Jakarta - Hak angket terhadap KPK diketok tanda persetujuan dalam sidang paripurna yang dipimpin Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah, meski diwarnai protes sejumlah anggota Dewan. Setelah itu, DPR harus membentuk panitia khusus (panitia angket) yang keanggotaannya terdiri atas semua unsur fraksi DPR.
KPK masih mencermati proses ketok palu tersebut. Menurut KPK, proses persetujuan itu merupakan hal penting karena menentukan hasil apakah hak angket itu benar-benar suara mayoritas dari DPR atau bukan.
"KPK mencermati dan mempelajari proses ketok palu hak angket kemarin. Perlu juga kami apresiasi dan ucapkan terima kasih pada fraksi-fraksi yang tegas menolak hak angket dan tetap mendukung pemberantasan korupsi," ujar Kabiro Humas KPK Febri Diansyah ketika dimintai konfirmasi, Sabtu (29/4/2017).
"Sikap tersebut penting jika memang kita serius melakukan perang terhadap korupsi," Febri menegaskan.
Apabila nantinya panitia angket itu bergulir menunaikan tugasnya, KPK sedari awal dengan tegas menyatakan bukti-bukti terkait dengan kasus yang masih ditangani tidak akan dibuka, kecuali dalam persidangan. Menurut KPK, upaya pengungkapan bukti-bukti di luar proses pengadilan adalah bentuk intervensi.
"Kami tidak akan memberikan bukti-bukti dari kasus yang berjalan di luar proses peradilan. Jika dipaksa, itu adalah bentuk intervensi terhadap independensi KPK yang juga dijamin UU," ucap Febri.
Dalam sidang paripurna DPR pada Kamis (23/4) lalu, usulan hak angket itu dibacakan oleh Komisi III DPR. Setelah itu, perwakilan dari Fraksi Partai Gerindra, PKB, dan Partai Demokrat menyampaikan pendapat yang berisi penolakan terhadap usulan tersebut.
Namun Fahri Hamzah, yang saat itu memimpin sidang, langsung mengetok palu tanda persetujuan, meski ada intervensi dari sejumlah anggota DPR. Setelah itu, Fraksi Partai Gerindra melakukan walk out.
Hak angket yang diinisiasi Komisi III ini akan digunakan untuk mendesak KPK membuka rekaman pemeriksaan Miryam S. Haryani terkait dengan kasus korupsi e-KTP. Namun, sebelum sampai ke arah itu, DPR perlu membuat panitia khusus (pansus) untuk melakukan penyelidikan.
Disebut-sebut, sejumlah anggota Komisi III dianggap menekan Miryam sehingga politisi Hanura itu mencabut BAP dalam sidang kasus korupsi e-KTP. Menurut Fadli, rasa penasaran DPR adalah hal yang wajar. (dhn/try/detik)