Jakarta – Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, atua Permendikbud Nomor 17 Tahun 2017 tentang Penerimaan Peserta Didik Baru/PPDB pada Taman Kanak-Kanak, Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, Sekolah Menengah Atas, Sekolah Menengah Kejuruan, atau Bentuk Lain Yang Sederajat, membuat beberapa orangtua merasa keberatan.
Di dalam peraturan ini, siswa SD dan SMP diatur dalam memilih sekolahnya berdasar zonasi, atau jarak tempat tinggal ke sekolah, serta usia. Peraturan baru ini mendapat banyak protes dan keluhan dari orangtua yang menginginkan anaknya bersekolah di sekolah favorit, meskipun jauh dari kediamannya.
Dari sekitar 240 pengaduan yang masuk ke Kemendikbud, sekitar 48 persennya berisi tentang pengaduan ketidakpuasan orangtua akan PPDB.
"Sampai hari ini, jumlah yang masuk (aduan) 240. Dari itu, kalau kita lihat ada yang betul-betul pengaduan, ada yang sifatnya informasi dan saran. 48 persennya adalah potensi penyimpangan PPDB," kata Inspektur Jenderal (Irjen) Kemendikbud RI, Daryanto, di Senayan, Jakarta Selatan, Selasa 11 Juli 2017.
Dari laporan tersebut, daerah di Indonesia yang cukup tinggi jumlah pengaduannya antara lain Provinsi Jawa Barat, Banten, Jawa Timur. Sementara itu, daerah dengan jumlah laporan terkecil adalah Bali, Sulawesi Tenggara, dan Lampung.
“Mungkin mengadu tidak ke sini, tetapi langsung ke Provinsi," ucapnya menjelaskan kemungkinan alasan jumlah pengaduan di Bali, Lampung, dan Sulawesi Tenggara kecil.
"Jumlah Jawa Barat 38 pengaduan, menyangkut ketidakadilan zonasi tadi, pembatasan jarak, radius. Si anak merasa tidak mau sekolah, mereka tidak terima. Orangtua yang ingin anak di sekolah unggulan, agar diubah (mindset-nya). Karena, ini terkait keadilan, mindset orangtua agak digeser, zonasi agar lebih diutamakan," ujar Daryanto.
Sementara itu, Dirjen Dikdasmen Hamid Muhammad mengatakan, usaha melalui PPDB dengan zonasi ini, pemerintah berusaha memeratakan pendidikan, agar tidak berpusat, di mana di sekolah bagus siswa pintar-pintar berkumpul, dan sebaliknya. Salah satu cara yang dilakukan adalah dengan membenahi sekolah-sekolah dalam zona tertentu, serta pendistribusian guru-guru.
"Nanti, ada evaluasi dengan para Dinas untuk memetakan zona mana yang sekolahnya akan kita bantu untuk jadi sekolah yang bagus. Kalau nanti ini tidak dibenahi, setiap zona ini, misalnya kalau di Bandung SMA 3 dan di Jakarta SMA 8, akan seperti itu,” ucapnya.
“Tapi kalau dibenahi, baik fisiknya atau pun gurunya, nanti akan jadi sekolah yang bagus. Jadi, nanti akan ada redistribusi guru. Jadi, guru-guru yang terbaik tidak numpuk di satu sekolah," kata Hamid.
Seperti diketahui sebelumnya, bahwa PPDB sempat menjadi pembicaraan hangat, di mana di beberapa daerah, seperti Bekasi misalnya, beberapa orangtua mengalami kesulitan untuk mendaftarkan anaknya ke sekolah, lantaran sistem online yang diterapkan belum berjalan dengan baik. (asp/viva)