Jakarta -- Massa Anti-PKI yang mengepung kantor LBH Jakarta, diduga termakan berita bohong atau hoax yang beredar di media sosial.
Menurut Kepala Kepolisian Daerah Metro Jaya Inspektur Jenderal Idham Azis, massa diduga menerima hoax di media sosial yang menyebutkan ada diskusi tentang PKI yang diselenggarakan oleh LBH Minggu (17/9) malam.
"Ya itu tadi, isu yang berkembang, kadang-kadang di medsos dan (berupa) hoax. Itu yang sehingga dijabarkan oleh orang-orang yang hanya menerima informasi sepihak," ujarnya di Mapolda Metro Jaya, Senin (18/9).
Idham menilai, kelompok massa itu tidak mengetahui kebenaran dari agenda yang diselenggarakan oleh LBH Jakarta. "Mereka tidak tahu, berkumpul kemudian berusaha untuk melakukan tindakan-tindakan anarkis," ucapnya.
Menurut Idham, sejak awal polisi telah melarang LBH Jakarta untuk tidak mengadakan acara diskusi terkait PKI.
"Dari Sabtu pagi kami sudah tidak mengizinkan karena yang mengeluarkan izin dari Mabes Polri. Bapak Kabid (Humas) sendiri yang turun ke LBH untuk menyampaikan tidak boleh ada kegiatan itu," tuturnya.
Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Metro Jaya Kombes Argo Yuwono, menambahkan, polisi akan mengajak tim unit cyber Direktorat Reserse Kriminal Khusus untuk menyelidiki sebaran informasi tersebut. "Kami akan selidiki," ujarnya.
LBH Jakarta mengetahui adanya pesan berantai di media sosial terkait acara tersebut. Ketua Tim advokasi Lembaga Bantuan Hukum Jakarta Muhammad Isnur mengatakan, tak mungkin ratusan orang bergerak jika tak ada yang mengkoordinasi.
"Ada pesan berantai di WhatsApp, di Telegram, di Facebook itu sebutkan kami mau adalah acara yang ada unsur PKI-nya, ini kan sudah fitnah," kata dia.
Polisi Telusuri Peran 22 Preman Soal Pengepungan LBH Jakarta
Kepolisian Daerah Metro Jaya menyelidiki peran 22 orang yang diamankan terkait kericuhan di depan Kantor Lembaga Bantuan Hukum atau LBH Jakarta Senin (18/9) dini hari. Mereka saat ini menjalani pemeriksaan di Kepolisian Resort Jakarta Pusat.
Kapolda Metro Jaya Inspektur Jenderal Polisi Idham Azis mengatakan, pemeriksaan tersebut terkait perusakan fasilitas umum (fasum) dan kendaraan pihak kepolisian saat aksi. "Kami lakukan pemeriksaan nanti, apa saja perannya," ujarnya di Mapolda Metro Jaya, Senin (18/9).
Saat ini, Idham mengatakan, ke-22 orang tersebut masih berstatus sebagai saksi. Mengenai kepastian apakah mereka akan menyandang status sebagai tersangka akan disampaikan usai pemeriksaan 1x24 jam.
Sementara itu, Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Metro Jaya Kombes Argo Yuwono mengatakan, 22 orang itu merupakan preman yang ikut terlibat dalam aksi kericuhan tersebut. "Mereka merupakan preman ya, pemeriksaan sedang kami dalami dari mana mereka," ucapnya.
Sejauh ini, Argo mengatakan, pihaknya juga belum dapat memastikan apakah massa tersebut merupakan massa bayaran atau bukan.
Argo menyebut, dari keterangan sejumlah saksi aksi kerumunan massa di LBH Jakarta terjadi secara spontan. "Makanya kami tetap mendalami spontanitas itu seperti apa, apakah ada grand design, pemeriksaan belum selesai," tuturnya.
Hingga saat ini, Argo mengatakan, polisi telah mengumpulkan barang bukti seperti batu, kayu dan mobil kepolisian yang pecah. Namun, dia tidak menemukan senjata tajam dari barang bukti tersebut.
Kerusuhan terjadi di depan Kantor LBH Jakarta lantaran diadakannya kegiatan apresiasi seni LBH. Semalam sebelumnya beredar undangan gelaran 'Asik-Asik Aksi: Indonesia Darurat Demokrasi'.
Acara dimulai pukul 16.00 WIB dan berakhir 21.00 WIB. Usai acara, peserta tak bisa pulang karena kepungan massa. Massa aksi menolak kegiatan di gedung tersebut yang dituding sebagai aksi mendukung kebangkitan Partai Komunis Indonesia (PKI) dan ideologi komunisme. Massa yang mengepung kantor YLBHI mencapai ratusan orang. (cnnindonesia)