"Dengan banyaknya gempa bumi di sekitar Maluku menyebabkan konsolidasi struktur tanah melemah. Ditambah lagi intensitas hujan yang juga meningkat. Maka longsor mudah terjadi," terang Kepala Pusat Data, Informasi dan Humas BNPB, Sutopo Purwo Nugroho, dalam keterangan pers kepada wartawan, Sabtu (4/8/2102).
Sutopo merinci dari 110 korban tewas selama periode bencana alam yang menimpa Maluku, paling banyak korban disebabkan karena kecelakaan laut yang menelan 69 orang.
"33 orang meninggal akibat banjir dan longsor, 3 orang akibat puting beliung, 69 orang akibat kecelakaan laut, dan 5 orang kena demam berdarah," Sutopo merinci.
Dari 33 orang yang tewas itu, jelas Sutopo, diantaranya karena longsor dan banjir yang terjadi pada 19 Juni 2012 di Kecamatan Sirimau, Kota Ambon, yang menyebabkan 11 orang meninggal. Serta banjir dan longsor pada 1 Agustus 2012 dengan korban 10 orang meninggal.
Menurut Sutopo, Kota Ambon yang merupakan bagian dari Kepulauan Maluku memiliki kontur wilayah berbukit dan lereng terjal dengan luas 73 persen wilayah berlereng terjal dengan kemiringan di atas 20 persen. Hanya 17 persen wilayah daratan yang datar atau landai dengan kemiringan kurang dari 20 persen.
"Masyarakat memilih hunian pada daerah lereng atau perbukitan karena daerah datar sudah terbatas dan mahal," terang Sutopo.
Pilihan masyarakat Kota Ambon untuk menetap di daerah lereng karena pertumbuhan arus urbanisasi masyarakat dari kabupaten lain ke Ambon.
"Pertumbuhan penduduk yang tidak berimbang dengan ketersediaan lahan yang murah, masyarakat cenderung membangun ke arah perbukitan yang rawan longsor," ujar Sutopo.
BNPB mengimbau pemerintah setempat hendaknya memprioritaskan penanggulangan bencana ke dalam prioritas pembangunan. Anggaran penanggulanan bencana sejumlah Rp 662 juta masih jauh dari total APBD Maluku yang mencapai Rp 1,1 triliun atau hanya 0,06% saja.
"Jumlah ini sangat kecil dibandingkan dengan ancaman bencana yang ada,"
sumber: detikNews