Berikut ini daftar sepuluh siswa SMA peraih nilai UN tertinggi:
1. Triawati Octavia. Nilai UN murni mencapai 58,6. Sekolah di SMA Negeri 2 Kuningan, Jabar.
2. Novi Wulandari. Nilai UN murni 58,5. Sekolah di SMA Negeri 2 Lamongan, Jawa Timur.
3. Kadek Devi Ari Frasiska. Nilai UN Murni 58,5. Sekolah di SMA Negeri 4 Denpasar, Bali.
4. Florencia Irena. Nilai UN Murni 58,45. Sekolah di SMA Santa Ursula, DKI Jakarta.
5. Anggi Arsandi Apriliyanto. Nilai UN Murni 58,45. Sekolah di SMA Negeri 2 Lamongan, Jatim.
6. Bagas Widyatmaka. Nilai UN Murni 58,45. Sekolah di SMA Negeri 1 Ponorogo, Jawa Timur.
7. Fajrin Pradita Wina. Nilai UN Murni 58,45. Sekolah di SMA Negeri 1 Sidoarjo, Jawa Timur.
8. Doni Arif Gunawan. Nilai UN Murni 58,45. SMA Pasundan 1, Jawa Barat.
9. Putu Ayu Utami Prajawaty. Nilai UN Murni 58,3. SMA Negeri 1 Denpasar, Bali.
10. Bhirawa Praditya Bagaskara. Nilai UN Murni. SMA Negeri 4 Denpasar, Bali.
Berikut ini daftar sepuluh siswa SMK peraih nilai UN tertinggi:
1. Mutiarani. Nilai UN murni 29,6. Sekolah di SMKN 2 Semarang, Jawa Tengah.
2. Mifta Nurjanah. Nilai UN murni 29,6. Sekolah di SMK Mitar Batik, Tasikmalaya, Jawa Barat.
3. Roni Hadian Akbar. Nilai UN murni 29,6. Sekolah di SMKN 1 Katapang, Jawa Barat.
4. Neni Yuliantika. Nilai UN murni 29,4. Sekolah di SMKN 7 Bandung, Jawa Barat.
5. Erlyn Herlina Febrianty. Nilai UN murni 29,4. Sekolah di SMKN 1 Sukabumi, Jawa Barat.
6. Intan Permatasari. Nilai UN murni 29,4. Sekolah di SMKN 2 Tasikmalaya, Jawa Barat.
7. Dewi Astutik. Nilai UN murni 29,4. Sekolah di SMKN 1 Purwodadi, Jawa Tengah.
8. Erlita Dyah Utami. Nilai UN murni 29,4. Sekolah di SMKN 1 Purwodadi, Jawa Tengah.
9. Hanindia Hajjar Damayanti. Nilai UN murni 29,4. Sekolah di SMKN 1 Surabaya, Jawa Timur.
10. Annisa Ayuningtias. Nilai UN murni 29,40. Sekolah di SMK Kartika IV-1 Malang, Jawa Timur.
Tahun Depan Soal UN Ada 20 Jenis
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan akan mengeluarkan kebijakan baru dengan membuat 20 jenis soal ujian nasional untuk mencegah kasus menyontek pada siswa.
“Tahun depan tidak cuma lima jenis soal, tapi 20 jenis soal, sehingga satu kelas makin susah menyontek karena tak ada soal yang sama,” kata Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhammad Nuh seusai menghadiri pertemuan dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di Yogyakarta, Jumat petang, 25 Mei 2012.
Nuh mengatakan, meski secara hasil ujian nasional kali ini sudah ada peningkatan secara kelulusan dan kejadian menyontek di kelas relatif rendah, pihaknya menilai, untuk meningkatkan proses kejujuran siswa dalam pengerjaan, perlu dilakukan pembenahan.
“Sudah menurun menyonteknya, tapi perlu ditingkatkan lagi agar semakin berkurang lagi menyonteknya,” kata dia.
Sementara pengamat pendidikan dan kebudayaan UGM, Prof Djoko Suryo, mengatakan kebijakan tersebut bakal turut mengubah stigma yang melekat selama puluhan tahun di dunia pendidikan Indonesia.
“Sisi positifnya, sekolah akan kehilangan bangunan stereotip tentang mata pelajaran dan guru primadona, yang selama ini hanya dikuasai mata pelajaran tertentu yang sifatnya intellectual oriented,” kata Djoko.
Pasalnya, dengan variasi soal yang semakin banyak itu, akan mendorong sekolah, guru, siswa, hingga orang tua untuk memberi porsi sama dalam menyikapi sebuah mata pelajaran.
“Mereka benar-benar diminta memperhatikan semua mata pelajaran. Tak ada lagi mana yang perlu diprimadonakan, diprioritaskan, seperti non-eksak yang selama ini pelajaran dan gurunya seperti tak mendapat tempat,” kata dia. Selain itu, dengan semakin banyak variasi ini, akan semakin meredam calo dan penjual bocoran soal yang masih banyak berkeliaran.
Meski demikian, dengan adanya jumlah peningkatan jenis soal dari lima yang langsung menjadi 20 itu, Djoko menilai perlu kajian tersendiri agar tidak sampai menjadi beban negatif aspek lainnya.
Dengan soal lebih banyak, otomatis pemerintah harus memperbaiki kinerja panitia pembuat soalnya, mengingat selama ini masih banyak soal yang salah ketika telah dibagikan di lapangan.
“Dan tentu, kalau langsung 20 jenis, harus tambah jumlah tenaga pembuat dan ahli. Jadi tambah biaya lebih besar,” kata dia. (tempo.co)