"Kami menolak revisi ini. Kalau rancangan undang-undang itu disahkan, sama halnya dengan merusak independensi dan membunuh KPK," kata Zainal Arifin Muchtar, Direktur Pusat Kajian Antikorupsi Universitas Gadjah Mada, Senin, 24 September 2012.
Komisi Hukum Dewan Perwakilan Rakyat segera merevisi Undang-Undang KPK. Bahkan mereka sudah menyiapkan draf rancangan revisi dan menyerahkannya kepada Badan Legislasi DPR. Sejumlah poin dalam draf itu dikhawatirkan dapat melumpuhkan kewenangan komisi antikorupsi.
Ada sejumlah pasal kontroversial, antara lain pembentukan Dewan Pengawas KPK yang ditunjuk DPR, pengembalian fungsi penuntutan KPK ke Kejaksaan Agung, penyadapan harus dengan persetujuan pengadilan, dan pemberian kewenangan penghentian perkara melalui surat perintah penghentian penyidikan.
Aturan baru itu, kata Zainal, membuat KPK tak berdaya. Dia mengatakan penuntutan dan penyadapan layak menjadi hak luar biasa KPK karena lembaga ini bertugas memberantas korupsi yang notabene termasuk kejahatan luar biasa. Bila kedua hak itu dihilangkan, kewenangan KPK tidak akan berbeda dengan penegak hukum lainnya dan bisa mandul.
Senada dengan Zainal, aktivis Indonesia Corruption Watch, Danang Widoyoko, berpendapat bahwa penyadapan KPK efektif memberantas praktek penyuapan.
"Penyadapan menjadi bukti. Kalau menunggu mendapatkan bukti kuat sebelum penyadapan, bagaimana caranya?" tanya Danang.
Danang menambahkan, revisi UU KPK menjadi alat balas dendam DPR yang kerap menjadi target penuntasan kasus korupsi.
Para anggota legislatif itu, ujar Danang, khawatir KPK mengganggu “tambang uang” mereka menjelang pemilihan Presiden 2014. "Buruk rupa cermin dibelah, bukan menghentikan korupsi tapi lembaga pangkas.”
Tak hanya Dewan Perwakilan Rakyat, Kepolisian pun tak mau memperkuat kinerja KPK. Pada 14 September lalu, Mabes Polri menyurati pimpinan KPK. Polisi menolak memperpanjang masa tugas 20 penyidiknya seperti diminta KPK sebulan sebelumnya. Di antara 20 penyidik yang akan ditarik itu, 12 orang baru bertugas satu tahun di KPK.
Menurut Juru Bicara KPK Johan Budi SP, penarikan 20 penyidik jelas akan mempengaruhi kecepatan pengusutan kasus korupsi. Soalnya, setiap penyidik rata-rata sedang menangani tiga sampai lima perkara. Empat orang di antaranya bahkan menjadi kepala satuan tugas di KPK.
Senin kemarin, rombongan yang dipimpin Sekretaris Jenderal KPK Bambang Praptono Sunu menemui Kepala Polri Jenderal Timur Pradopo. Mengantarkan surat dari pimpinan KPK, mereka menjajaki kemungkinan polisi mengurungkan niatnya menarik 20 penyidik.
Tampaknya, Polri masih berkukuh menarik 20 penyidik, dengan alasan demi pembinaan dan perputaran penugasan. "Belum ada surat apa-apa. Tadi Sekretaris Jenderal KPK datang, tapi tak membahas 20 penyidik itu," kata Kepala Biro Penerangan Masyarakat Polri Brigadir Jenderal Boy Rafli di kantornya. (tempo)