Situs bersejarah tersebut tersebar di Kecamatan Dander, Ngraho, Tambakrejo, Purwosari, Kasiman, Temayang, Malo, Trucuk, dan Kedewan.
Sejumlah pegiat benda purbakala di Bojonegoro menyebutkan kerusakan benda purbakala dan areal situs sudah parah. Namun belum ada tindakan nyata dari Pemerintah Daerah Bojonegoro untuk menyelamatan benda bernilai historis tinggi tersebut.
"Saya sangat prihatin," ujar pengamat benda purbakala Bojonegoro, Hary Nugroho, Jumat 25 Mei 2012.
Hary menuturkan di Bojonegoro juga kerap terjadi aksi perburuan liar situs purbakala. Setidaknya dalam satu tahun terakhir sejumlah benda purbakala dijual ke kolektor ke kawasan Jawa, termasuk ke Pulau Bali. Namun para pemburunya sebagian besar justru dari warga Bojonegoro sendiri, juga Tuban dan Lamongan.
Areal yang kerap jadi sasaran penjarahan di antaranya situs geoarkeologi (hunian manusia purba) di Goa Gondel, Desa Soko, Kecamatan Temayang, atau sekitar 40 kilometer arah selatan Kota Bojonegoro.
Di dalam goa ini terdapat stalagmit dan stalagnit, yang diduga dicuri orang dari daerah selatan. Benda purbakala ini dijual dengan harga murah dan tidak sebanding dengan nilai sejarah. Harganya sekitar 50 ribu per fragmen. Barang tersebut selanjutnya dijual para kolektor ke Pulau Jawa dan Bali.
Kemudian situs paleontologi yang ada di Kecamatan Ngraho, Tambakrejo, Padangan, dan Purwosari. Sekarang ini para pemburu liar juga sedang mengincar fragmen langka. Berupa jenis udang yang ada di sekitar kawasan Kali Gandong, perbatasan Kecamatan Padangan dan Purwosari. Fragmen udang ini berumur sekitar 3 juta tahun, yang diketahui dari stratifikasi lapisan tanah yang ditemukan di sekitar fragmen.
Sedangkan kondisi situs arkeologi yang ada di Kecamatan Ngasem, Kasiman, dan Kedewan juga tidak terurus dan jadi jarahan para kolektor. Di antaranya situs peninggalan Kerajaan Hindu Buddha di kawasan wisata Kayangan Api, Kecamatan Ngasem.
Situs di lokasi ini pernah dilakukan penelitian dari arkeolog Universitas Indonesia, tapi sampai sekarang belum tuntas. "Saat ini kondisinya tak terurus," ujar Hary.
Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Bojonegoro, Suismoyo, membantah jika sejumlah situs dan benda purbakala tidak terurus. Dia menyebut sekarang ini instansinya tengah melakukan pendataan lebih detail. Hanya, persoalannya, minimnya anggaran membuat tidak seluruh benda purbakala itu dirawat dengan baik.
"Terus terang, kendala biaya," kata dia Jumat 25 Mei 2012 siang. Dia mencontohkan di areal Khayangan Api, Kecamatan Ngasem, sudah dua kali dilakukan penelitian dari arkeolog Universitas Indonesia.
Dan diproyeksikan akan ada penelitian lanjutan. Selain itu, juga perawatan untuk stalagtit dan stalagmit di Goa Gondel Desa Soko, Kecamatan Temayang, juga akan dilakukan perawatan. "Jadi, tetap kami rawat. Jangan bilang tidak terurus," kata dia. (tempo.co)