Redaksi Iklan Pemasaran : Komplek Ruko Stadion Brawijaya  Jl. Ahmad Yani D-6  Kediri
Telp.(0354)-7000500 Fax. 0354 – 692543  E-mail : redaksi@majalahbuser.com
copyright . 2011 @ majalahbuser.com
Welcome to Our Website   www.majalahbuser.com
Redaksi Iklan Pemasaran : Komplek Ruko Stadion Brawijaya  Jl. Ahmad Yani D-6  Kediri
Telp.(0354)-7000500 Fax. 0354 – 692543  E-mail : redaksi@majalahbuser.com
copyright . 2012 @ majalahbuser.com
Jakarta - Korupsi penggunaan pajak menjadi perhatian serius banyak pihak. Tak terkecuali Nahdlatul Ulama (NU) yang ikut membahas persoalan wajib tidaknya warga negara membayar pajak dalam forum bahtsul masail dalam Musyawarah Nasional Alim Ulama dan Konferensi Besar NU mendatang.
Sabtu, 15 September 2012

NU Akan Kaji Wajib Tidaknya Warga Bayar Pajak
Jangan Salahgunakan Uang Pajak
Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siradj dalam keterangan resmi kepada Tribunnews.com di Jakarta, Rabu (5/9/2012), mengatakan, alasan mengangkat persoalan ini tak lepas dari adanya fakta telah terjadi korupsi besar-besaran di sektor pajak.

Ia menekankan, jika pengelolaan dana dari pajak dilakukan dengan baik dan amanah, kewajiban membayar pajak wajib didukung.

"Tapi jika ternyata dana dari pajak dikorupsi, itu nanti akan dirumuskan hukumnya oleh para ulama," ujar KH Said.

Isu sektor pajak sebagai bahasan dalam Musyawarah Nasional Alim Ulama dan Konferensi Besar NU, juga tak terlepas dari keinginan ulama Nahdliyin untuk mewujudkan akuntabilitas pengelolaan dana publik yang seharusnya dimanfaatkan bagi kemaslahatan umat.

Munas Alim Ulama dan Konbes NU akan diselenggarakan di Pondok Pesantren Kempek, Cirebon, Jawa Barat, 15-18 September mendatang. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dijadwalkan akan hadir sekaligus menyampaikan Presidential Speech sehari sebelum penutupan.

Serangkaian kegiatan rutin tersebut sudah secara resmi diluncurkan, pada Selasa (4/9/2012) kemarin, dengan membahas berbagai persoalan di forum yang kedudukannya setingkat di bawah muktamar tersebut.

Besar harapan, NU menyumbangkan pemikirannya untuk Indonesia yang lebih baik. Adapun tiga hal utama yang dibahas dalam forum tersebut, yaitu masail diniyah maudluiyah yang berkenaan dengan rujukan dasar seperti konsep negara, hukum bentuk negara, kekayaan negara, pengalihan kekayaan negara, dan warga negara.

Berikutnya masail diniyah qanuniyah yang berkaitan dengan perundang-undangan. Beberapa UU yang akan dibahas dari segi Islam adalah korelasi UU BI, UU Penanaman Modal Asing, UU Air, UU Migas dan UUD 1945 dengan kesejahteraan rakyat.

Terakhir soal masail diniyah waqi'iyah atau isu-isu faktual, seperti hukum pilkada langsung, hukuman mati bagi koruptor, hukum pajak, hukum anak di luar nikah, hukum ekonomi rakyat, dan hukum pematokan keuntungan saham BUMN.


Sedekah Politik Jadi Bahasan Munas NU

Politik uang mengambil banyak bentuk. Ada yang dikemas lewat sedekah atau zakat. Fenomena ini menjadi keprihatinan mendalam Nahdlatul Ulama (NU). Masyarakat sipil tebesar di Indonesia ini berencana mengeluarkan fatwa atas tindakan tersebut.

Dalam Islam, politik uang disebut risywah (suap) Belakangan, politik uang yang menjelma lewat sedekah dan zakat marak terjadi untuk mempengaruhi pilihan masyarakat dalam sebuah pesta demokrasi, baik pemilihan presiden, kepala daerah, dan anggota legislatif.

"Risywah (suap) dalam politik sama halnya dengan melakukan korupsi yang merupakan perbuatan keji dan diharamkan oleh agama," tegas Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siroj dalam rilisnya di Jakarta, Senin (10/9/2012).

NU akan membahas wacana fatwa halal atau haram sedekah untuk kepentingan politik dalam forum bahtsul masail diniyah waqi'iyyah Musyawarah Nasional (Munas) Alim Ulama dan Konferensi Besar (Konbes) NU di Pondok Pesantren Kempek, Cirebon, Jawa Barat, 15-17 September mendatang.

Mengutip sebuah ayat dalam Alquran, Kiai Said menyebutkan pelaku korupsi layak mendapatkan hukuman seberat-beratnya, karena korupsi masuk dalam kategori perbuatan fasad, yaitu perbuatan yang merusak tatanan kehidupan bermasyarakat dan bernegara.

Ia menambahkan, praktek risywah politik telah mengubah demokrasi Indonesia tak ideal, karena kandidat terpilih pada umumnya hanya bermodalkan materi, tanpa memiliki kemampuan untuk menjadi seorang pemimpin. Karenanya NU mendorong masyarakat tak memilih politisi model demikian.

"Pemilu langsung adalah produk era reformasi. Dengan maraknya politik uang, di sinil ah tugas kita semua untuk bersama-sama bersikap dewasa dan mendewasakan masyarakat. Jadi jangan memilih pemimpin hanya karena adanya uang," tandas Kiai Said.
Berita Terkait: Pemilihan Gubernur DKI. (tribunnews)
      Berita Nasional :

      Berita Daerah  :