Jakarta - Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) melakukan investigasi terkait kasus pemukulan secara brutal terhadap seorang siswa di dalam ruang kelas. Peristiwa itu terjadi di sebuah SMK di Pontianak, Kalimantan Barat.
Dari investigasi yang dilakukan Kemendikbud, diketahui pemukulan tersebut bukan dilakukan oleh guru atau pun orang tua siswa. Pemukulan dilakukan oleh sesama siswa.
"Itu kejadiannya di SMK Bina Utama, Kota Pontianak, Kalimantan Barat, dan itu bukan kekerasan guru kepada siswa, dan juga bukan kekerasan orang tua kepada siswa, melainkan kekerasan antarsiswa di kelas. Karena badan siswa tersebut besar, sehingga terlihat seperti orang tua," kata Direktur Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah, Hamid Muhammad lewat keterangan tertulisnya, Selasa (7/11/2017).
Pertengkaran tersebut terjadi di kelas 10 yang dipicu dari ejekan. Karena kesal, siswa yang diejek melampiaskan kemarahannya dengan memukuli siswa lainnya.
"Pertengkaran ini terjadi di kelas 10, salah seorang siswa memukul teman sekelasnya karena diejek oleh teman-temannya, akhirnya dia ngamuk, dan memukul apa saja, kemudian temannya merekam videonya lalu jadi viral," ujar Hamid.
Peristiwa ini terjadi pada Kamis (2/11) lalu. Kemendikbud melakukan investigasi ini bersama Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI). Tim investigasi lalu melakukan klarifikasi kepada Dinas Pendidikan Provinsi, KPAI Daerah, Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP), polres, Kepala SMK terkait, dan semua siswa yang terlibat dalam peristiwa tersebut.
"Para siswa yang terlibat langsung di mediasi oleh kepala sekolah, dan mereka didamaikan semua," ujar Hamid.
Kasus pemukulan ini jadi viral setelah tersebar di media sosial. Tampak dalam video tersebut, pemukulan dilakukan secara brutal.
Untuk menghindari kasus kekerasan di dalam dunia pendidikan, Kemendikbud telah mengeluarkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 82 tahun 2015, tentang Pencegahan dan Penanggulangan Tindak Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan.
Dalam Permendikbud tersebut, pada Bab II, Pasal 2, diamanatkan bahwa pencegahan dan penanggulangan tindak kekerasan di lingkungan satuan pendidikan dimaksudkan untuk terciptanya kondisi proses pembelajaran yang aman, nyaman, dan menyenangkan. Selanjutnya terhindarnya semua warga sekolah dari unsur-unsur atau tindakan kekerasan.
Pemerintah juga mengajak sekolah untuk menghidupkan pergaulan yang harmonis dan kebersamaan antar peserta didik atau antara peserta didik dengan pendidik, tenaga kependidikan, dan orangtua, serta masyarakat, baik dalam satuan pendidikan maupun antar satuan pendidikan.
Kemendikbud mengajak kepada seluruh pelaku pendidikan untuk mengambil peran pengawasan dalam penanggulangan tindak kekerasan di satuan pendidikan. Sekolah dapat mengambil peran melakukan pengawasan langsung di sekolah.
Adapun pemerintah kabupaten/kota dapat mengambil peran dalam pengawasan jenjang pendidikan dasar, dan pemerintah provinsi dapat mengambil peran dalam pengawasan jenjang pendidikan menengah.
"Jika ada terjadi kasus kekerasan di sekolah, klarifikasi pertama adalah ke kepala sekolah terkait, kemudian dinas pendidikan, hingga bupati/walikota untuk pendidikan dasar, dan Gubernur untuk pendidikan menengah. Kami dapat diberitahu, dan kami akan lakukan koordinasi di masing-masing peran dan jenjang tersebut," jelas Dirjen Hamid.
Kemendikbud berharap sekolah dapat menjalankan peran pentingnya dalam pencegahan tindakan kekerasan di sekolah masing-masing. Galakkan Gerakan Penguatan Pendidikan Karakter di sekolah. (jbr/fdn/detik/bsr1)