Martin menjelaskan, saat ini, lembaga DPR tengah mendapat sorotan negatif dari masyarakat. Dan itu semua karena kasus korupsi yang banyak dilakukan oleh anggota Dewan sendiri.
Setiap periode, ada saja anggota Dewan yang terseret kasus korupsi. Dan KPK menjadi lembaga yang membuka borok tersebut.
"Apa lagi dalam kondisi sekarang di mana kepercayaan rakyat terhadap DPR semakin berkurang oleh berbagai skandal korupsi yang membelitnya," lanjut Martin.
Semakin DPR menunda meloloskan anggaran untuk pembangunan Gedung KPK, kecaman publik akan makin hebat. Publik pun akan menilai DPR menghambat kinerja KPK dalam pemberantasan korupsi.
Wakil Ketua KPK, Bambang Widjojanto, sebelumnya melontarkan wacana penggalangan dana untuk gedung baru KPK. Alasannya, sudah beberapa tahun ini Komisi III DPR tak kunjung mengabulkan permohonan pencairan dana Rp 61 miliar untuk membangun gedung. Padahal, pemerintah sudah memberi lampu hijau.
Gedung KPK saat ini sudah berusia 31 tahun dan tidak mampu menampung pegawai yang jumlahnya mencapai 650 orang. Sejatinya gedung itu hanya bisa menampung 350 orang.
Ini Alasan Bambang Soesatyo Soal Gedung Baru KPK Tersandera 'Bintang'
Jakarta Ada sejumlah pertimbangan mengapa tanda bintang di anggaran gedung baru KPK tak juga dihapus. Salah satunya, KPK merupakan lembaga ad hoc sehingga dikhawatirkan gedung baru menjadi mubazir dan berhantu.
Anggota Komisi III DPR Bambang Soesatyo berpendapat Komisi III DPR bukan tidak menyetujui dana untuk pembangunan gedung baru KPK.
Menurut dia, ada beberapa pertimbangan yang harus dibicarakan dahulu.
"Karena bagaimana pun KPK itu lembaga ad hoc sehingga pengeluaran yang besar itu memberikan beban kepada negara dan kemudian kalau ad hoc-nya selesai, gedung itu jadi mubazir," kata Bambang.
Hal ini disampaikan Bambang di sela-sela acara peluncuran buku berjudul "Presiden Offside: Kita Diam atau Memakzulkan" karya Desmond J Mahesa di Istora Senayan, Jakarta Pusat, Sabtu (23/6/2012).
Untuk itu, kata Bambang, harus disepakati dulu apakah KPK akan menjadi lembaga permanen atau ad hoc.
"Makanya kemarin, kita arahkan untuk mencari gedung yang tidak terpakai sehingga ada penghematan. Ada upaya berhemat supaya tidak membangun gedung baru, lalu begitu lembaganya selesai kembali jadi gedung berhantu," paparnya.
Apakah karena kapasitas? "Kalau bicara kapasitas, DPR sama saja, dulu kapasitas DPR juga tidak seperti sekarang. Kita bertahan dengan kondisi sekarang karena kondisi keuangan negara kita sangat terbatas. Ketika kami dikritik, tidak meneruskan adanya gedung baru karena ini sudah cukup," jawab Bambang.
Ia menyarankan KPK mencari gedung-gedung huni yang tidak terpakai ketimbang membangun gedung baru.
"Kalau pun dilakukan memakan waktu 1,5 tahun ke depan. 1,5 Tahun ke depan berujung pada masa kami sudah berakhir, untuk yang baru belum ada kesepakatan dengan KPK," kata dia.
Bambang menambahkan Komisi III DPR memiliki pemikiran rancangan UU KPK yang baru.
"Kalau memang negara, rakyat sepakat untuk menjadikan KPK permanen ya kita dorong. Lalu kita pikirkan pengadaan gedungnya yang permanen. Karena tidak hanya KPK yang minta gedung. Komnas HAM minta gedung, yang lain minta gedung semua. Sementara mereka lembaga permanen, KPK hanya ad hoc," kata Bambang.
Sebelumnya, penggalangan dana dari publik untuk KPK diwacanakan Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto. Niatan itu dilakukan karena anggaran yang sudah disetujui pemerintah tak juga diloloskan Komisi III DPR.
Anggaran itu tetap saja diberi tanda bintang yang artinya tidak bisa dicairkan. Alasan Komisi III memberi tanda bintang itu karena penghematan anggaran negara. (detikNews)