"Kalau ada keluhan masyarakat apakah masih perlu pengadilan Tipikor di seluruh daerah, itu kan LSM yang minta dulu. Kalau kami tidak berniat 33 provinsi. Dulu kami berpikir di kota-kota besar, misalnya Medan, Jakarta, Surabaya, Bandung, Makassar. Sekarang sudah di 33 provinsi. Bagaimana kontrolnya, ini kan problemnya selalu kontrol. Untuk itu kami tidak setuju KPK ada di daerah. Kontrolnya bagaimana," jelas anggota Komisi III DPR Trimedya Panjaitan, di Jakarta, Senin (20/8/2012).
Hingga sekarang, diakui politisi PDI Perjuangan ini, bahwa pembentukan pengadilan Tipikor di seluruh provinsi tetap harus dilaksanakan. Sebab, itu adalah perintah UU, terutama UU No.46 tahun 2009 tentang pengadilan Tipikor. Trimedya menjelaskan, bahwa Komisi III secara umum lebih sepakat hanya ditempatkan di kota-kota besar saja. Namun, jika memang ingin direvisi, maka akan dilakukan revisi UU No.46/2009 tersebut.
"Itu kan harus merevisi UU No.46 tahun 2009. Kalau menurut saya, lebih baik di kota besar," terangnya.
Lebih lanjut, dikatakan Trimedya bahwa pengelolaan pengadilan Tipikor cukup menjankau per wilayah. Semisal, untuk Indonesia bagian timur, difokuskan di satu tempat yaitu Makassar. Tentunya, dengan resiko-resiko. Apalagi, dipastikan akan sedikit memakan biaya yang cukup besar. "Semua ada resiko. Tidak ada yang nol resiko," katanya.
Nasib Hakim Kartini dan Heru Tunggu Hasil KPK
Ketua Mahkamah Agung Hatta Ali menegaskan bahwa dua hakim ad hoc Kartini Juliana Magdalena Marpaung dan Heru Kisbandono dipastikan akan mendapatkan Surat Keputusan (SK) Pemberhentian.
"Kalau kedua orang itu sudah ditetapkan status tersangka, sudah pasti akan keluar SK pemberhentian," tegas Hatta Ali, Minggu (19/8/2012).
MA sendiri hingga kini masih menunggu proses hukum yang kini tengah dilakukan KPK. Berdasarkan catatannya, keduanya merupakan hakim ad hoc bukan hakim karir. Dalam catatannya pula, laporan yang disampaikan Komisi Yudisial (KY) terhadap keduanya selama bekerja di Pengadilan Tipikor Semarang, selama ini tidak terindikasi telah melakukan tindak penyuapan. Demikian halnya dengan Badan Pengawas (Bawas) tidak menemukan adanya pelanggaran kode etik dan perilaku hakim terhadap keduanya.
"Hasil dari KY tidak menemukan adanya suatu penyuapan, Bawas pun tidak menemukan," jelas Hatta.
"Yang kongkrit kesalahannya apa belum ditemukan, tapi kita pantau terus. Baru satu kasus saja ini yang kita pantau, tentunya bekerjasama dengan KPK," tambah dia.
Sebelumnya, KPK resmi menetapkan dua hakim adhoc Tipikor, Kartini J Marpaung dan Heru Kusbandono sebagai tersangka dalam kasus dugaan penyuapan terkait penanganan kasus yang sementara disidang di Pnegadilan Tipikor Semarang dengan terdakwa salah seorang pejabat setempat.
Kartini Marpaung dijerat diduga pasal 5 ayat 2 atau pasal 6 ayat 2, atau pasal 11, atau pasal 12 a, atau b c. Undang-undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Tipikor Jo pasal 55 ke 1 KUHP. Heru pun dijerat dengan pasal yang yang dengan rekan sejawatnya, namun ditambahkan Pasal 5 ayat 1a atau b, Pasal 6 ayat 1 huruf a atau pasal 13 UU Tipikor. [inilah]