Jakarta - Kendati telah sukses meluncur ke angkasa, satelit Merah Putih kepunyaan Telkom belum langsung beroperasi. Satelit tersebut harus menempati orbit yang ditentukan dan melewati pengujian hingga 28 hari.
Rikcy Kusnandar, Manajer Proyek Satelit Merah Putih mengatakan sejak hari ini sampai 11 hari ke depan, satelit Merah Putih akan melalui proses menuju slot orbit 108 derajat Bujur Timur berada tepat di atas selat Karimata.
"Dari pelepasan hari ini butuh 11 hari lagi bagi satelit untuk menuju orbital, kurang lebih 18 Agustus. Kita doakan bisa sampai di hari kemerdekaan atau sehari setelah kemerdekaan," ujarnya ditemui di gedung Telkom Landmark Tower, Jakarta, Selasa (7/8/2018).
Setelah menempati slot orbit 108 derajat Bujur Timur, kemudian satelit yang berbobot 5,8 ton ini dilakukan serangkaian pengujian, apakah wahana tersebut sudah berfungsi dengan benar atau kondisi bagus atau tidak.
"Dibutuhkan waktu sekitar 28 hari untuk bisa beroperasi. Kira-kira 15 September akan handover dari manufaktur satelit, Space System Loral. Kita harapkan kalau semuanya berjalan sesuai dengan direncanakan, tanggal 16 September kita bisa jalankan," ungkapnya.
Satelit anyar Telkom ini berbobot 5,8 ton, diterbangkan oleh roket Falcon 9 setinggi 70 meter dan beratnya 580 ton. Roket ini terdiri dari 3 komponen, yaitu step 1, step 2, dan fairing yang ditempatkan utuh dalam satu kesatuan bersama satelitnya.
Dalam waktu sekitar 2 menit setelah lepas landas, roket bagian 1 dari Falcon 9 lepas sehingga penerbangan kemudian dilanjutkan roket kedua. Secara paralel dalam 8 menit, roket 1 itu akan kembali ke Bumi untuk digunakan dalam peluncuran satelit oleh klien SpaceX yang lain.
Cerita di Balik Nama Satelit Merah Putih
Sejatinya nama satelit Merah Putih yang baru diluncurkan pada hari ini, Selasa (7/8/2018) adalah Telkom 4. Lalu kenapa berubah nama? Rupanya, dibalik perubahan nama satelit tersebut adalah hasil inisiatif dari jajaran Board of Director (BOD) Telkom yang ingin tak biasa dari penamaan satelit anyar mereka.
Sebagai informasi, sejak tahun 1999, perusahaan BUMN ini selalu merunut nama satelitnya, sebut saja Telkom 1 (1999), Telkom 2 (2005), dan Telkom 3S (2017). Uniknya, ketiga satelit tersebut launcher-nya adalah Ariane.
"Sebenarnya ini adalah Telkom 4, kemudian BOD mempunyai inisiatif bagus untuk memberikan nama lain. Untuk nama lain ini, kita buat sayembara dan hasil akhirnya satelit Merah Putih yang keluar dan BOD menyetujuinya," ujar Ricky Kusnandar, Manager Proyek Satelit Merah Putih di Telkom Landmark Tower, Jakarta, Selasa (7/8/2018).
Jauh sebelumnya, Telkom sudah bergelut di bidang satelit ini sejak tahun 1976 yang ketika itu ditandai dengan peluncuran Palapa A1. Peluncuran tersebut terbilang monumental karena membuat Indonesia sebagai negara ketiga di dunia yang punya satelit domestik.
"Cape Canaveral, di lokasi yang sama Palapa A1 membawa Indonesia menjadi negara ketiga di dunia yang mempunyai satelit telekomunikasi setelah Amerika Serika dan Kanada," kata Direktur Human Capital Management Herdy R. Harman di kesempatan yang sama.
Selanjutnya, ada Palapa A2 (1977), Palapa B1 (1983), Palapa B2P (1987), Palapa B2R (1990), Palapa B4 (1992), Telkom 1 (1999), Telkom 2 (2005), dan Telkom 3S (2017).
Mulai dari Palapa A1 sampai saat ini, tercatat sudah ada sembilan satelit yang pernah dan masih dioperasikan oleh Telkom. Merah Putih adalah satelit yang ke-10 dalam perjalanan Telkom di industri satelit ini.
Kehadiran satelit Merah Putih akan melengkapi dua satelit Telkom lainnya yang masih aktif beroperasi, yaitu Telkom 2 dan Telkom 3S. Satelit Merah Putih akan menambah jumlah transponder milik Telkom dari 73 menjadi 133 transponder. Hal ini akan memperkuat bisnis satelit TelkomGroup.
Dengan keberhasilan peluncuran Satelit Merah Putih ini Telkom mengharapkan dapat memenuhi demand transponder nasional, mengingat satelit merupakan infrastruktur komplemen yang dibutuhkan untuk menjangkau wilayah-wilayah dengan karakteristik topografi negara kepulauan seperti Indonesia.
Satelit Merah Putih akan berperan penting dalam menghadirkan layanan komunikasi broadband di area-area yang tidak dapat dijangkau oleh teknologi fiber optic maupun sistem komunikasi lainnya, khususnya di wilayah terdepan, terluar, dan tertinggal (3T). (asj/asj/detik)