Redaksi Iklan Pemasaran : Komplek Ruko Stadion Brawijaya  Jl. Ahmad Yani D-6  Kediri
Telp.(0354)-7000500 Fax. 0354 – 692543  E-mail : redaksi@majalahbuser.com
copyright . 2011 @ majalahbuser.com
Welcome to Our Website   www.majalahbuser.com
Redaksi Iklan Pemasaran : Komplek Ruko Stadion Brawijaya  Jl. Ahmad Yani D-6  Kediri
Telp.(0354)-7000500 Fax. 0354 – 692543  E-mail : redaksi@majalahbuser.com
copyright . 2012 @ majalahbuser.com
Jakarta - Dua juru bicara, baik KPK maupun Mabes Polri, akhirnya mengakui terjadi ketidaksepahaman soal penggeledahan di kantor Korps Lalu Lintas Markas Besar Polri sejak Senin, 30 Juli 2012, hingga Selasa, 31 Juli 2012.

Keduanya beralasan, ketidaksepahaman itu karena ada beda komunikasi antarlembaga.
Rabu, 01 Agustus 2012

KPK-Polisi Akui ''Tak Sepaham'' Soal Penggeledahan Simulator SIM
Sejumlah polisi memperhatikan petugas KPK yang melakukan penggeledahan di gedung Koorps lalu lintas Mabes Polri (30/7)

"Soal ketidaksepahaman ini, konteksnya masalah komunikasi saja. Apalagi akan melakukan penggeledahan, tentu perlu ada komunikasi," kata juru bicara Mabes Polri, Komisaris Besar Boy Rafly Amar, dalam jumpa pers di kantor KPK sekitar pukul 06.35.

Sebelum penjelasan Boy, juru bicara KPK, Johan Budi S.P., mengatakan, dalam penggeledahan tersebut, sempat terjadi ketidaksepahaman antara penyidik KPK dan polisi di Korps Lantas sehingga penggeledahan terhenti pada pukul 22.00.

Penggeledahan akhirnya bisa dilakukan setelah pimpinan KPK dan Mabes Polri ada di lokasi. "Kemudian dilakukan diskusi, diperoleh kesepakatan penggeledahan dilakukan terus sampai pukul 05.00 baru selesai," kata Johan.

Penjelasan Boy ini berbeda dengan keterangan dia sebelum jumpa pers. Boy menampik bahwa penyidik KPK tertahan di lobi Korps Lantas.

Pantauan di lapangan, gerbang kantor Korps Lantas setinggi dua meter dijaga ketat empat personel polisi. Mereka melarang para pewarta masuk untuk meliput penggeledahan itu.

Namun Boy menampik hal itu. Dia juga menampik pintu pagar Korps sengaja dikunci agar penyidik KPK tidak bisa keluar. Adapun kaitan penggeledahan dengan kasus simulator SIM itu, Boy tetap bungkam. "Sebentar ya, pada saat jumpa pers dijelaskan," katanya sambil memasuki kantor KPK.


Jadi Tersangka Simulator SIM, Djoko Pilih Bungkam 

Mantan Kepala Korps Lalu Lintas Kepolisian RI Inspektur Jenderal Djoko Susilo tak mau berkomentar ketika ditanya soal kemungkinan dia ditetapkan sebagai tersangka terkait penggeledahan yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi dalam pengusutan proyek pengadaan simulator alat uji surat izin mengemudi.

Saat ditanya soal KPK yang sudah menetapkan status terhadap pejabat Polri yang berinisial DS, Djoko juga tak mau menjawabnya. "Sudah ada yang menangani," katanya kepada wartawan di Semarang, Selasa, 31 Juli 2012.

KPK dikabarkan sudah menetapkan tersangka dalam kasus ini, seorang petinggi Polri berinisial DS berpangkat jenderal bintang dua. Dia diduga Inspektur Jenderal Djoko Susilo.

Wakil Ketua KPK Busyro Muqoddas yang dikonfirmasi membenarkan penetapan tersangka tersebut. "Ya, betul," kata Busyro singkat melalui pesan pendek.

Menurut Djoko, kasus tersebut sedang ditangani Badan Reserse dan Kriminal Mabes Polri. Karena itu, Djoko meminta Tempo menanyakan hal ini kepada Badan Reserse dan Kriminal Mabes Polri.

Kasus ini mulai diungkap Direktur PT Inovasi Teknologi Indonesia, Bambang Sukotjo. Bambang membeberkan mengenai adanya suap dalam proyek pengadaan simulator mengemudi pada Koordinator Lalu Lintas Mabes Polri.

Menurut Sukotjo, dalam pemenangan tender simulator pada 2011, Direktur Citra Mandiri Metalindo, Budi Santoso, memberikan suap kepada Djoko sebesar Rp 2 miliar.

Selain dugaan suap, Sukotjo juga menceritakan mengenai adanya praktek mark up dalam proyek pengadaan simulator motor dan mobil ini. Budi berhasil memenangi tender pengadaan 700 simulator sepeda motor senilai Rp 54,453 miliar dan 556 simulator mobil senilai Rp 142,415 miliar pada 2011.

Dalam artikel Majalah Tempo pada 23 April 2012 berjudul Simsalabim Simulator SIM, Budi Susanto membenarkan pernah meminta uang tunai Rp 4 miliar kepada Sukotjo. Begitu juga permintaan agar Sukotjo mengantarkan satu kardus uang ke kantor Korps Lalu Lintas. Namun, menurut dia, uang itu bukan dikirim untuk Djoko.

"Saya hanya minta dia menitipkan ke Tiwi, orang yang saya kenal di sana," ujarnya. "Itu uang saya."


sumber: tempo.co
      Berita Nasional :

      Berita Daerah  :