Kediri - majalahbuser.com, Setelah ‘puasa’ selama lebih dari 6 bulan, akhirnya para petani tomat di Kabupaten Kediri kini tersenyum ceria. Pasalnya saat ini harga komoditi tomat mencapai Rp 5.000 per kilogram. Semenjak wabah corona melanda, harga tomat anjlok bahkan sampai Rp. 500 - Rp. 1000 per kilogram.
Penyebabnya beragam, antara lain adanya Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang menyebabkan produksi tomat tidak bisa dikirim ke daerah lain, serta faktor cuaca yang sangat panas.
Witoyo, salah satu petani tomat asal Desa Paron Kecamatan Ngasem Kabupaten Kediri mengungkapkan, sejak 10 hari terakhir ini harga tomat mulai menunjukkan grafik peningkatan yang sangat menguntungkan. Peningkatan harga mulai dari Rp 4.500 hingga Rp 5.000 per kilogramnya.
"Dari lahan seluas 1.400 meter persegi selama lima kali panen ini saya sudah mendapatkan 2 ton lebih tomat. Jika cuaca bersahabat seperti hari-hari ini, saya memperkirakan bisa panen total sekitar 10 sampai 12 kali," ucap Witoyo sambil tersenyum bangga.
Ia mengungkapkan awal tanam dulu menghabiskan biaya sekitar Rp 6 Juta, mulai untuk pembibitan hingga perawatan seperti pengairan serta perawatan dari serangan hama dan jamur.
"Panen kali ini laba yang saya peroleh cukup tinggi. Awalnya dulu saya nekad menanam tomat meskipun harga jualnya saat itu masih anjlok. Namun berkat keyakinan ternyata prediksi saya cocok, saat ini harga di pasaran terus merangkak naik meskipun tidak terlalu banyak selisihnya," kata Witoyo, (13/11/20).
Sementara itu Yayuk Anisha, Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL) Dipertabun Kabupaten Kediri memberikan apresiasi kepada petani yang berhasil panen saat ini, karena tidak mudah untuk panen di cuaca sekarang.
"Setelah berhasil melewati beberapa fase, mulai dari serangan hama dan penyakit tanaman yang menyebabkan jamur dan bakteri, serta cuaca yang ekstrim, kini para petani dapat menikmati hasilnya karena memang stok tomat di pasaran sangat berkurang sehingga berakibat harga jualnya tinggi. Namun banyak juga petani yang gagal panen karena pengaruh cuaca dan bakteri," kata Yayuk.
Ia juga mengungkapkan, petani yang berhasil panen sekarang adalah orang-orang yang melek informasi pasar. Artinya mereka berani mengambil resiko besar, di saat para petani lain menanam cabai, ia justru berbeda dengan menanam tomat.
"Survei pasar untuk mengetahui bibit tanaman yang paling banyak dibeli itu sangat perlu. Sehingga untuk tanam tidak harus sama dengan petani yang lain. Dan terbukti seperti saat ini, di saat stok tomat di pasaran mulai menipis, kini petani di Desa Paron justru baru mulai panen," tutup Yayuk. (Kominfo/Adv)