Jakarta - Penyalahgunaan Nomor Induk Kependudukan (NIK) untuk registrasi SIM card prabayar masih terjadi. Pemerintah pun didesak menyelesaikan persoalan tersebut.
Terbaru, berdasarkan data yang diterima oleh Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Ditjen Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri, mengungkapkan ada penyalahgunaan NIK untuk mendaftarkan hingga 2,2 juta nomor seluler.
"Itu tentu mengagetkan karena waktu rapat dengan Menkominfo yang paling banyak penyalahgunaan NIK itu untuk 10 ribu nomor, tapi ini satu NIK bisa sampai dua juta nomor seluler. Ini cara registrasi nggak mungkin pakai tangan juga," ujar Wakil Ketua Komisi I DPR RI Hanafi Rais di Gedung Nusantara 2 DPR RI, Jakarta, Senin (9/4/2018).
Hanafi mengatakan, penyalahgunaan sampai lebih dari dua juta nomor seluler untuk registrasi prabayar ini, tentu bagian dari aksi korporasi. Artinya, kata dia, cara yang dilakukan adalah by design dan sistemik.
"Registrasi yang massal, jelas-jelas menyalahi peraturan. Tidak mungkin dilakukan perorangan, pasti lembaga, di sini korporasi," ucap politikus PAN ini.
Maka dari itu, Komisi I, mendesak Kemendagri dan Kemkominfo untuk mengusut penyalahgunaan ini. Desakan tersebut merupakan salah satu poin dari ketiga kesimpulan hasil Rapat Dengar Pendapat (RDP) antara Dirjen Dukcapil, Dirjen PPI, dan BRTI.
Dua kesimpulan lainnya, yaitu I DPR RI mendesak Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) untuk meningkatkan sistem pengamanan data pribadi secara optimal dan mampu mengelola akses data dengan baik, sebagai bentuk perlindungan negara terhadap warga Negara serta menghindari adanya akses dari pihak yang tidak berwenang.
Kemudian, Komisi I DPR RI mendesak Kemkominfo untuk melakukan penataan regulasi terkait registrasi terhadap pelanggan jasa telekomunikasi sehingga ke depan tidak ada lagi penyalahgunaan data pribadi pelanggan.
317 Juta Nomor Aman dari Pemblokiran
Kementerian Komunikasi dan Informatika telah melakukan rekonsiliasi terkait data sesungguhnya pelanggan seluler yang telah melakukan registrasi SIM card prabayar.
Rekonsiliasi ini dalam upaya memperlihatkan data pelanggan seluler riil yang tersebar saat ini di Indonesia, khususnya adanya perbedaan data pelanggan prabayar yang teregistrasi di Ditjen Dukcapil dan operator seluler.
Sebelumnya, ada ketimpangan data tentang jumlah pelanggan prabayar yang berhasil melakukan registrasi. Data yang diterima operator sebesar 304 juta dan Dukcapil mencatat 350 juta.
Saat ini, Dirjen Penyelenggara Pos dan Informatika Kementerian Kominfo Ahmad M Ramli, menyebutkan hasil rekonsiliasi Dukcapil dan operator seluler tercatat 317.630.982 nomor.
Angka tersebut dengan rincian di antaranya Telkomsel 151.792.483, Indosat Ooredoo 97.825.963, XL 46.746.784, Hutchison 3 Indonesia (Tri) 13.565.744, Smartfren 7.686.203, dan Sampoerna Telekomunikasi Indonesia 13.805 nomor.
"Hasil rekonsiliasi bersama antara Dukcapil dan operator, yaitu ada 317 juta," kata Ramli di Gedung Nusantara 2 DPR RI, Jakarta, Senin (9/4/2018).
Data tersebut tercatat untuk kurun waktu 11 Oktober 2017 sampai 4 April 2018.
Itu artinya, angkanya terus meningkat. Mengingat bahwa proses registrasi ulang prabayar masih berlangsung, meski saat ini sudah memasuki pemblokiran layanan telekomunikasi bertahap.
30 April adalah batas akhir karena 1 Mei 2018 sudah diberlakukan pemblokiran total layanan telekomunikasi, bila pelanggan masih belum melakukan registrasi yang divalidasi dengan NIK dan nomor KK.
Pemaparan ini dilakukan Rapat Dengar Pendapat (RDP) antara Komisi I DPR RI dan Dirjen Dukcapil Zudan Arif Fakrullah serta Dirjen PPI Ahmad M Ramli.
Kemudian, hadir juga Komisioner BRTI seperti I Ketut Prihadi Kresna, Agung Harsoyo, Imam Nashiruddin, dan Taufik Hasan. (detik/bsr1)