Blitar - Ledakan kantung plastik berisi gas karbit dan oksigen menghancurkan bangunan kosong bekas pemondokan dan merusak musala di Blitar. Bagaimana bahan bahan yang tidak high ekplosif ini mengakibatkan kerusakan parah dua gedung?
Ternyata, di dalam gedung bekas pemondokan itu telah disimpan sebanyak 30 kantung plastik petasan sudah jadi. Kantung plastik berisi campuran oksigen dan karbit ini meledak bersamaan, sehingga menimbulkan ledakan hebat.
"Ternyata ada 30 kantung plastik yang disimpan didalam gedung itu. Meledak bersamaan sehingga menimbulkan ledakan hebat dan merusak bangunan," kata Kapolres Blitar AKBP Anissullah M Ridha usai salat Idul Fitri di Wlingi, Rabu (5/6/2019).
Namun polisi masih belum bisa memastikan penyebab ledakan. Hasil penyelidikan sementara, kantung plastik itu meledak saat dibawa menuju gedung bekas pondokan yang dipakai menyimpan petasan sudah jadi.
"Namanya kantung plastik itu kan tidak tebal. Sangat rentan kena goresan atau goncangan. Apalagi ini yang membawa masih anak-anak. Bisa jadi suhu ruangan sangat panas atau kondisi lainnya," ungkapnya.
Dari hasil pemeriksaan beberapa saksi, seorang bocah bernama Mohammad Rifai membawa empat kantung plasti petasan itu kedalam gedung bekas pemondokan. Namun sekitar 10 menit, bocah itu tak juga keluar sampai timbullah ledakan hebat.
Polisi telah kantongi dua nama orang dewasa yang meracik petasan dalam kantung plastik itu. Mereka berdua, diketahui sebagai perantau yang mudik ke Blitar. Begitu terjadi insiden ledakan, keduanya melarikan diri.
"Untuk satu korban yang parah, Rifai, semalam sudah dirujuk ke RS Saiful Anwar Kota Malang. Dan dua pembuatnya, kami akan terus kejar," pungkasnya.
Dua bocah korban petasan kantung plastik itu adalah Mohammad Rifai (12) dan Asbian Syafa Maulana (9). Rifai harus mendapatkan perawatan di RSUD Ngudi Waluyo Wlingi karena mengalami luka bakar hingga 70 persen, sedangkan Asbian mengalami luka ringan di bagian kepala.
Sementara itu Kepala Dusun Jombor, Slamet Mutamim, mengatakan kegiatan pembuatan petasan gas itu biasanya dilakukan oleh santri musala setempat dan diledakkan usai salat Idul Fitri.
"Kalau dibilang tradisi bisa iya bisa tidak, karena belum tentu setiap lebaran bikin seperti ini, biasanya dibuat ketika santri itu tidak banyak kegiatan," kata Slamet.
Peledakan sendiri biasanya dilakukan di jalan kampung dan jauh dari bangunan. Proses penyulutan petasan menggunakan tongkat atau bambu panjang. Warga setempat membuat mercon gas lantaran lebih mudah dan sederhana proses pembuatannya, namun suara yang dihasilkan cukup keras.
"Saya tadi juga kaget kok suaranya sangat keras dan tidak seperti biasanya," imbuhnya. (detik))