Buah ciplukan ini sering dikonsumsi oleh para petani atau anak-anak saat mereka memanen palawija seperti kacang, kedelai atau jagung. Rasanya yang manis saat matang, menjadikan buah ciplukan disenangi oleh anak-anak.
Ternyata tidak saja buahnya yang dapat dimakan, namun seluruh daun tanaman ini, mulai dari batang hingga pucuk daun, dapat dimanfaatkan untuk ramuan. Dalam tanaman Ciplukan mengandung sejumlah senyawa yang berkhasiat bagi kesehatan.
Biasanya Ciplukan digunakan untuk mengobati penyakit seperti diabetes, darah tinggi, kencing manis, borok, dan sakit tengorokan. Melihat banyaknya manfaat dalam tanaman Ciplukan sejumlah mahasiswa Fakultas Teknologi Pertanian (FTP) UGM terdorong mengolah Ciplukan menjadi sebuah produk minuman yang ditujukan bagi penderita diabetes.
Produk yang dimaksud berupa teh celup Ciplukan yang dilabeli Cipcup Tea. The Ciplukan dihasilkan dari tangan kreatif Denok Kumalasari, Rahmi Wijayanti, Intin Nurwati, dan Ridho Andika Putra.
Denok menuturkan bahwa selama ini cCplukan sudah banyak digunakan sebagai ramuan untuk mengobati berbagai penyakit, salah satunya diabetes. Namun, pengolahan yang dilakukan masih manual yaitu dengan direbus.
“Kebanyakan masih mengolah dengan direbus. Airnya itu yang dipakai untuk obat, diminum. Kami lihat kalau harus rebus dulu kok kurang praktis. Makanya kami buat dalam bentuk kemasan celup agar lebih praktis dan lebih tahan lama. Kadaluwarsa hampir sama dengan teh pada umumnya hingga 2 tahunan,” kata Denok, Minggu 22 Juli 2012.
Denok melanjutkan, dalam tanaman musiman ini mengandung senyawa flavonoid yang berfungsi menurunkan kadar gula darah pada penderita diabetes. Flavonoid yang terkandung di Ciplukan cukup tinggi, yaitu sebesar 4 persen.
“Penderita diabet itu insulinnya tidak berfungsi, tak mampu lagi mengubah gula dalam tubuh menjadi energi. Nah flavonoid ini berfungsi memperbaiki dan mengembalikan fungsi insulin dalam tubuh,” jelas Denok.
Selain mengandung flavonoid, lanjutnya, dalam Ciplukan juga terdapat senyawa antioksidan. “Yang dapat menangkal radikal bebas,” ucap Denok.
Cipcup Tea dibuat dengan memanfaatkan batang dan daun Ciplukan. Bagian-bagian tanaman tersebut dikeringkan terlebih dulu dengan menggunakan oven bersuhu 200 C selama 6-7 jam hingga kadar air dalam ciplukan hanya 3-4 persen.
“Awalnya kami mengeringkan secara manual dengan oven, tetapi saat ini kami mulai menggunakan Ciplukan yang sudah dikeringkan. Kami beli dari kelompok tani Bina Agro Mandiri, dongkelan yang biasa menjual berbagai jenis jamu-jamuan kering. Per kilogramnya dijual seharga Rp 20 ribu,” tutur Denok.
Selanjutnya, buah ini digiling hingga halus menjadi serbuk. Sebelum dikemas dalam kantong celup, ditambahkan daun stevia dan teh hijau kering.
“Sari daun stevia digunakan sebagai pengganti gula. Stevia mengandung senyawa gtikosida diterpen dengan tingkat kemanisan antara 200-300 kali dari gula tebu, tetapi berkalori rendah. Daun ini telah terbukti bermanfaat membantu program diet, mengatur tekanan darah, dan juga baik dikonsumsi bagi penderita diabetes,” ujar Rahmi Wijayanti.
Lebih lanjut dijelaskan Rahmi, dalam setiap 1 kantong teh Ciplukan tersusun dari komposisi Ciplukan (0,6%), stevia (0,4%), dan teh hijau (0,2%). Dalam satu kali produksi menggunakan 1.200 gram Ciplukan kering , 800 gram stevia kering, dan 400 gram teh hijau kering. Dari bahan-bahan tersebut dihasilkan sebanyak 2000 kantong teh ciplukan untuk 200 pack Cipcup Tea.
“Kami kemas satu pack isi 10 kantung dengan berat 12 gram seharga Rp.8.000 dan produk tersebut telah mendapat sertifikasi MUI,” ujar Rahmi.
Saat ini Cipcup Tea memang belum dipasarkan secara luas. Namun ke depan mereka berencana akan membuat sistem keagenan dan menitipkan ke apotek-apotek.
“Kami juga berkomitmen bahwa penghasilan dari penjualan teh ciplukan ini 2,5 %-nya disalurkan untuk penederita diabetes yang kurang mampu,” kata dia. (VIVA)