Menurut analis Standard Chartered, masyarakat miskin di Indonesia lebih dominan dalam menggerakkan perekonomian dibandingkan masyarakat menengah ke atas.
“Banyak orang mengatakan kebangkitan kelas menengah sebagai motor pertumbuhan ekonomi di Asia. Itu cerita yang banyak didengungnkan, tetapi itu tidak sepenuhnya benar,” ujar Nirgunan Tiruchelvam, analis Standar Chartered Bank sebagaimana dikutip Financial Times.
Menurutnya, di Indonesia masyarakat miskin justru menjadi pendorong ekonomi. Di Indonesia, sebagian besar barang-barang kebutuhan rumah tangga dibeli oleh orang miskin. Pembelian sampo atau sabun lebih mendorong pertumbuhan ekonomi ketimbang mobil atau perhiasan.
Bahkan peningkatan kelas menengah cenderung miring menuju ke kelompok miskin. Karena itulah pertumbuhan barang-barang yang mereka idamkan, seperti sepeda motor, jauh lebih cepat ketimbang yang diidamkan kelas menengah seperti mobil.
Kecenderungan ini akan berlanjut hingga pada 2020 mendatang, yakni 51% dari penjualan barang-barang kebutuhan pokok akan didominasi oleh kelompok miskin. Ini tetap terjadi meskipun ekonomi Indonesia tumbuh hingga 7%.
Barang-barang yang dibeli oleh orang miskin di Indonesia tentu berbeda dengan di negara lain. Di negeri ini, mereka membeli produk pokok seperti mi instan, roti, sabun, dan pakaian dasar. Produsen mengambil untung dari jumlah penjualan yang banyak, meskipun marginnya kecil.
Inflasi Akhir 2012 Diprediksi 5,3%
Menteri Keuangan Agus Martowardojo mengatakan inflasi hingga akhir tahun 2012 diprediksi mencapai 5,3% sehubungan dengan batalnya kenaikan harga BBM bersubsidi.
"Jadi kalau sekarang target inflasi kita 6,8% dan kalau di tahun 2012 tidak lakukan penaikan harga BBM, maka realisasi kita bisa kisaran 5,3% atau lebih rendah dari itu. Saat penetapan APBNP 2012 asumsi kalau naik harga BBM Rp1.500 yang pada saat pembahasan dengan DPR tidak disetujui," tutur Agus di Jakarta, Rabu (16/5/2012).
Ia yakin dengan atau tanpa penaikan harga BBM bersubsidi, pemerintah akan tetap bisa menjaga anggaran agar tidak sampai defisit berlebihan. "Pemerintah yakin kalau kita naikkan atau tidak, itu kita tetap bisa jaga fsikal kita dalam keadaan sehat. Dan kita punya cadangan yang memadai untuk respon kondisi fiskal," ungkapnya.
Selain itu, pemerintah melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No.66/PMK.011/2012 pada tanggal 30 April 2012 telah menetapkan sasaran inflasi untuk tahun 2013,2014 dan 2015.
Agus Marto menjelaskan, sasaran inflasi pada masing-masing tahun adalah sebesar 4,5% dengan deviasi plus minus 1%, 4,5% dengan deviasi plus minus 1% dan 4% dengan deviasi plus minus 1%. Sesuai dengan undang-undang yang berlaku dalam penetapan sasaran inflasi tersebut pemerintah telah melakukan koordinasi dengan BI.
"Penetapan sasaran inflasi tersebut menunjukkan komitmen yang kuat dari pemerintah dan BI untuk menjaga stabiltas harga dalam jangka pendek dan mendukung peningkatan daya saing ekonomi melalu penurunan tingkat inflasi nasional secara bertahap dalam jangka menengah-panjang," paparnya. [inilah]