Survei pada 2-11 Juni 2012, dengan metode multistage random sampling dari 1.200 responden, dilakukan dengan metode wawancara. Hasil survei menunjukkan Megawati Soekarnoputri berada di posisi pertama dengan 18,3 persen dukungan responden, disusul Prabowo Subianto (18 persen). Posisi ketiga ditempati Aburizal Bakrie (17,5 persen), kemudian Hatta Rajasa (6,8 persen) dan Ani Yudhoyono di posisi paling buncit dengan dukungan 6,5 persen responden.
Namun bila dikerucutkan capres di luar 3 partai besar yakni Golkar, PDIP dan Demokrat, maka Prabowo menempati posisi teratas dengan 23,9 persen.
Wiranto (12,9 persen), Hatta Rajasa berada di posisi ketiga dengan 8,1 persen. Berturut-turut kemudian Surya Paloh (5 persen), Mahfud MD (4,5 persen), Dahlan Iskan (4,4 persen) dan Sri Mulyani yang hanya mendapat dukungan 2,1 persen responden.
"Prabowo memimpin poros tengah di luar tiga partai," kata peneliti LSI Adjie Alfaraby di kantor LSI, Jalan Pemuda, Jakarta Timur, Minggu (17/6/2012).
Terkait dengan elektabilitas partai, Demokrat terus melorot posisisnya ke urutan ketiga dengan 11,3 persen. Sementara Golkar berhasil menjadi jawara dengan 20,9 persen dukungan responden disusul PDIP dengan 14 persen.
"Gerindra, PKS, NasDem, PKB, PAN, PPP, Hanura tidak ada yang mendapat dukungan di atas 5 persen," sebut Adjie.
Capres 2014 Didominasi Tokoh Tua, Parpol Dinilai Disorientasi Politik
Hingga saat ini nama-nama capres yang akan maju pada Pilpres 2014 mash didominasi oleh tokoh tua. Oleh karena itu partai politik dinilai mengalami disorientasi politik.
"Selain itu, partai mengalami disorientasi. Partai terjebak sebagai alat untuk mempraktikan pragmatisme politik," kata pengamat politik asal Universitas Gajah Mada (UGM) Arie Sudjito saat dihubungi, Senin (11/6/2012).
Arie mengatakan, tantangan bagi partai-partai sebagai lembaga politik di negara demokratis adalah meningkatkan kualitas demokrasi, salah satunya adalah melakukan regenerasi. Namun, perubahan tak semata terhambat karena kepentingan partai dan tokoh-tokoh lama. Tokoh-tokoh muda juga harus berani melakukan gebrakan. Lima tahun sejak reformasi bergulir, kata Arie, masih dimaklumi jika tidak ada regenerasi kepemimpinan.
"Namun, kalau tidak berubah dan tidak ada juga regenerasi kepemimpin bukan semata-semata bukan hanya karena partai dan tokoh-tokoh lama. Itu karena pemuda juga tidak mau buat gebrakan. Tokoh-tokoh muda larut dalam sistem dan roda partai yang pragmatis," terangnya.
Padahal, kata Arie, tokoh-tokoh muda di pusat dan daerah harus berani mengambil inisiatif atau gebrakan dengan mengambil kepemimpinan di partai. Ia meyakini banyak tokoh-tokoh baru yang layak dan potensial untuk menggantikan tokoh-tokoh saat ini memimpin partai dan negara.
Sementara itu, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Veri Junaed, lembaga-lembaga survei harus dapat melakukan survei tersendiri terhadap tokoh-tokoh baru dan muda yang dinilai layak dan potensial untuk diusung dalam Pemilu 2014. Namun, kata dia, survei itu bukan untuk menyandingkan antara tokoh lama dan baru.
"Mesti ada survei tersendiri untuk mengimbangi capres-capres lama. Dengan tidak munculnya tokoh baru dalam survei, seolah-olah bangsa ini tidak punya alternatif lain. Apakah lembaga survei sekarang ini sengaja tidak memunculkan tokoh-tokoh baru?," kata Veri.
Dengan menyajikan tokoh-tokoh baru dalam survei, lanjut Veri, rakyat akan memiliki alternatif pilihan calon presiden dalam Pemilu 2014. "Kalau publik disodorkan alternatif, rakyat juga akan memiliki alternatif pilihan dalam pemilu mendatang," ujarnya.
sumber: detikNews