"Kesalahan terbesar pemerintah Malaysia adalah memformalkan. Ini merupakan tindakan provokatif dan agresif di bidang kebudayaan terhadap Indonesia," kata Guru Besar Internasional Universitas Indonesia, Hikmahanto Juwana, dalam keterangan tertulis, Senin 18 Juni 2012.
Menurut Hikmahanto, tarian Tor-Tor dan Paluan Gondang Sambilan yang akan dikembangkan Malaysia sebagai satu cabang warisan negara di Malaysia harus memperhatikan sensitifitas rakyat Indonesia. Memang dua tarian itu diusulkan oleh komunitas Mandailing di Malaysia.
Masyarakat asal Mandailing yang merantau bisa saja mempraktekan budaya yang mereka miliki namun jangan sampai Malaysia sebagai negara memformalkan sebagai "milik" negara itu. Langkah itu dinilai salah besar.
"Ini berbeda dengan yang terjadi di Indonesia dimana komunitas China Indonesia memprekatekan budayanya, semisal Barongsay. Namun pemerintah Indonesia tidak memformalkan sebagai miliknya," kata dia lagi.
Sensitifitas pemerintah Malaysia diperlukan karena dalam hubungan bertetangga yang mengalami pasang surut pasti publik Indonesia akan marah. Dalam pengalaman sebelumnya, pemerintah Indonesia terkadang membutuhkan waktu untuk membendung kemarahan publik terhadap Malaysia. Sebagai akibat kepentingan Malaysia di Indonesiapun terancam.
Tindakan pemerintah Malaysiapun dinilai tidak sejalan dengan solidaritas ASEAN dan keinginan untuk membangun masyarakat ASEAN. Publik Indonesia akan menolak pembentukan masyarakat ASEAN karena kekhawatiran mereka akan menjadi pecundang diantara negara-negara ASEAN yang ada.
"Untuk itu tindakan awal agar permasalah ini tidak berkembang secara liar adalah antar Menteri Luar Negeri kedua negara melakukan komunikasi. Komunikasi untuk klarifikasi dan pernyataan bersama agar tidak ada salah pengertian," ujar Hikmahanto.
Dia berharap, pemerintah Malaysia mengurungkan upaya memformalkan tarian Tor-Tor dan Paluan Gondang Sambilan demi menjaga keutuhan hubungan antar negara dan eksistensi ASEAN.
"Tari Tor-tor Beda Karakter dengan Malaysia"
Klaim Malaysia terhadap budaya bangsa Indonesia tidak berhenti pada tari Reog Ponorogo dari Jawa Timur dan tari Pendet dari Bali. Kali ini, muncul kabar pemerintah negeri Jiran itu juga mengklaim tari Tor-tor dan Gordang Sambilan sebagai peninggalan nasionalnya.
Terang saja, klaim ini membuat kalangan politisi di tanah air gerah. Salah satunya anggota Komisi X DPR yang membidangi Pendidikan, Kepemudaan, Olahraga, Kesenian dan Kebudayaan, Eko Hendro Purnomo.
Anggota fraksi PAN ini menyatakan bahwa klaim Malaysia atas tari asli Indonesia itu patut disayangkan. Karena menurutnya, tari Tor-tor yang kerap menjadi bagian dari seremoni adat Batak jelas tidak ada sambungan dengan tradisi kultural Malaysia.
"Tari Tor-tor itu jauh beda dengan karakter kultur yang ada di Malaysia," ujar Eko, Minggu 14 Juni 2012. Karena itu, dia meminta agar Malaysia menghentikan aksi klaim atas seni dan budaya bangsa Indonesia.
Selain itu, dia juga mengingatkan pemerintah dalam hal ini Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan maupun Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, harus bekerjasama lebih sinergis menyelamatkan seluruh kesenian dan kebudayaan nusantara. Seni dan budaya di Indonesia begitu beragam, harus segera mendapat paten.
"Sejak 2009 saya sudah minta pemerintah untuk bisa fokus mempertahankan seni dan budaya kita. Sebab kalau tidak, kejadian klaim-klaim atas kekayaan seni budaya kita bisa terus terulang," katanya. Di sisi lain, seluruh pemda dan masyarakat setempat juga mesti menghidupkan kesenian dan kebudayaan miliknya.
"Kalau biasanya tarian, misalkan seperti Tor-tor, biasanya ditampilkan hanya saat turis datang, cobalah itu digunakan juga untuk upacara lain seperti pengangkatan," tuturnya.
"Pemda dan masyarakat juga bisa mengajukan usulan untuk membuat paten seni budaya," tambah Eko.
Rencana memasukkan tari Tor-tor dan Gordang Sambilan sebagai peninggalan nasional Malaysia disampaikan oleh Menteri Informasi, Komunikasi, dan Kebudayaan Malaysia, Datuk Seri Rais Yatim. Malaysia akan meregistrasi kebudayaan itu berdasarkan Bab 67 Undang-undang Peninggalan Nasional 2005.
"Pertunjukan periodik harus diadakan. Artinya, tarian harus disajikan sementara irama gendang harus dimainkan di depan publik," kata Datuk Seri Rais Yatim.
Sumber: VIVAnews