu (27/11), mengatakan, sebenarnya yang diharapkan dari pemerintah adalah dilakukannya evaluasi kebijakan, apakah pelaksanaan UN selama ini sudah tepat dan strategis dalam kondisi sekolah-sekolah yang beragam. ”Jika pemerintah berkeyakinan tetap membutuhkan UN untuk menjamin standar mutu pendidikan yang sama, mesti dicari jalan tengah supaya UN tidak merugikan guru dan siswa,” ujar Elin.

Harus dihargai

Menurut Elin, prestasi siswa selama tiga tahun menjalani pendidikan di SMP atau SMA mesti dihargai. Dengan demikian, siswa termotivasi untuk meningkatkan belajarnya karena seluruh proses belajar yang diikutinya akan juga menentukan kelulusan.

”Bisa saja UN jadi syarat yang harus dilalui siswa. Tetapi bobotnya mesti kecil. Penilaian layak atau tidaknya siswa lulus sekolah menjadi wewenang guru dan sekolah, bukan wewenang pemerintah,” ujar Elin yang mengajar di Pascasarjana Universitas HAMKA Jakarta.

Ketua Umum Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia Sulistiyo juga mendesak supaya UN 2011 ditinjau ulang dan diperbaiki dari berbagai persoalan. Pelaksanaan UN mesti mengutamakan kepentingan anak didik dan pendidikan pada umumnya. Peran guru dan siswa juga harus dihargai.

Jika pemerintah meragukan guru akan meluluskan siswa, jika kelulusan diserahkan sepenuhnya kepada sekolah, menurut Dedi Gumelar, pengawasan ujian bisa dilakukan sesuai standar UN. Meski UN direvisi untuk mencari bentuk baru, Sulistiyo dan Elin setuju perlunya sistem evaluasi untuk pemetaan mutu sekolah. Sekolah-sekolah yang dinilai kualitasnya belum memadai harus dibantu pemerintah dengan beragam cara untuk meningkatkan mutu.

Menurut Elin, kualitas sekolah senantiasa menjadi pertimbangan orangtua saat memasukkan anaknya ke jenjang pendidikan mana pun. (ELN/KCM)
      Berita Nasional :

      Berita Daerah  :