Jakarta - Pertemuan PP Muhammadiyah dengan PBNU menyinggung masalah eksekusi terhadap TKI Tuti Tursilawati di Arab Saudi. Mereka menyayangkan peristiwa tersebut.
"Tadi kita memang kita sempat diskusikan soal hukuman mati itu dan kami memang pertama-tama prihatin, menyesalkan dengan hukuman mati, eksekusi tanpa pemberitahuan, dan tentu Indonesia sudah beberapa kali mengalami itu," kata Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir di kantor PP Muhammadiyah, Jalan Menteng Raya, Rabu (31/10/2018).
Haedar berharap ini hukuman mati terakhir yang dijatuhkan kepada WNI di luar negeri. Dia juga meminta aspirasi ini jadi perhatian negara Islam yang tergabung dalam Organisasi Kerja Sama Islam (OKI).
"Dan kita berharap ini yang terakhir dan tidak boleh terjadi lagi. Dan saya yakin pemerintah Arab yang sama-sama masuk dalam OKI dan dunia Islam tentu perlu memahami betul dan menjadikan aspirasi dan keprihatinan ini sebagai hal yang sangat penting untuk diperhatikan dan tidak terjadi lagi," ujarnya.
PP Muhammadiyah dan PBNU juga telah melayangkan surat kepada presiden terkait sikap mereka. Mereka kaget atas eksekusi mati tanpa notifikasi itu.
"Kami tadi sudah menyampaikan surat kepada Presiden tembusannya kepada Menteri Tenaga Kerja dan Kemenlu. Kita dikagetkan dengan eksekusi hukuman mati terhadap TKI yang namanya Tri Tuti dari Majalengka," kata Ketua Umum PBNU Said Aqil Siroj di lokasi yang sama.
Seperti dikketahui, Kerajaan Arab Saudi mengeksekusi mati Tuti Tursilawati. Tuti merupakan TKI asal Majalengka, Jawa Barat. Tuti dieksekusi pada hari Senin (29/10) waktu setempat.
Sebelum divonis dan dieksekusi mati, Tuti diketahui memukulkan sebatang kayu ke majikannya, seorang pria tua bernama Suud Malhaq Al Utibi, di rumah majikannya, yakni di kota Thaif yang berjarak 87 kilometer sebelah timur Kota Mekah, pada 11 Mei 2010.
Melihat majikannya terkapar karena pukulannya, Tuti berusaha kabur dari rumah.
Selanjutnya, Tuti bertemu sekelompok pria, sekitar sembilan orang. Awalnya, pria-pria itu menjanjikan bantuan membantu perjalanan Tuti ke Mekah, lepas dari rumah majikannya di Thaif. Namun ternyata Tuti dibawa ke rumah kosong, lalu mengalami pelecehan seksual. Tuti disebut digilir 9 pria durjana itu.
Tuti divonis mati gara-gara membunuh majikannya. Ibu Tuti, Iti Sarniti, menceritakan bahwa Tuti bukan membunuh majikannya, namun membela diri.
Di acara Mata Najwa yang disiarkan langsung di Trans 7, Rabu (28/3/2018), Ketua Umum Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI), Hariyanto mempertanyakan apakah sembilan orang pria itu diadili atau tidak. Selain memperkosa Tuti, barang Tuti juga diambil oleh mereka. Tuti akhirnya sampai di Mekkah pada saat itu. (detik/bsr1)