Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi mencatat, selama Januari-Juni 2017, ada 459 laporan terkait dengan dana desa. Laporan itu disampaikan ke KPK melalui telepon, SMS, surat elektronik, atau datang langsung.
Deputi Bidang Pencegahan KPK Pahala Nainggolan mengatakan laporan tersebut berasal dari sejumlah desa di Indonesia. "Laporan dari masyarakat untuk dana desa Januari sampai Juni 2017 saja ada 459. Umumnya terkait pengelolaan dana desa," kata Pahala, Rabu (9/8/2017).
Isi laporan terkait dengan dana desa itu bermacam-macam. Namun, jika dikelompokkan, ada 10 jenis penyimpangan pengelolaan dana desa yang dilaporkan.
Kesepuluh penyimpangan yang dilaporkan tersebut adalah tidak adanya pembangunan di desa; pembangunan/pengadaan barang/jasa tidak sesuai dengan spesifikasi/RAB; dugaan adanya mark up oleh aparat desa; tidak adanya transparansi; masyarakat tidak dilibatkan; penyelewengan dana desa untuk kepentingan pribadi; dan lemahnya pengawasan dana desa oleh inspektorat.
Ada juga penyimpangan dalam bentuk kongkalikong pembelian material bahan bangunan, proyek fiktif, serta penggelapan honor aparat desa.
Menurut Pahala, dari ke-459 laporan tersebut, belum tentu ada penyelewengan dana desa. Beberapa di antaranya hanya karena kesalahan administrasi atau proses yang tidak transparan.
KPK, kata Pahala, meneruskan laporan tersebut kepada Kementerian Desa untuk ditindaklanjuti. Kebetulan di Kementerian Desa saat ini sudah dibentuk Satgas Dana Desa, yang dipimpin mantan pimpinan KPK, Bibit Samad Rianto.
Sebelumnya, Bibit mengakui ada potensi dan kekhawatiran terjadinya penyelewengan dana desa, baik oleh pemerintah daerah maupun aparat desa. Untuk itu, Satgas Dana Desa akan membuat sebuah sistem dan aturan yang tidak memungkinkan terjadinya sebuah pelanggaran.
"Kalau ada pelanggaran pidana, kita serahkan ke polisi. Jangan seperti Pamekasan, dilaporkan tapi ditilep, tidak diproses," ujarnya.
Ini Celah Rawan Korupsi Dana Desa
Meski dana desa langsung ditransfer ke rekening desa namun tidak otomatis menutup peluang korupsi. Koordinator Divisi Investigasi Indonesia Corruption Watch (ICW), Febri Hendri menyebut celah untuk menyelewengkannya masih bisa terjadi antara lain dengan melibatkan pegawai pemerintah kabupaten. Sebab penggunaan dana desa itu tetap memerlukan persetujuan dari kepala dinas.
"Dana Desa memang lansung ditransfer ke rekening desa, tapi (dana) bisa naik ke atas lagi. Karena ada ketentuan bahwa penggunaan dana desa itu harus disetujui oleh dinas," kata Febri, Selasa (8/8/2017).
Titik korupsi juga bisa terjadi saat dana desa digunakan misalnya untuk pembangunan infrastruktur. Proyek bisa disetujui oleh kepala dinas bila aparat desa menyetor sejumlah dana. Bisa juga terjadi kongkalikong agar dana desa dibelanjakan di toko material tertentu. "Itu kan pemain (proyek) ya itu-itu saja, atau bisa juga kepala desa-nya jadi pemborong proyek," tutur Febri.
Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Eko Putro Sandjojo memastikan bahwa kasus-kasus penyelewengan dana desa semua akan diusut. Kasus dengan nominal kecil misalnya Rp 10 juta atau Rp 50 juta bakal tetap ditindak meski ongkos penanganannya bisa lebih besar. Tujuannya agar efek jera bisa muncul. "Sudah ada arahan dari Presiden, setiap kasus harus ditangani," kata Eko.
Ketua Satgas Dana Desa, Bibit Samad Rianto mengakui adanya potensi dan kekhawatiran terjadinya penyelewengan dana desa, baik oleh pemerintah daerah maupun aparat desa. Untuk itu Satgas akan membuat sebuah sistem dan aturan yang tidak memungkinkan terjadinya sebuah pelanggaran.
"Kalau ada pelanggaran pidana kita serahkan ke polisi. Jangan seperti Pamekasan, dilaporkan tapi ditilep, tidak diproses," ujar Bibit.
Relawan Organisasi Perberdayaan Desa Nusantara, Suryokoco Suryoputro meminta masyarakat fair dalam menilai pengeloaan dana desa. Menurut dia dalam menggunakan dana desa, aparat desa berpedoman pada APBDes (APB Desa) yang di situ jelas disebutkan peruntukkannya. Masyarakat, kata dia, juga bisa leluasa mengawasi penggunaan dana desa.
"Kalau dibilang rentan korupsi pengelolaan APBD dan APBN itu lebih rentan dikorupsi ketimbang Dana Desa. Lagi pula pengawasan melekat masyarakat lebih berfungsi di desa dari pada di kota," kata Suryo, Selasa 8/8/2017. (erd/rvk/detik)