"Sembilan fraksi mengusulkan untuk berkoordinasi dengan Menteri Keuangan dan Dirjen Kekayaan Negara untuk memanfaatkan gedung yang masih bisa dimanfaatkkan," kata Wakil Ketua Komisi III, Aziz Syamsuddin di Gedung DPR, Jakarta, Senin, 2 Juli 2012.
Pemberian tanda bintang anggaran gedung KPK dilakukan sejak tahun 2008. Pimpinan Komisi III saat itu, Trimedya Panjaitan membintangi anggaran ini atas pandangan fraksi di komisi.
"Alokasi ini berawal dari pembahasan 2008, 2009, 2010 yang proses pembahasan anggarannya saat itu tidak melalui pembahasan Komisi III," ungkapnya.
Indikasi penolakan DPR diungkapkan di tengah gerakan massal masyarakat mengumpulkan dana untuk pembangunan gedung KPK.
Ada yang mengumpulkan koin di jalanan, artis yang mengamen demi KPK, saweran pedagang kaki lima. Juga buruh yang rela gajinya yang tak seberapa dipotong untuk mendukung komisi antikorupsi. Atau, aktivis di Makassar yang punya ide unik, gerakan sejuta batu bata.
Sementara di Jakarta, posko koalisi saweran untuk gedung baru KPK telah resmi didirikan di depan lobi gedung komisi antikorupsi, Jumat 29 Juni 2012.
Mantan Menteri Perindustrian Fahmi Idris menjadi orang pertama yang menyumbang di posko saweran KPK ini. Fahmi yang tiba sekitar pukul 09.45 WIB menyumbang dalam bentuk cek BNI senilai Rp5 juta.
Koalisi juga membuka rekening bagi masyarakat yang ingin menyumbangkan, tanpa harus datang ke posko. Rekening BNI cabang Melawai Raya, nomor 0056124374 atas nama perkumpulan ICW.
Penjelasan Komisi III Soal Gedung Baru KPK
Anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi PPP, Ahmad Yani menjelaskan polemik permohonan anggaran gedung baru untuk Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Setahu dia usulan anggaran pengadaan gedung baru yang mendapat bintang pada tahun 2008 karena tidak pernah dibahas di DPR. "Itu kan menyalahi prosedur dan tata cara," ujar Yani di Warung Daun, Cikini, Jakarta, Sabtu 30 Juni 2012.
Hal yang sama diulangi lagi pada pengajuan anggaran tahun 2009. Kemudian pada tahun 2010, usulan anggaran itu dikeluarkan oleh KPK dari nomenklaturnya. Setelah itu baru diajukan lagi pada tahun 2011.
Pada saat pengajuan kembali usulan tahun 2011 itulah, kata Yani, DPR meminta agar KPK sebaiknya mencari terlebih dahulu gedung milik negara yang tidak terpakai. Tapi ternyata tahun 2012 ini usulan anggaran itu diajukan lagi oleh KPK.
"Kami minta cari dululah gedung. Nah sekarang (2012) baru masuk lagi. Jadi tidak betul bahwa sejak 2008. Ini baru dimasukkan 2011 kemarin, dengan sekarang ini baru dua tahun," kata Yani.
Yani menambahkan, pemerintah pun dalam hal ini mestinya mendukung pengelolaan aset negara yang lebih baik. Gedung hasil sitaan yang tidak terpakai sebaiknya diberikan untuk digunakan KPK.
"Karena banyak sekali aset-aset negara kita yang dikuasai oleh pihak swasta sehingga tidak jelas keuntungannya untuk siapa," kata Yani.
Permohonan gedung baru KPK mulai bergulir sejak 2008. Persoalan ini kembali muncul karena Pimpinan KPK di bawah Abraham Samad menilai gedung KPK saat ini sudah tidak memadai untuk menampung pegawai KPK yang berjumlah sekitar 730 orang. Padahal, kapasitas gedung KPK di Jalan HR Rasuna Said itu hanya 350 orang.
Permintaan KPK terakhir, sebenarnya sudah diajukan Maret lalu. KPK meminta agar Komisi III yang membidangi Hukum itu segera menyetujui permintaan dana sebesar Rp225,7 miliar untuk pembangunan gedung baru KPK. Permintaan ini disampaikan oleh Wakil Ketua KPK Zulkarnain saat rapat dengan Komisi III dalam membahas perubahan anggaran 2012.
Zulkarnain memaparkan, gedung baru KPK akan berdiri di Jalan Rasuna Said Nomor 565, Kelurahan Guntur, Setiabudi, Jakarta Selatan, dengan luas tanah 27.600 meter persegi. Rencananya, gedung baru itu akan terdiri dari 16 lantai dan mampu menampung 1.394 pegawai.
Tapi, Komisi III DPR membumbuhkan tanda bintang alias belum bisa dicairkan pada pengajuan anggaran tersebut. (VIVAnews)