Tiga petani tambak yang mengaku nyaris menjadi korban keganasan Buaya Muara dengan lebar gigi seperti mata bor dengan mulut sekitar hampir dua jengkal itu, adalah Ammang (50), Muhammad Junaedi (30) dan Ismail (29).
"Buaya yang kami tangkap ini ukurannya lebih kecil, panjangnya hanya dua meter lebih namun sempat kewalahan juga hingga berjam-jam baru bisa dilumpuhkan. Kami bertiga harus menangkap menggunakan tali dan cabang kayu," kata Ismail.
Dikatakannya, ukuran mulut buaya yang ditangkap itu hampir dua jengkal dan giginya sangat tajam dan runcing. Mereka mengejar dan menangkap binatang tersebut, karena masuk tambak untuk mencari ikan dan udang peliharaan.
Menurut Ismail, jika tidak berhati-hati, mereka nyaris diterkam buaya satunya yang lebih besar. Karena, katanya, saat mengejar buaya yang ditangkap, buaya satunya mengikuti dan mengejar mereka hingga pinggir sungai sekitar ujung tambak.
"Buaya yang ukuran lebih besar lepas dan masih tetap berkeliaran di sekitar tambak, Sungai Kenyamukan dan rawa-rawa sekitar tambak," ujarnya.
Sangatta sejak dulu memang dikenal sebagai sarang Buaya Muara, khususnya di kawasan Kenyamukan. Itulah sebabnya tambak milik warga petani setempat sering kedatangan buaya dan menghabiskan ikan di dalamnya.
Saat ini buaya tersebut diikat dan ditempatkan di sebuah kandang kayu berukuran 2,5 meter dengan lebar 50 cm di bagian belakang rumah Ismail.
"Buaya ini akan kami pelihara saja untuk dijadikan tontonan warga jika ada yang berminat berkunjung, bahkan langsung dipasangi sebuah tanda pengumuman dan tarif setiap pengunjung," katanya.
Menurut Ammang, buaya ini akan dijadikan tontonan bagi pengunjung dengan tarif Rp 5.000 per orang setiap berkunjung.
"Kami akan mencari lagi buaya lainnya agar supaya pengunjung lebih banyak datang kalau jumlah buaya lebih banyak. Makanya tempatnya harus kami perbaiki sehingga nantinya menjadi tujuan rekreasi warga Sangatta," ujar Ammang yang dibenarkan Junaedi. (tribunnews)