Menurut Direktur Riset Seknas FITRA Maulana, Minggu (15/7/2012), hasil audit keuangan BPK menunjukkan Kejaksaan berpotensi merugikan negara sebesar Rp 5.443.690.000.000 (Rp 5,4 triliun), dari total potensi kerugian negara senilai Rp 16,4 triliun, dengan 5.870 kasus di 83 K/L.
Di Korps Adhiyaksa, BPK menemukan 473 kasus penyimpangan penggunaan anggaran. Padahal, di lembaga itu ada 427 kasus dengan nilai potensi kerugian negara sebesar Rp 5,4 triliun, yang belum ditindaklanjuti.
Lebih lanjut Maulana mengatakan, bersumber dari audit BPK, Kementerian Keuangan menempati ranking kedua sebagai kementerian paling korup, dengan 269 kasus dugaan penyimpangan keuangan negara, dan potensi kerugian mencapai Rp 5.359.204.000.000 (Rp 5,3 triliun).
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menempati ranking ketiga, dengan 887 kasus dugaan penyimpangan keuangan negara, dan nilai potensi kerugian negara sebesar Rp 3.335.643.000.000 (Rp 3,3 triliun).
Secara berturut-turut, K/L yang berpotensi paling korup mulai posisi empat adalah Kementerian Kesehatan, dengan potensi kerugian negara Rp 332,8 miliar.
Kementerian ESDM (Rp 319,1 miliar), Kementerian Kehutanan (Rp 163,5 miliar), Kementerian Sosial (Rp 157,8 miliar), Kementerian Agama (Rp 119,3 miliar), Kementerian Pemuda dan Olahraga (Rp 115,4 miliar), serta Kementerian Komunikasi dan Informatika sebesar (Rp 102,4 miliar). (*)
FITRA: Anggaran KPK yang Diblokir DPR Rp 70,7 Miliar
Berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 32 Tahun 2011 tentang Rincian Anggaran Belanja Pemerintah Pusat Tahun Anggaran 2012, maka alokasi anggaran KPK yang diblokir oleh DPR adalah Rp 70,7 miliar.
Demikian disampaikan Koordinator Investigasi dan Advokasi Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA), Uchok Sky Khadafi, Senin (25/6/2012).
Uchok menjelaskan, total alokasi anggaran yang diblokir atau masih diberi 'tanda bintang' itu terdiri dari pembebasan tanah sebesar Rp 9.785.025.000 atau Rp 9,7 miliar dan pembangunan gedung baru KPK sebesar Rp 61.092.888.000 atau Rp 61 miliar.
"Alokasi anggaran KPK yang diblokir oleh DPR sebesar Rp 70,7 miliar," ujar Uchok.
Bagi FITRA, penghambatan pembangunan gedung KPK ini memperlihatkan Komisi III tidak menginginkan kinerja KPK meningkat untuk pemberantasan Korupsi.
Karena itu, FITRA meminta Komisi III segera mencabut blokir terhadap pembangunan KPK tersebut. "Kalau blokir tetap dilakukan, itu sama saja bahwa Komisi III begitu benci sama KPK, karena kerja-kerja KPK selama ini, banyak menangkap anggota dewan sendiri. Dan, Blokir ini menandakan bahwa komisi III sedang mengrogoti kinerja KPK yang sedang semangat dalam pemberantasan korupsi," tegasnya.
FITRA juga meminta anggota Komisi III masalah ini dengan ketidakmampuan komiseoner KPK dalam membawa Kasus Century dlm ranah penyidikan. "Komisioner PKK besok masa jabatan habis, tapi gedung KPK sebagai simbol pemberantasan korupsi masih tetap ada," tukas Uchok.
sumber: tribunnews