“Korea Selatan sangat ingin mengambil bagian dan berkontribusi dalam pelaksanaan proyek tersebut , namun masih menunggu spesifikasinya, bagaimana mekanisme proyek ini akan dijalankan," ujar Kim kepada para wartawan.
Kim menambahkan, pihaknya masih membuka semua kemungkinan partisipasi dalam pembangunan JSS, apakah dalam bentuk pembiayaan maupun konstruksinya.
Pembangunan JSS sendiri sudah masuk sebagai salah satu dari delapan mega proyek Komisi Ekonomi Bersama Indonesia-Korsel. Dalam kunjungannya, Kim juga didampingi oleh para pengusaha dan kontraktor Korsel.
Djoko Kirmanto menyambut baik minat Pemerintah Korsel terhadap pembangunan JSS. Namun Menteri PU mengatakan, dalam pertemuan itu dia mengungkapkan bahwa JSS merupakan proyek yang belum layak secara finansial.
Dengan alasan tersebut, jika misalnya Korsel hanya tertarik sebagai investor tolnya saja, berapapun besar tarif tol yang dikenakan tidak akan bisa mengembalikan investasi mereka.
“Oleh karena itu, konsep yang kita kembangkan siapapun yang ingin kerjakan itu, akan dapat konsesi pengembangan wilayah yang ada di sekitarnya,” ungkap Djoko Kirmanto.
Menkeu Tetap Ingin Proyek JSS Tak Bebani APBN
Menteri Keuangan (Menkeu) Agus Martowardjojo tetap menginginkan agar megaproyek Jembatan Selat Sunda (JSS) tak membebani keuangan negara atau APBN. Agus pun menginginkan agar proyek bernilai sekitar Rp 200 triliun ini mempunyai ruang lingkup yang terukur sehingga potensi risiko juga dapat terukur.
"Sudah kami sampaikan juga dalam pemberitaan, diharapkan proyek itu tidak membebani APBN, tidak jadi beban negara," ujar Agus usai rapat dengan Badan Anggaran (Banggar) di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (28/8/2012).
Megaproyek JSS ini dipayungi Perpres Nomor 86 Tahun 2011 tentang Pengembangan Kawasan Strategis dan Infrastruktur Selat Sunda. Perpres itu mengatur bahwa pemerintah menunjuk konsorsium PT Graha Banten Lampung Sejahtera sebagai pelaksana studi dengan jaminan anggaran negara jika proyek batal. Konsorsium PT Graha Banten Lampung Sejahtera terdiri atas Grup Artha Graha milik Tommy Winata, Pemprov Banten, dan Pemprov Lampung.
Belakangan, Agus menginginkan dilakukkannya revisi perpres tersebut. Satu di antara alasan diperlukannya revisi perpres itu, yakni karena terkait dengan masalah keadilan dalam pengembangan proyek JSS. Namun, keinginan Agus itu menuai penolakan lantaran mengancam pihak pemrakarsa dalam menyiapkan proyek JSS termasuk studi kelayakan dan desain utama.
Pemerintah melalui Menko Perekonomian Hatta Radjasa telah menyetujui revisi perpres tersebut. Dan saat ini, revisi perpres masih dalam pembahaan Tim Tujuh. Tim ini terdiri dari dari Menteri Pekerjaan Umum dengan anggota Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Menteri Keuangan, Menteri Hukum dan HAM, Menteri Perindustrian, Sekretaris Kabinet, dan Kepala Bappenas yang ditunjuk oleh Presiden SBY untuk membahas perencanaan pembangunan JSS.
Menurut Agus, saat ini pihaknya masih menunggu pembahasan di Tim Tujuh. "Pembahasan di Tim Tujuh masih dilaksanakan. Nanti hasilnya dilaporkan ke Dewan Pengarah. Setelah itu dilaporkan ke presiden," kata Agus. (tribunnews)